Cinta tak berbalas

394 24 7
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul 8.00 malam, tapi Alvin belum muncul juga. Inaya sudah menunggu sekitar 20 menit, karena habis Isya dia langsung pergi ke tempat yang dikatakan Alvin, karena besok Alvin akan kembali ke Inggris. Dia sudah memutuskan untuk kuliah disana, ditanah kelahirannya.
Sedikit ada rasa khawatir dihati Inaya karena yang ditunggu tunggu belum muncul juga padahal Alvin adalah type orang yang ontime. Restoran yang dia datangi sangat mewah dengan gaya klasik tapi sayang, tidak ada pengunjung yang lain, hanya ada beberapa pegawai yang berjejer tersenyum ramah ke Inaya saat dia melewati pintu restoran tersebut. Apa mungkin restoran ini terlalu mahal? Ngomong-ngomong harga, Inaya jadi khawatir, karena dia tidak punya uang yang dirasa cukup untuk membayar disini.
Saat Inaya meng check dompetnya, ia merasakan seseorang menutup matanya. Ya Allah, apa sekarang dia akan diculik? Seharusnya dia mengikuti kata-kata abinya untuk menjodohkannya dengan sahabat abinya karena mengingat Inaya sudah menyelesaikan pendidikannya, sehingga dia punya muhrim saat keluar rumah. Inaya merasa dia dibawa ke suatu tempat, tapi ini bukan gaya-gaya seperti penculik yang biasa dia tonton ditelevisi. Saat ini dia dituntun dengan lembut oleh beberapa orang, sepertinya wanita. Karena indra penciuman dan pendengaran Inaya sangat sensitif. Dia mendengarkan highhils yg mereka pakai dan mencium bau parfum yang biasa dipakai wanita, ini bukan parfum laki-laki. Ada kelegaan dihatinya.
Inaya didudukan di kursi yaa mungkin masih kursi yang ada di restoran ini. Kain yang menutup matanyapun dibuka, Inaya mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke indra penglihatannya. Saat ia membuka matanya, yang ia lihat adalah seseorang dengan setelan kemeja mahal tersenyum manis menatapnya. Dia adalah Alvin, orang yang Inaya tunggu dari tadi, tetapi dekorasi meja lebih berbeda dari sebelumnya, tidak ada juga orang lain disana, bahkan pelayan sekalipun, sepertinya Alvin menyewa tempat ini khusus hanya untuk dirinya dan Inaya, tidak tahu berapa banyak uang yang dia habiskan.

"Alvin?? kok pakaiannya rapi banget? Mau kemana? Terus ini apaan" inaya menunjuk kotak merah bludru yang ada di atas meja.

Alvin hanya bisa tersenyum kecil melihat tingkah Inaya yamg memandangnya dengan aneh, wajar saja karena Inaya tidak pernah melihat dia dalam balutan setelan seperti ini, biasanya hanya menggunakan pakaian biasa atau setelan seragam SMA. Inaya tidak pernah melihatnya karena Inaya tidak pernah tahu saja apa kegiatan Alvin diluar jam sekolah. Sudah biasa dia memakai setelan seperti ini saat bertemu klien perusahaannya. Tidak ada yang menyangka jika dia adalah mahasiswa yang baru lulus SMA jika melihat penampilannya saat ini. Dia terlihat lebih dewasa, hal itu juga yang dipikirkan inaya. Tapi menurut Inaya Alvin jadi lebih mirip Aldi dengan setelannya saat ini membuat dia tertegun dan mengingat kembali kenangan yang sudah ingin dia buang jauh.

"hey... Mbak Inaya, kok gitu mukanya"
kagum ya?ah... Jangan bilang kalau mbak sudah terpesona denganku"

"aishh... Apaan sih vin. Jangankan cuma pakai baju ini, kamu pakai pakaian badutpun mbak tahu itu kamu, dari gaya alaynya juga udah kelihatan" Inaya mencoba berbohong

"mbak, aku udah yakin sama mbak. Gak ada wanita lain yamg lebih mengenalku daripada mbak, aku sudah yakin sama hatiku mbak."

"maksud kamu?" ada nada serius di kalimat Alvin yang membuat Inaya harus mengkonfirmasinya

"Mbak, will u marry me?" Alvin menatap tepat ke mata Inaya sambil menyerahkan kotak bludru merah yang ternyata berisi cincin permata. Sedangkan Inaya masih seperti tidak percaya dengan kalimat yang Alvin ucapkan

"Vin, kan udah mbak bilang kalau mbak cuma anggap Alvin kayak adek sendiri vin."

"tapi mbak, aku beneran suka sama mbak, bukan... Ini bukan suka, tapi cinta. Aku tahu mbak gak akan mau pacaran, makanya aku ngajak nikah mbak. Nanti kita bisa tinggal di Inggris, mbak lanjut ambil specialis disana dan aku akan menyelesaikan kuliahku mbak" Alvin berbicara dengan sungguh-sungguh

"Ya Allah vin, kamu kok niat banget sih sampai memikirkan sampai kesitu" Inaya membuang mukanya

"aku serius mbak"

"Oke, mbak ngerti. Tapi mbak minta maaf vin... Mbak gak bisa nerima kamu. Jarak umur kifa 4 tahun, dan jujur mbak gak punya rasa yang sama seperti kamu vin. Mbak benar-benar cuma anggap kamu sebagai adik mbak vin. Gak lebih... Maafin mbak ya" Inaya berdiri dan mengambil tasnya untuk bersiap pergi.

"mbak tunggu... Jikapun mbak gak bisa nerima aku, bisa gak mbak terima cincin ini anggap aja hadiah dari aku mbak. Karena setelah ini aku tidak yakin aku bisa melupakan mbak jika aku melihat cincin ini. Please mbak"

"mbak juga tidak meminta kamu melupakan mbak vin, kita tetap bisa menjadi seperti dulu" inaya memandang dengan sedih ke wajah Alvin.

"oke... Tapi aku tidak bisa menjamin hatiku mbak. Maaf" Alvin mendekati inaya, dia meberikan cincin itu, yang membuat Inaya terpaksa harus menerimanya. Inaya tahu Alvin orang yang keras kepala, percuma menolaknya.

"mbak, bisa kasi satu alasan lagi supaya aku bisa bener-bener melupakan mbak?"

"Mbak akan menikah dengan laki-laki pilihan abi, mbak rasa abi udah pernah cerita ke kamu" Inaya mencoba berbphong lagi, hanya dengan cara ini Alvin bisa menghentikan perasaannya

"dan mbak menerimanya?" Alvin mencoba memastikannya

"sepertinya iya, maaf" Inayapun meninggalkan Alvin yang masih berdiri mematung antara percaya dan tidak. Setelah beberapa menit Inaya pergi, Alvin terduduk ditempat duduknya. Ada rasa sakit dihatinya. Sakit yang membuat dia menyalahkan takdir

"Kenapa kita harus bertemu sebelumnya mbak?kenapa harus aku lahir lebih terlambat, seandainya aku diposisi mas Aldi. Bisa satu sekolahan dengan mbak. Apa mungkin mbak akan tetap menolakku?" Alvin berbicara sendiri dengan dirinya. Kemudian seulas senyum yang tidak bisa diartikan tercetak dibibirnya.

"aku harus melanjutkan apa yang harus aku lanjutkan. Biarkan takdir yang membawaku, jika begini takdirnya aku harus menerima. Entah takdir itu membawaku kembali dengannya atau menemukan aku dengan yang lain. Ah... Apa mungkin aku bisa kembali menata hatiku dan melupakannya? Ya Allah... Kuatkan hamba. rabbana hablana min azwajina wa zurriyyatina qurratu a'yun" Alvin yang baru-baru ini belajar agama islam lebih dalam mencoba melafalkan do'a itu, do'a tentang dia menyerahkan semuanya kepada Allah untuk memberikan pasangan yang terbaik baginya. Dan do'a itu yang akan menguatkannya.
Inaya melajukan mobilnya untuk pulang ke rumah. Pikirannya kalut, antara percaya dengan tidak dengan pengakuan Alvin. Ternyata Alvin serius dengan perasaannya. Inaya merasa sedih karena sampai saat ini dia tidak punya rasa yang sama terhadap Alvin, karena hatinya sudah untuk yang lain dan sampai saat ini dia masih setia dengan hal itu. Sayangnya orang yang sudah berhasil merebut hatinya adalah kakak Alvin, Aldi.

#TBC
Happy reading guysss... Jangan lupa tinggalkan jejak yaaa. jangan lupa singgah di work ane "menikah" dan "rasa yang terlambat" ya... Love from FM 😂😍

Suami untuk Mbak InayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang