2

505 80 233
                                    

Nyatanya, selebu harsa hanyalah lembar kosong tak bermakna di rumah terlampau megah dari orang tua yang begitu tega memberikan rajaman luka yang bermuara dalam sanubari pada sang buah hati.

Bulan purnama membayang di dinding kusam yang merekam tangisan seorang gadis yang cantik dan kuat. Bintang tampak melenggang saat lara berlari sekuat tenaga memungut selebu harsa dari Tuhan.

Lara tak terbendung, "Aku cuma manusia biasa yang ingin bahagia."

Di atas mayapada yang kian menua ada seorang gadis yang cantik dan kuat mengharap selebu harsa dari Tuhan. Nadine adalah gadis yang cantik dan kuat, sang buah hati dari keluarga yang tak dirindukan.

"Tuhan, apa aku bisa bahagia?" tanya Nadine dalam hati.

Sejak arunika menghiasi nabastala hingga bulan purnama mengisi kekosongan buana di malam hari Nadine hanya mendengar pertengkaran hebat orang tuanya. Ia telah ditelantarkan oleh papanya yang sibuk menghamburkan uang bersama wanita penghibur dan mamanya yang sibuk mengadu nasib sebagai accounting manager di salah satu perusahaan perbankan di Kota Metropolitan sejak lima tahun yang lalu.

Papa dan mama berteriak meluapkan kemarahan yang tak kunjung reda. Bagi Nadine, langit kehidupannya mendung yang mengundang sendu.

Nadine meraih ponsel yang tergeletak di meja belajarnya, lalu ia melihat notifikasi chat dan telepon dari Clarissa dan Evelyn.

Nadine berupaya membalas pesan ke sahabatnya.

Clarissa

Nadine... Hari ini lo masuk sekolah? Gue sama Evelyn udah nggak sabar untuk meet up sama lo setelah liburan sekolah

Sorry, gue baru bales chat yang lo kirim, Sa. Hari ini gue nggak masuk sekolah, soalnya gue lagi kurang sehat. Jujur gue juga udah nggak sabar untuk meet up sama lo dan Evelyn setelah liburan sekolah

Get well soon, Nad. Lo udah minum obat, kan?

Amin
Iya, lo tenang aja gue udah minum obat, kok

Gue harap besok lo masuk sekolah, ya

Iya, Sa. See you tomorrow at school

Okay, good bye

Nadine berupaya menelepon sahabatnya.

"Hai Evelyn... Sorry, gue nggak angkat telepon dari lo, Lyn," suara Nadine terdengar dari balik ponsel yang digenggam oleh Evelyn.

"Hai Nadine... It's okay, no problem. Anyway, kenapa hari ini lo nggak masuk sekolah?" Evelyn menyayangi Nadine dengan segenap rasa kasih sayang.

Raut wajah Nadine sama sekali tidak bisa membohongi binar-binar kesedihan yang memuncak dalam dada, lalu ia menghela napas kasar untuk mengambil jeda sebelum memberi jawaban ke Evelyn dengan tenang.

"Karena hari ini gue lagi kurang sehat," jawab Nadine. Ia merajut pilu di tengah sendu.

"Oh my God, I hope you get feeling better soon, because I can't wait to see you smiling again. Kalau begitu lo harus jaga kesehatan, Nad," Evelyn tampak cemas pada sahabatnya.

"Siap, Lyn. Lo tenang aja gue akan jaga kesehatan. Besok gue masuk sekolah, kok," Nadine meneduhkan cemas yang kelam.

"Iya, sampai ketemu di sekolah, Nad," Evelyn menuai rindu yang enggan tenggelam dalam pertemuan pada sahabat.

"Iya," Nadine mengakhiri sambungan telepon dengan Evelyn.

Nadine menyembunyikan rajaman luka yang bermuara dalam sanubari di hadapan sahabat. Ia memang terbiasa memendam duka sendirian, namun terkadang ia menitipkan duka kepada Tuhan atau mencurahkan duka melalui untaian kata dalam buku diary.

Selebu Putih Abu-AbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang