Persidangan I

151 3 1
                                    

Saksi dipanggil masuk ke ruang persidangan...
Setelah hakim bertanya mengenai saksi,
Saksi kemudian wajib bersumpah atas keyakinan yang dianutnya, lalu dipersilahkan duduk di tempat sebagaimana mestinya. Saksi kali ini adalah wanita paruh baya berusia sekitar 55 tahun.
Jaksa penuntut dengan wajah serius dan lipatan kerut keningnya yang licin tampak mengamati saksi kali ini

"Apa hubungan anda dengan terdakwa?"

"Saya ibunya...Ibu kandung." wanita tua itu tampak cemas dan ketakutan saat menjawab.

"Bagaimana hubungan anda dengan terdakwa?"

"Ba..baik...sangat baik."

"Bisa anda uraikan kata-kata anda?"

Wanita paruh baya bernama Aisyah itu menatap ragu jaksa penuntut,
"Putriku adalah anak yang sangat berbakti, tak sekalipun ia pernah menyakiti perasaanku, sejak kecil ia sudah berwatak santun dan tak pernah membatah."

Jaksa penuntut berpikir sejenak, "lalu bagaimana hubungan putri anda dengan ayahnya?"

Aisyah tampak kelimpungan, ia melempar pandang pada pengacara murah yang disewanya, maklum saja, Aisyah termasuk golongan menengah ke bawah.

Sang pengacara pun mengetahui isyarat mata Aisyah , ia lantas mengangkat tangan berkata, " Interupsi, ketua majelis!"

Hakim tampak berpikir menimbang-nimbang perihal, namun secara kilat ia memutuskan, "Interupsi ditolak."

Jaksa penuntut tampak sedikit senang dari ekspresinya. "Silahkan dijawab Nyonya Aisyah?"

Aisyah menghela nafas. "Saya dan suami saya, mmm,,maksud saya mantan suami, kami sudah bercerai sejak Nina masih kecil."

"Lalu terdakwa, nyonya Nina , dibawah asuhan siapa kala itu?"

"Saya." jawab singkat Aisyah , tak mampu mengambil resiko.

"Hm. Bagaimana hubungan mantan suami anda dengan terdakwa?"

"Baik, Ya, baik-baik saja"

Jaksa penuntut kembali berfikir, "Apa alasan anda bercerai?"

Pengacara pihak Aisyah kembali berdiri, "Keberatan, ketua majelis. Pertanyaannya jaksa penuntut terlalu menjerat saksi."

Hakim melirik. "keberatan diterima."

Aisyah bernafas lega, ia sungguh tak ingin membahas luka lama bersama mantan suaminya yang seorang peserong. Terlalu pedih baginya mengingat kenangan buruk itu, terutama ketika ia sedang mengandung Nina di dalam rahimnya, dengan tega sang suami kala itu beradu kemesraan dengan seorang wanita penjajak seks komersial. Kejadian itu masih terngiang jelas di dalam ingatan Aisyah.

Jaksa penuntut mengalihkan pertanyaannya pada pokok lain dalam poin pikirannya. "Bagaimana pola asuh terdakwa terhadap putrinya? Maksudku, tanggung jawab tersangka sebagai ibu?"

Dengan mata lurus, Aisyah berkata ,"Nina adalah ibu yang baik, di mata saya. Putriku ity sangat menyanyangi puntrinya, tak pernah sekalipun ia berbuat kasar ataupun berkata kasar pada putrinya, ia merawat putrinya dengan penuh kesabaran."

Aisyag menitikan air mata. Ia tak bisa menahan kepedihan hatinya terutama kala musibah ini terjadi,
Putrinya yang lembut,anggun, sabar, dan santun itu terjerat kasus pidana pembunuhan. Aisyah menutup mata sesaat ia tak yakin dengan apa yang terjadi jika itu benar adanya, menurut Aisyah, hubungan Nina dan Aldi selama ini baik-baik saja, bahkan tak pernah ada keributan sama sekali di mata Aisyah.

Setelah Aisyah bersaksi, ia dipersilahkan kembali duduk di kursi saksi di belakang kursi pemeriksaan. Hakim ketua bertanya pada jaksa penuntut, bahwa apakah masih ada saksi yang akan diajukan pada sidang hari ini.
Jaksa penuntut dengan yakin menjawab,"Masih"...

...
...
...
...
...
...
Persidangan pembuktian hari itu ditunda karena situasi yang tak terduga, yaitu hakim anggota 1 secara tiba-tiba terkena serangan jantung fi tengah jalannya persidangan...

Dua orang polisi yang mengawasi Nina di ruang tahanannya memerhatikan gerak gerik Nina.
Nina tampak tenang, ekspresi datar tanpa senyum😶, bahkan tanpa ketakutan apa pun mungkin akan menjerat dirinya atas dakwaab sebagai pembunuh suaminya sendiri.

"Aku heran pada wanita itu, ia terlihat tenang, seolah tak terjadi apa pun"
Kata salah seorang petugas kepolisian. "Menurutmu dia sungguh melakukan pembunuhan keji itu?" sambungnya.

"Entahlah...yang ku herankan dia bersikukuh membantah telag melakukan pembunuhan itu, padahal semua bukti mengarah padanya." Tukas petugas polisi satunya.

Nina duduk di lantai ruangan berjeruji besi itu, tangannya memeluk kedua lututnya. Ia melungkupkan kepalanya ke bawah sambil bersenandung kecil...

Kedua orang bertugas itu kembali memerhatikannya. "Apa wanita itu sudah tidak waras?" ujar seorang petugas, "Sayang sekali, padahal wajahnya nampak begitu anggun dan keibuan, besar kemungkinan ia dijatuhkan vonis hukuman mati. Kira-kira berapa usia wanita itu?"

"Dari data yang ku lihat, dia berusia 31 tahun."

"Masih terbilang muda jika ia harus menerima vonjs hukuman mati."

Nina memerhatikan kedua petugas yang sedang membicarakannya...
Ia hanya tersenyum datar. Matanya menerawang di seluk beluk batas lantai tahanan...

CINTA LEWAT ISTIKHARAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang