ORANG DUNGU BERKELAKUAN GILA

12 3 0
                                    


Semalaman suntuk aku tak bisa tidur, kedua mataku terlihat persis seperti mata panda. Lingkaran hitam yang membekas dengan tegas, menegaskan bahwa Adira Larasati tidak dapat tidur semalaman karena terus memikirkan Ronal, sang Ketua BEM yang juga kakak tingkatnya di Fakultas Kedokteran, yang juga sekarang menjadi cinta pertamanya. Cinta pertama? Iya, semalaman aku terus memikirkan Ronal dan keluarlah ucapan "Mungkin Ronal Geraldi adalah cinta pertamaku".

Lalu saat ini aku sedang memasukan beberapa buku ke ranselku yang mesti dan wajib aku bawa, kalau tidak dosen itu pasti akan mengomel padaku, dan bicara dengan suara lantang bagai peluru meletup ke udara "Kamu beli buku untuk apa kalau ga kamu bawa? Mau dijadiin panjangan di kamarmu?", seperti itulah, sangat menyebalkan, tanpa dia tahu betapa beratnya buku-buku ini.

Loker? Iya aku punya loker, tapi aku memilih tidak memakainya daripada harus mengeluarkan uang untuk menyewanya. Karena untuk dua semester ke depan aku memutuskan untuk tidak menyewa loker lagi, hanya untuk dua bulan ke depan, karena ada barang yang aku ingin beli, jadi aku mengorbankan badanku yang kecil ini untuk menanggung beratnya buku buku Kedokteran milikku, yang beratnya mungkin bisa sampai 3 kg.


Pak Indra yang sedari tadi menjelaskan tentang sistem reproduksi, berhasil membuatku mengantuk. Aku sedari tadi terus saja menguap, dengan air mata yang perlahan keluar membasahi ujung mata. Menandakan bahwa aku telah masuk ke fase dimana aku harus tidur segera. Tapi tamat riwayatku jika aku tidur saat ini juga, sudah dapat dipastikan dosen itu pasti akan mengeluarkan taringnya beserta tanduk di kepalanya yang licin bagaikan batu akik yang rajin digosok pemiliknya.

Ponselku bergetar, satu chat, dua chat, tiga chat, masuk secara berurutan. Nomor baru kembali masuk ke ponselku. Siapa lagi ini? Apa nomorku begitu pasaran hingga banyak orang yang tahu? Padahal aku tidak terlalu kenal banyak orang disini. Walau aku memang salah satu anggota BEM, tapi aku tidak sepopuler ini hingga harus mendapatkan pesan kedua kalinya oleh nomor yang tidak dikenali. Yah pasti kalian tahu, pesan pertama dari Ronal, dan pesan yang ini aku tidak tahu.

Aku memutuskan untuk membuka pesan itu.

"Lo Larasati bukan?"

"Divisi humas, jurusan Kedokteran?"

"LO PUNYA PULSA GA SIH?"

Chat terakhir yang masuk benar-benar seperti menaikan amarahku. Apa maksudnya pertanyaan itu, menanyakan hal yang sangat tidak sopan. Seharusnya jika dia punya etika, dia mengenalkan terlebih dahulu dirinya siapa. Bukannya malah bertanya "LO PUNYA PULSA GA SIH?" dasar brengsek, dan lagi pula kenapa dia memanggil aku dengan nama belakangku? Ini untuk pertama kalinya aku dipanggil Larasati, dan terasa sangat aneh.

Aku membuka foto profilnya, dan hanya ada gambar motor vespa warna kuning. Oh mungkin dia itu manusia sejenis vespa yang kalau ngomong persis seperti suara knalpot.

Aku memasukan ponselku ke dalam ransel, tak ingin membalas chat itu, sudah terlalu muak hanya dengan memikirkan isi chat terakhir itu.

Aku kembali melihat ke depan, mencoba untuk mempusatkan arah pandangku, namun aku melihat Pak Indra bangun dari duduknya, menutup buku tebal bersampul biru lusuh miliknya. Dan kini setelah dia pergi meninggalkan kelas, hanya tersisa tugas segunung yang dia hadiahkan pada kami semua. Tugas individu, yang mesti wajib dikumpulkan minggu depan.

Rasanya aku ingin menangis. Ulah pak Indra benar-benar sangat membuatku geram. Dia memberikan waktu seminggu untuk tugas yang tak terkira. Apa dia berniat ingin membunuh mahasiswanya?

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 21, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ADIRA LARASATIWhere stories live. Discover now