Awal

357 38 20
                                    


Kerancuan bertebaran 

2k+ hanya diabisin untuk ngobrol, waspadalah...

.

Douzoo

.

.

.


Angin masih setia mengantar panas di dua puluh hari sebelum memasuki musim gugur, entah kenapa musim panas tahun ini begitu ekstrim, setidaknya untuk banyak orang yang selalu melewatkan berita pagi di televisi.

Mungkin menempel di pohon adalah solusi tersehat untuk berlindung dari terik matahari. Meski begitu, bukan ide terbaik untuk lepas dari kata gerah. Bila sudah seperti itu, maka berdiam diri dalam ruangan yang memiliki pendingin ruangan adalah pilihan terbaik. Singkatnya, ini merupakan hari yang sangat cocok untuk bermalas-malasan, mungkin sekedar berjalan-jalan tidak jelas.

Tentu saja keadaan yang tidak berlaku bagi semuanya.

.

.

.

Vas bunga di atas meja tersingkir sampai menyentuh lantai, ditaruh hati-hati. Diikuti dengan bunyi kertas yang saling bergesek, membawa aroma matang dari percetakan untuk ikut bergelung dengan aroma lemon-menthol yang dihantarkan pendingin ruangan.

Remot kecil di sudut meja kerja kembali dijamah, sekedar dipijit beberapa kali dengan moncong terarah ke alat elektronik di sudut ruangan, benda persegi panjang—tersentuh lekuk simple sana sini—berwarna putih dan abu sebagai corak. Tangan yang sama membebaskan satu kancing yang masih terkait diantara celah kain, melepas kungkungan kain linen agak keras itu dari tubuh. Kaki dipaksa ubah ke posisi melurus, membawa bokongnya untuk salam sampai jumpa pada dudukannya sejak tadi. Semetara jas berwarna abu dengan kerutan di beberapa bagian tadi terhempas ke bahan kulit hitam dibelakangnya—tumpuan yang menemani sang pemakai diposisi nyaman sekalipun wajah selalu dihadapkan pada tumpukan dokumen harum tinta ataupun mesin terbakar.

Sukses menegakan tubuh secara sempurna, matanya langsung tereksploitasi penuh untuk seorang wanita paruh baya di sofa ruang kerjanya. Sedikit memberi tatapan tak suka. Karena bagaimana pun mood kerjanya kini seolah ditelan bumi berkat hadirnya wanita itu, beberapa menit lalu saat suara dobrakan keras sampai di cuping telinganya. Lalu dengan seenak jidat menodai ruangan kerjanya. Lagi-lagi dengan kertas.

"Hentikan tatapanmu itu, Hannie." Sang wanita mendelik sangsi sebelum kembali pada kesibukan kecilnya. "Cepat kemari!"

Hembusan nafas lelah lolos. "Aku sedang melakukannya." Empat langkah terakhir diambil, sampai di beberapa detik berikutnya sebuah sofa single di Utara meja terisi berat yang lain. Pandangan miris dijatuhkan untuk mejanya yang tak suci lagi berkat berpotong-potong art paper.

Mulai menyamankan posisi, Lu han sang pria berparas elok yang sulit ditolak pesona dan kharismanya ini, memperdalam kernyitan di dahi. Tatapannya jelas sangsi untuk kekacauan di mejanya sekaligus orang yang menyebabkan itu.

Sejak kapan wanita berpostur tubuh bagus, kulit terawat, wajah terlihat muda serta terhias helaian hitam lurus ini—oke tak ada sangkut-pautnya— Tapi, sungguh, ada apa sampai wanita ini bersuara kelewat excited untuk hal kecil yang tak perlu komentar?

Setidaknya bagi Luhan, perlu waktu cukup lama untuk mendapat timing bicara. Maka dari itu dia tak mensia-siakan saat wanita itu selesai dari kertas-kertasnya dan mulai mengatur duduknya.

A Messy Life of Bad CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang