1. Si Kembar

471 53 14
                                    

"Bundaaa..."



Mendengar teriakan itu, gue yang lagi tiduran santai di atas karpet depan tv langsung duduk.

Dan dua bocah perempuan yang manggil gue muncul sambil lari kecil

"Ada apa?" Tanya gue. Padahal gue hafal banget kalau dua bocah ini dateng ke rumah gue pasti ada maunya.

Iya, jadi gue bukan Bunda kandung mereka. Gue masih single di umur 27 tahun. Gue juga masih perawan. Ngga mungkin tiba-tiba gue ngelahirin.

Kenapa gue bisa di panggil Bunda oleh mereka?


Awalnya karena celetukan gue sendiri waktu nengok si kembar setelah di lahirkan. Gue yang nanya ke kak Mark,  —tetangga gue yang udah deket banget sampe gue anggep keuarga kak Mark itu keluarga gue, begitupun sebaliknya, sekaligus— ayah si kembar.

Gue iseng nyeletuk, "kak, Naryoung sama Charyoung manggil akunya pake Bunda aja, ya. Gemes banget soalnya. Hehe."

Gak taunya tante Mella, ibunya kak Mark, beneran manggil gue Bunda buat si kembar. Lalu terbawa sampai sekarang.

Itu juga karena Bunda kandung mereka sudah meninggal setelah melahirkan. Gue ngerasa kasihan, jadi tidak cuma panggilan, terkadang gue juga bertugas jadi Bunda beneran buat mereka.




"Ayah sakit, Bun." Charyoung udah narik tangan gue.

"Kata nenek, Bunda Jihyo harus jagain ayah. Nenek mau pergi." Lanjut Naryoung kalem.


Ini adalah bagian yang nggak gue suka.

Dua tahun ini kentara sekali kalau tante Mella berusaha ngedeketin gue sama kak Mark. Bukan ngedeketin karena hubungan gue renggang sama kak Mark, tapi deket dalam artian lain. Seperti mau menjodohkan secara tidak gamblang.

Padahal, justru sikap tante Mella ini bikin hubungan gue sama kak Mark canggung.
Dulu gue ngobrol dan bercanda bakal biasa aja dengan kak Mark, bahkan kalau dulu gue pegang dan gandeng tangannya juga terasa biasa aja. Beda dengan sekarang. Ngobrol doang bisa bikin pipi gue merah.



"Bundaa, ayoo." Lagilagi Charyoung narik tangan gue. Sementara tangan gue yang satunya ngeraih remote buat matiin tv.

"Yaudah, ayo." Gue beranjak berdiri sambil ngegandeng Charyoung dan Naryoung keluar rumah.

Rumah kak Mark itu di depan rumah gue.  Bukan depan persis, selisih satu rumah. Gue langsung masuk rumah itu setelah ngucap salam, mendapati ibu Kak Mark sudah siap pergi.

"Langsung ke kamar aja, Hyo. Mami tinggal dulu." begitu kata Tante Mella.




Charyoung sudah berlari buat ke kamar ayahnya, sedangkan Naryoung masih dalam gandengan gue.

Gue menghela nafas sebelum akhirnya masuk ke dalam kamar kak Mark. Bisa gue liat kak Mark sedang tiduran di atas ranjang sembari tangannya ngusap puncak kepala Charyoung.

Kak Mark senyum ngelihat ke arah gue. Percayalah, ini kali pertama gue liat seorang kak Mark menjadi lemah, letih, lesu dan tak berdaya. Iya, selemes itu.






"Mau di beliin obat di apotik?" Tanya gue berjalan mendekat kearahya, tangan gue terangkat buat megang kening lelaki itu.





Hm..



Engga panas. Cuman berasa anget doang.


"Tadi udah makan obat kok, bun."
Bukan Charyoung maupun Naryoung yang jawab, melainkan kak Mark.

Udah gue bilang, ngobrol sama kak Mark bisa buat pipi gue merah. Ya itu, dia ikut manggil gue dengan sebutan Bunda. Awalnya gue berasa aneh waktu kak Mark menggunakan panggilan itu, lama lama gue salting juga.

"Ya sekarang ayah tidur." Balas gue.

Duh, berasa beneran jadi istrinya kak Mark.









🌱———————🌱

Foto di atas tuh fotonya Charyoung sama Naryoung ya. Bukan nama asli sih, tapi kalau kepo bisa cek ig Chaemiyi13.

Makasih udah baca^_^

In The Zone | Park JihyoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang