JATUH CINTA

30 1 0
                                    


Jam yang ku pasang di tangan kiriku, kini menunjuk angka 3. Cuaca yang panas, berhasil membuat kulitku memerah, dan aku sudah bisa pastikan bahwa sekarang kedua pipiku pasti sudah memerah seperti tomat, atau udang rebus. Aku merasa kesal, sangat kesal. Bagaimana tidak, aku sudah menunggu hampir 2 jam disini, di pinggir lapangan gasibu, di tempat terik yang walaupun aku sudah duduk di bawah pohon, terik matahari seperti seolah mengikutiku.

"Dira," teriakan yang ku kenal berhasil mengalihkan pandanganku yang sedari tadi menatap lapangan luas yang berada di depanku ini. Oh tidak, aku benar-benar sangat ingin mengumpat ketika melihat cengiran di wajahnya itu. Ami berjalan ke arahku dengan langkah bak model papan atas, wajahnya yang putih bersih seolah bersinar di bawah sinar matahari, berbeda denganku yang kini terlihat seperti gelandangan.

"Kamu dari mana aja sih?" tanyaku kesal, aku sungguh bukan manusia yang pandai menutupi perasaanku, aku hanya akan memperlihatkan perasaanku lewat nada yang keluar dari mulutku, atau mimik wajahku.

Ami mengambil duduk di kursi yang berada di samping kananku. Walau kita duduk di bawah pohon rindang yang sama, namun penampilan kita terlihat sangat berbeda. Ami yang sangat rapi, wangi dan segar, sedangkan aku terlihat begitu kumal dengan kaus putih belel ini. Aku menyampirkan tas ransel milikku, menatap Ami dengan tatapan seolah ingin memakannya bulat-bulat, "Kamu ga mau jawab pertanyaanku?" tanyaku masih dengan nada kesal.

"Sttt...," bibirnya mengerucut dengan jari telunjuk lentik miliknya yang dia taruh di bibir berpoleskan lipstik marun.

"Kamu tau ga?" lagi dan lagi, dia bukannya menjawab pertanyaanku, tapi malah balik bertanya dengan pertanyaan yang bahkan aku tidak tahu maksud dari pertanyaan itu apa.

"Apasih?"

"Ronal," ucapya penuh dengan penekanan, dengan raut berseri-seri seperti seorang putri yang sedang jatuh cinta.

Oke sekarang apalagi? Ronal? Laki-laki berperawakan tinggi dengan rambut lurus yang dia pangkas rapih, seorang ketua BEM, anak jurusan fakultas kedokteran, dan juga Ronal adalah kakak tingkat kami berdua. Lalu apa? Apa mereka berdua jadian? Sungguh jika itu beritanya, aku tak akan mau repot-repot peduli. Setelah hampir 2 jam aku menunggu Ami untuk pergi ke Palasari, salah satu tempat yang ada di Kota Bandung, tempat menjual buku dengan harga yang murah. Dua hari kemarin aku dan Ami membuat janji untuk pergi kesana karena ingin mencari buku, dan aku memang sengaja menunggu dia disini, karena ada urusan yang harus aku bereskan dulu, kebetulan jarak terdekat dari tempat kami masing-masing berada adalah lapangan gasibu ini. Tapi sekarang jika dia datang dengan membawa cerita yang sangat tidak penting, itu pasti akan berhasil menyulut emosiku.

Daripada aku repot-repot mengeluarkan suara, aku lebih memilih diam, menunggu Ami yang aku yakin, sudah siap dengan segala cerita yang dia simpan di kepalanya sepanjang jalan menuju kesini.

"Tadi aku kan habis dari ruang BEM, terus aku ketemu sama Ronal, dan kamu tau apa?" lagi dan lagi dia hanya mengakhiri kalimatnya dengan tanda tanya, yang tak berujung itu.

"Bisa ga kalau kamu mau cerita itu langsung aja? Aku ga tau, jadi ga usah nanya "kamu tau ga?" Ami, aku udah nunggu disini selama 2 jam, jadi jangan buat aku makin marah ke kamu dong, lagian apasih? Kenapa sama si Ronal Ronal itu? Aku benar-benar ga..."

"Dia suka kamu"

Jduaar... untuk pertama kalinya aku merasa ada petir disiang bolong yang menyambar tepat saraf pusatku. Aku terdiam beberapa saat dengan mata melotot dan mulut terbuka, aku membalikan tubuhku ke arah Ami, menatapnya tak percaya, "Kamu ngelindur?" tanyaku pelan, aku ingin tertawa, sungguh, aku ingin tertawa, tapi suaraku seolah hilang, dan yang tersisa saat ini hanya diamku yang pasti terlihat sangat bodoh.

ADIRA LARASATIWhere stories live. Discover now