Sebulan berlalu sejak kejadian pagi itu. Selama itu dia tidak pernah lagi menyapaku, melainkan menyapa yang lain. Beberapa minggu lalu, kulihat ia mulai dekat dengan Luna, teman sekelasku. Ku dengar juga bahwa Luna menyukainya sejak awal ia pindah ke sekolah ini. Ah, untuk apa juga aku membahasnya, tidak penting juga untukku.
Pagi ini aku lebih awal sampai disekolah. Entah apa yang membuatku datang secepat ini. Kulihat sekolah masih sepi, Pak Beni juga sedang menyapu halaman. Langsung saja ku sapa ia seperti biasanya.
"Pagi Pak Beni" ucapku sambil tersenyum
"Pagi juga. Eh tumben nih kak Alya cepat datangnya. Biasa juga terlambat kak"
"Hehe.. Iya nih pak, tiba-tiba ingin pergi lebih awal."
"Bagus dong Kak, begini saja seterusnya."
"Siap Pak Ben! Eh iya Pak, baru saya ya yang sampai disini?"
"Enggak Kak. Tadi ada yang sudah datang, teman sekelasmu."
"Yasudah deh Pak, Alya ke kelas dulu deh, selamat bekerja Pak Ben!"
"Siap Kak Alya!"Tumben ada yang sudah datang jam segini. Siapa ya dia? Batinku. Karna penasaran, kupercepat langkahku meniki tangga menuju kelas. Saat aku sampai didepan pintu kelas, ku lihat ada seseorang. Dia seperti sedang menaruh sesuatu dilaci... Wira! Setelah kulihat lagi, ternyata itu Luna.
Aku melangkahkan kakiku untuk masuk kedalam dan kemudian duduk. Betapa terkejutnya dia melihat aku yang baru saja duduk di kursiku. Kini dia tampak gugup saat aku melihat kearahnya. Kupalingkan wajahku dan kuputuskan untuk tidur saja sampai nanti bel masuk berbunyi.
Saat bel berbunyi, aku bangun dari tidurku dan betapa terkejutnya aku melihat Wira disebelahku sambil memperhatikanku. Sejak kapan dia ada disini? Untuk apa dia disini? Bukankah tempat duduknya ada dipojok belakang sana? Dan, dimana Fira sekarang? Ah ternyata Fira ada dibelakang. Pasti Wira yang memintanya untuk pindah.
"Sudah sebulan aku mencoba untuk menjauhimu, menghilangkanmu dari fikiranku, tapi ternyata berat. Sangat berat. Sekarang kuputuskan untuk memperjuangkanmu. Apapun itu resikonya, akan kuhadapi." Katanya sambil menggenggam tanganku.
Aku menatapnya dengan tatapan yang tajam. Seolah mengerti, dia melepaskan tanganku dari genggamannya. Aku menarik nafas dalam-dalam, kemudian berkata padanya, "Terserah apa mau kamu. Aku sama sekali tidak tertarik dengan ini. Maaf, aku juga tak ingin ada yang mengira bahwa aku akan merebutmu darinya."
Kelihatannya dia tidak paham dengan apa yang aku katakan padanya. Wajahnya terlihat sangat kebingungan dengan ucapanku. Saat dia ingin berbicara, guru agama pun masuk kedalam kelas. Dia pun langsung kembali ke tempat duduknya semula. Syukurlah aku tak perlu menjawab kebingungannya itu saat ini, pikirku.
Setelah pelajaran agama selesai, Alif sang ketua kelas memberikan pengumuman bahwasanya para guru akan mengadakan rapat bersama kepala sekolah sampai siang nanti. Dan besok, semua murid juga di liburkan. Atas izin kepala sekolah, para murid dibolehkan untuk pulang kerumah. Seisi kelas langsung ribut mendengar pengumuman tersebut.
Kulihat jam tanganku, ternyata masih pukul 9 pagi. Karna masih merasa ngantuk, aku melanjutkan tidurku sambil memakai headphone ditelinga dan menyetel lagu favoritku agar tak kudengar suara keributan dikelas ini.
Saat aku mulai terlelap, aku merasa seperti ada yang sedang memperhatianku. Perlahan aku mulai membuka mataku, ternyata kelas sudah kosong. Ketika aku melihat kesamping, ternyata Wira sedang duduk dan menatapku.
Dan tanpa sadar, mata kami bertemu, saling bertatapan. Cukup lama, cukup dalam. Saat tersadar, aku langsung memalingkan wajahku. Hening. Tidak ada suara diantara kami. Hanya kecanggungan saja. Saat aku ingin berbicara, ternyata dia juga ingin berbicara.
"Kau..."
"Aku..."
"Kamu duluan," katanya.
"Kau sedang apa disini? Kenapa tidak pulang juga?"
"Aku sedang menunggumu"
"Ha? Untuk apa?"
"Ada yang ingin kusampaikan padamu"
"Katakan saja"
"A..Aku.. Ah, nanti saja," katanya dengan gugup.
"Kenapa? Katakan saja sekarang"
"Apa nanti kamu akan marah?"
"Buat apa aku marah?"
"Berarti tidak akan marah?"
"Tidak. Katakanlah"
"Baiklah," ucapnya sambil menarik nafas, "Aku menyukaimu, Al" Lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reviens
Teen FictionMeski telah berkali-kali kau menghancurkan hati ini, tetap saja aku selalu kembali lagi, dan lagi.