Telah ku lantunkan simfoni.
Dengarlah, sebelum segalanya terasa sunyi.
_____Zein tidak berbohong, tentang hari minggu ramai dan penuh sorai. Anak kecil sampai manula bisa ia temui dengan beragam aktivitas yang menyenangkan.
Lelaki itu datang dengan menggunakan sepeda, seniat itu mencari penat dan keringat. Decha sebenarnya tidak memiliki sepeda, jadi benda roda dua yang ia naiki saat ini adalah hasil meminjam paksa milik kakaknya. Jarak dari rumahnya ke taman kota ternyata cukup dekat, namun bagi Decha si pecinta hibernasi di minggu tenang, mengunjungi taman kota pagi hari adalah perdana baginya.
"Ramai, kan?"
"Huaa ... pengen kayang di sini Zeinnn." Decha berseru antusias, membuat Zein menatapnya keki. Malu dia.
"Jangan bikin malu,atau gue pulangin," ancamnya yang kini mulai mengayuh sepedahnya menjauhdari Decha.
Dih!
Gadis itu ikut mempercepat kayuhannya, kembali mensejajarkan posisinya dengan Zein.
"Zein, lain kali ke rumah gue pakai sepeda yang ada boncengannya."
"Kenapa emang?" Zein bertanya dengan mata yang masih menatap lurus ke jalan.
"Biar gue nggak ngayuh, lo aja yang boncengin gue."
"Terus partisipasi lo apa Decha, kalau cuma duduk doang di belakang?" lelaki itu bertanya gemas.
"Nemenin lo bernapas."
Zein meliriknya sekilas, kemudian mencebik masam. "Cewek gila."
"Hehe, makasih pujiannya."
Setengah jam bersepedah mengelilingi taman kota, keduanya memutuskan untuk beristirahat sejenak di bawah pohon rindang. Sebenarnya Zein masih akan melanjutkan satu putaran lagi, namun Decha sudah merengek capek.
Gadis itu terlihat menenggak kopi good day yang sengaja dibeli mereka pada minimarket terdekat tadi. Heran juga dia, pagi-pagi si Decha udah bikin lambung marah-marah aja.
"Lo mau? Nih." Gadis itu menyodorkan kopi yang tersisa setengah kearah Zein.
"Sopan lo ngasih sisa begitu?"
Decha menyengir, "ya habis ngapain ngeliatin gue minum?"
Zein mendengus, mengambil alih botol kopi dari tangan Decha yang kemudian menggantinya dengan air mineralnya yang masih utuh.
"Lebih sehat," katanya.
Decha tak mendebat, ya memang mau mendebat apa?
"Tadi, gue lihat si Lingling sama Dava."
Decha tergelak, Zein masih saja suka memanggil Elsa dengan sebutan Lingling. Katanya, Elsa sipit seperti Lingling gadis Tiongkok.
"Dimana?"
"Di Budhe Kekehi," tunjuk Zein dengan dagunya, membuat Decha mengernyit tak paham.
"Budhe Kekehi siapa sih?!"
"Itu loh yang jualan nasi pecel di depan taman."
Decha ber-oh ria. Ia paham tempat yang dimaksud oleh Zein, namun baru tahu jika pemilik warung bernama Budhe Kekehi. Ah, kalau begini ceritanya, ia jadi ingat Youtuber yang mendedikasikan dirinya sebagai Queen Pentol. Idolanya Kak Kelvin itu rupanya memiliki nama yang mirip dengan penjual pecel di tempatnya.
"Kenapa ya dinamain Kekehi?" Decha bertanya random.
"Konon kata warga setempat sih, Orang tua si Budhe Kekehi ini suka terkekeh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Beloved-I: Season of Decha [Completed]
Teen FictionKamu adalah, orang yang kucintai dengan banyak hal, aku menyukaimu dari sudut manapun kamu dipandang. Lensamu mungkin telah memotret ribuan cerita, namun hasilnya tidak akan sebagus mataku yang telah memotret ragamu sebagai si sumber cerita.