2. Berangkat Bareng

4K 437 301
                                    

Cerita ini aku repost ulang gais! Dengan chapter yang lebih panjang tapi tetep ga ngurangin inti cerita ya :")

💫💫💫

Hujan perlahan mereda. Aku juga bisa merasakan perasaanku sudah mulai tenang sekarang. Meski aku masih merasakan nyeri yang luar biasa di sekujur tubuhku. Untung saja dengan sabar om Dana mau membantuku berdiri. Beliau memapahku untuk berjalan menuju mobilnya yang berada di pinggir jalan raya. Sebelum aku benar-benar meninggalkan pemakaman, sekali lagi aku mencium nisan papa dan mama secara bergantian.

"Sudahlah, ikhlaskan mereka pergi. Sekarang kamu harus menata hidup kamu lagi." Ucap om Dana sambil menepuk bahuku.

Aku mengangguk lemas. Sikap om Dana yang sabar dan lembut membuatku teringat akan sosok papa dulu.

"Kita ke rumah kamu dulu ya buat ambil barang-barang. Setelah itu kamu ikut om pulang ke rumah." ajak om Dana.

"Tapi apa nggak pa-pa kalo saya ikut dengan om? Bagaimana kalau istri dan anak om tidak bisa menerima saya nanti? Saya pasti bakalan nggak enak banget om."

Om Dana tersenyum tulus sambil mengelus rambutku. "Istri om justru bakalan seneng kalau kamu datang."

Aku sangat lega mendengar jawaban om Dana. Sejujurnya aku ingin hidup mandiri dan tidak ingin merepotkan siapapun. Setelah aku pikir-pikir mungkin lebih baik aku tinggal di rumahku sendiri daripada harus ikut tinggal di rumah om Dana. Namun om Dana selalu membujukku gar tidak menolak niat baiknya.

Akhirnya setelah setuju, om Dana langsung membawaku untuk memasuki mobilnya. Mobil hitam milik om Dana itu lalu melaju untuk membelah jalanan. Di sepanjang perjalanan aku hanya menatap kosong pemandangan dari kaca mobil. Aku selalu meyakinkan diriku sendiri dalam hati. Bahwa semua akan selalu baik-baik saja tanpa ada yang harus dikhawatirkan nantinya.

* * *

Pagi menjelang.

Matahari bersinar samar-samar hingga cahayanya bisa aku rasakan menembus tirai gorden putih yang berada di kamar yang ku tempati saat ini. Aku terbangun dengan malasnya. Mataku masih bengkak karna menangis semalaman. Namun jika terus menerus seperti ini kasihan om Dana dan tante Marisa yang mencemaskan kondisiku.

Ternyata kedatanganku kemarin disambut baik oleh tante Marisa. Istri om Dana yang masih terlihat cantik itu tidak kalah baik seperti suaminya. Aku benar-benar bersyukur karena bisa diterima dengan baik oleh mereka.

Tante Marisa dan om Dana juga menyurunya untuk menganggap mereka sebagai orang tua kandungku sendiri. Betapa leganya aku.

Saat seperti ini tiba-tiba aku merindukan sosok mama yang setiap pagi menjadi alaramku untuk bangun. Papa yang mengacak-acak rambutku saat sarapan. Aku rindu dengan semua tentang mereka. Tak sadar air mataku mengalir deras membasahi pipi kembali. Ternyata ikhals tak semudah yang ku pikirkan.

"Loh, kok belum siap-siap?"

Tiba-tiba tante Marisa muncul dan langsung duduk di sampingku. Dia mengelus rambut ku yang masih terurai berantakan. Aku langsung mengusap tangisku epat-cepat. Tapi tak bisa ku sembunyikan lagi. Tante Marisa sudah memergokiku menangis pagi ini.

"Ayolah sayang, jangan larut dalam kesedihan terus. Orang tuamu juga akan sedih jika melihat kamu seperti ini. Sekarang kamu mandi dan siap-siap ke sekolah. Tante tunggu di bawah ya. Jangan nangis lagi," ucap tante Marisa dengan wajah keibuannya.

Aku memandang kepergian tante Marisa hingga beliau hilang di balik pintu. Entah kenapa keluarga ini begitu menyayangiku dengan tulus. Padahal aku belum kenal akrab dengan mereka sebelumnya. Tapi mereka sudah memperlakukanku secara berlebihan melebihi tamu yang hanya numpang tinggal di rumah mereka.

BINTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang