3

61 64 80
                                    

      "Aduh jangan bawel, Ren. Plis deh. Ini eyelinernya nanti belepotan. Tuh kan" kata Lola yang sedang memarahi Rena, tetapi Rena masih bisa melihat tawa kecil terukir di wajah sahabatnya itu. Pastinya Lola tidak mungkin marah dalam artian serius hanya karna eyeliner pada sahabatnya sejak kecil bukan?

      "Ini gue pinjemin dress kesayangan gue, dress ini belum pernah gue pakai lho. Demi Rena sahabat kesayangan gue, gue relain dress ini lo pake duluan." Ucap Vina dengan tatapan keibuannya.

      "Nahh, akhirnya princess Rena sudah selesai dimake over." Sahut Vina dengan sangat bangga.

      "Eitss, jangan lupa totalan kalau srek sama si doi. Good luck, Rena!" Tambah Lola.

      Bermodalkan make up seadanya, dan dress berwarna krem milik Vina, gadis cantik itu pun segera bergegas menuju tempat kencan buta. Lola berkata, bahwa laki-laki yang akan menjadi pasangan kencan buta Rena memakai kemeja berwarna krem, sama seperti warna dress Rena.

      Saat masih berada dalam taxi, kali ini Rena sengaja tidak membawa mobil. Ia masih meragukan sosok yang akan menjadi teman kencan butanya itu. Bukannya ia bermaksud untuk meragukan kedua sahabatnya, tetapi hanya saja Rena merasa belum siap. Ia takut. Tiba-tiba bayangan dia, cinta pertama Rena kembali terlintas dibenak Rena.

     Mengapa? Dia lagi? Dia tidak boleh menghancurkan kencan buta yang telah disiapkan oleh kedua sahabatku. Lupakan dia, Rena! Lupakan! Kata Rena dalam hati.

      Waktu sudah menunjukan pukul 19.40, sedangkan kencan butaku dimulai pukul 20.00. "Pak, bisa agak cepat ngga? Soalnya saya bisa telat nih pak." Pintaku pada bapak driver.

     Dengan wajah ragu-ragu bapak driver taxi menjawab "Waduh mbak, ini saya juga sedang buru-buru, tapi mbak liat sendiri kan keadaan sedang macet mbak, maaf ya mbak."

      Sambil menunggu kemacetan reda, Rena mengamati indahnya ibu kota tempat tinggalnya ini. Cahaya dari gedung-gedung tinggi berkilauan. Membuat setiap orang yang mengamatinya merasa nyaman. Pemandangan itu tanpa disadari Rena telah mengurangi kecanggungannya.

¤¤¤

     Detik demi detik, menit demi menit berlalu. Sekarang sampailah Rena di tempat tujuannya itu. Ia pun baru menyadari jika ada restauran dengan arsitektur seperti ini di kota tempat tinggalnya. "Iya, terima kasih pak, hati-hati." Kata Rena dengan ramah kepada bapak driver taxi yang tadi mengantarnya.

      Rena kembali mengecek waktu yang tertera di layar telepon pintarnya. "Gawat!! Aku telat 30 menit." Gumamnya pelan.

      Dihentakannya sepatu high heels dengan cepat hingga menimbulkan suara, dan segera mencari lelaki berkemeja krem itu. Apa-apaan ini? batinku. Seluruh tamu yang berada di tempat ini adalah pasangan kekasih. Nuansa restauran juga seperti yang biasanya terlihat di film-film romantis.

    Terasa keringat yang mulai bercucuran di ruangan dingin ini mulai bertambah. Rena mulai panik karena tidak menemukan lelaki berkemeja krem itu. Ia berpikir bahwa lelaki itu sudah pulang, banyak pertanyaan terlintas di benak Rena saat itu. Mungkinkah lelaki itu kesal karena menungguku terlalu lama? Rena memutuskan untuk melangkahkan kakinya ke pintu bertuliskan 'exit' di atasnya, Rena sangat putus asa dan ingin pulang. Ia merasa harapannya untuk melupakan sosok dia ternyata telah hilang. 'Mungkinkah aku memang benar-benar dikutuk oleh dewi cinta?' Tanya Rena dalam hati.

     Karena telah kehilangan harapan, Rena menundukan kepalanya sambil terus berjalan menuju pintu keluar. "Aku tidak boleh menangis, mengapa aku menangis? Toh aku juga tak mengenalnya." Kata Rena pada dirinya dengan suara yang sangat pelan. Tentunya hanya ia sendiri yang dapat mendengar perkataannya. Tiba-tiba dari arah berlawanan... BRUKKKK. Rena kehilangan keseimbanganku, ia menabrak seseorang.

     Orang yang ditabrak Rena itu adalah Sean Alexander. Orang yang akan menjadi teman kencannya. Namun Rena masih belum sadar akan hal itu, begitupula Sean. Sean yang melihat seorang gadis kehilangan keseimbangan segera meraih tangan gadis itu agar tidak terjatuh dan otomatis sekarang Rena sedang dalam keadaan bersandar di tubuh kekar Sean.

      Rena yang sedang diselimuti rasa sedih itu juga terkejut dan tentunya merasa malu segera menjauhkan diri dari Sean. Kedua bola mata Rena terpaku pada warna pakaian yang dikenakan oleh lelaki yang ditabraknya itu. Tampaknya mereka sama-sama mengenakan pakaian berwarna krem. Rena segera melirik ke arah wajah lelaki itu. Gan...teng, batinnya. Rena semakin terkejut saat menyadari jika lelaki itu sedang menatapnya.

     "Lo yang namanya Rena Vanessa ya? Kenapa nangis?" Tanya Sean kepada Rena.

     "I-ya... Maaf, Anda siapa ya?" Rena juga melontarkan pertanyaan pada Sean dengan sangat malu.

     "Gue Sean Alexander." Ucap lelaki bernama Sean itu dengan suaranya yang sangat manly.

     "Tu-tunggu, Sean Alexander? Lo...?" Tanya Rena ragu-ragu dengan alis mengerut dan wajah yang mulai memerah.

     Jawaban lelaki yang bernama Sean itu sama sekali tidak membuat Rena merasa lega, sekarang Rena merasa sangat bodoh. "Iya, gue Sean, kita bakalan jadi pasangan kencan buta. Mari kuantar ke meja yang sudah dipesan."

     Sean dan Rena berjalan bergandengan tangan menuju meja yang sudah dipesan. Para tamu dan waiters yang berada dalam restauran itu mengarahkan pandangan mereka kepada Sean dan Rena. Rena sudah jelas diselimuti oleh rasa canggung karena tatapan-tatapan itu. Tetapi Sean terlihat cuek dan tidak memperhatikan tatapan orang lain. Sean hanya fokus pada Rena.

     Sean benar-benar memperlakukan Rena layaknya seorang kekasih. Mulai dari mempersilahkan Rena duduk, hingga memberikan senyumannya secara cuma-cuma hanya untuk Rena. Kedua mata Sean terpaku pada Rena seorang, Rena memang tampak sangat memukau pada malam itu. Ternyata benar kata Vina dan temannya itu, aku tidak akan menyesal telah mengikuti kencan buta ini, kata Sean dalam hati.

     Dari kejauhan datanglah seorang waiters yang menghampiri meja tempat Sean dan Rena duduk. Waiters itu memberikan buku menu pada Sean dan Rena. Betapa terkejutnya Rena saat melihat harga makanan di restoran itu. Rena terheran-heran mengapa Lola menyarankannya kencan di restoran mahal seperti ini.

     Suara berat itu kembali terdengar "Lo mau makan apa, Ren?" Tanya Sean pada Rena yang sedang kebingungan melihat harga.

    Rena berbisik kepada Sean "Mending keluar aja, jangan makan di sini. Mahal. Hehe." Bisiknya dengan suara yang sangat pelan, pastinya hanya Sean dan Rena yang mengetahui percakapan mereka itu.

     Sean membalas bisikan Rena dengan berbisik juga "Sudah, tak apa. Pilih saja makanannya." Katanya sambil memberiku senyum tipis.

     "Saya pesen yang ini satu ya mbak!" Kata Sean kepada seorang waiters sambil menunjuk buku menu.

    "Kalau pacar bapak mau pesen apa?" Tanya waiters itu pada Sean sambil melirik Rena sesekali.

     "Anu, mbak, saya bukan pac-.." kata-kata Rena terpotong karena Sean langsung menjawab waiters itu.

     Sean tahu bahwa Rena memang kebingungan memilih apa yang akan disantapnya malam itu. "Pacar saya sama'in kaya saya aja, mbak." Kata Sean dengan santai.

Deg!

     Ini pertama kalinya dalam 3 tahun, Rena merasakan jantungnya berdegup dan bergetar kencang karena orang lain. Biasanya jantung Rena hanya terasa seperti ini saat memikirkan tentang dia, namun kali ini tidak. Pertanyaan ini tiba-tiba terlintas dibenak Rena, pacar? Mengapa dia menyebutku pacarnya? Ternyata dewi cinta tidak benar-benar mengutukku, bukan? Dewi fortuna, apakah kau sedang berpihak padaku? Tanya Rena dalam hati.

    
~~~
Terima kasih karena telah membaca DEAR,YOU!
Jangan ragu untuk memberi saran dan kritikan~♡
Jangan lupa vote dan komen!
.
"Apakah Rena akan jatuh cinta pada Sean dan melupakan cinta pertamanya?"

DEAR, YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang