"Keva, dimana Dad dan Papa?"
Nave baru saja pulang saat melihat rumahnya masih sama seperti tadi pagi, sepi sekali. Keva sebagai kepala pelayan disana membuka sopan mantel yang Nave gunakan, sebelum menjawab dengan suara rendahnya.
"Tuan dan Nyonya masih berada di kamarnya sejak tadi pagi, Tuan Muda" jawabnya singkat.
Nave naik ke atas tanpa mengatakan apapun lagi, mengetuk pelan pintu kamar orang tuanya sampai tubuh gagah Steve terlihat dan memandang Nave terkejut sebelum mempersilahkannya untuk masuk.
Wajah anaknya yang kusut pasti terjadi karena Nave mengkhawatirkan ibunya sejak tadi berangkat bekerja. Al sudah tertidur dan baik-baik saja sekarang, bukan masalah jika anaknya menjenguk saat ini.
Mata Nave terpaku pada tubuh Al yang tertidur nyenyak dibawah balutan selimut tebal. Papanya tidak lagi merintih, atau menjerit seperti hari-hari sebelumnya. Nave usap keringat di kening Al lembut, tersenyum lega saat tahu Al baik-baik saja untuk saat ini.
"Tadi di kantor Kakek semua keluarga kita berkumpul Dad" ujar Nave memulai pembicaraan. Nave sudah menebak bahwa dadnya tidak akan terkejut, dan itu benar-benar terjadi.
"Apa ini ada hubungannya dengan Papa, Dad?" tanaya Nave. Steve tidak berniat menjawab, hanya menghela nafas berat lalu naik ke atas ranjang untuk mengecup pelan kening Al.
"Papa sebenarnya sakit apa Dad?" desak Nave lagi. Anak itu tidak akan terima jika dadnya kembali mengabaikannya lagi hari ini. Semua study nya, semua kedewasaannya, Nave lakukan itu semua demi keluarganya. Dia tidak akan senang jika dia terus diperlakukan sebagai anak kecil lagi disini.
"Papamu ba-"
"Papa tidak baik-baik saja Dad! Keluarga kita tidak akan menjadi baik-baik saja jika Dad terus menyembunyikan segalanya dari anak Dad sendiri!"
Tanpa sadar Nave malah meninggikan suaranya, menyebabkan tubuh Al tersentak pelan dan mulai menangis dalam tidurnya. Tubuhnya setengah sadar, mencari Steve untuk mendapatkan kehangatan dan rasa nyaman disana.
"Mereka datang Steve...... Hiks, mereka akan datang..." lirih Al pelan. Nave mendengarnya dengan jelas sekarang. Papanya ketakutan karena alasan yang tidak jelas, dan ini bukan masalah sepele mengetahui bahwa keluarga Tritas dan Lebora tidak akan mudah disentuh oleh orang lain selama turun-temurun.
"Steve...."
Al meremas baju tidur Steve kuat, menyalurkan rasa takut yang menggerogotinya beberapa tahun ini.
"Sshhh.... Tidak akan ada yang datang Baby... Tidurlah, aku disini denganmu" bisik Steve lembut berulang-ulang sampai Al kembali tertidur. Nave melihat semuanya, akhirnya melihat semuanya dengan mata dan kepalanya sendiri.
Steve memandang tajam Nave saat tahu anaknya masih berdiri disana. Namun bukan Alpha dominan namanya jika dia mudah terancam oleh Alpha lain. Nave memandang Steve untuk penjelasan, dan Steve juga masih cukup keras kepala untuk memegang janjinya kepada Al untuk merahasiakan semuanya dari anak mereka Nave.
Menarik nafas perlahan, Steve mengeluarkan wibawanya sebagai seorang ayah.
"Tidurlah Nave. Kau pasti lelah bekerja seharian ini"
Lagi. Dadnya tidak mau mengatakan apapun dan mengusir Nave seperti dia masihlah anak berumur lima tahun yang tidak mengerti apapun. Nave ingin marah, namun urung takut jika saja papanya kembali bangun dan menangis seperti tadi.
"Aku tidak akan berhenti sebelum tahu kebenarannya Dad" ancam Nave pelan sambil berjalan keluar. Sebelum mencapai daun pintu, Nave menyempatkan diri untuk menatap tajam ayahnya lalu menutup pintu kamar itu dengan sepelan mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] My Mate 2 (boyxboy)
Ciencia FicciónNave Tritas Lebora, anak tunggal turunan dua keluarga Alpha paling elit, Tritas dan Lebora beranjak dewasa dan menemukan beberapa fakta mengejutkan dari keluarganya. Entah dari sang ibu yang manja, atau ayahnya yang tegas. Masa lalu kelam yang berus...