#4

1.7K 354 56
                                    

Ada bidadari di dapur kecil rumahku.

Bidadari itu mengikat rambutnya menjadi seperti ekor kuda dan mengenakan celemek ibuku. Tangannya lihai sekali memainkan spatula di atas wajan. Wangi omelet telur memenuhi dapur seketika. Memandangnya dari belakang membuatku ingin menaruh dagu di bahunya—tapi ya gila saja jika aku melakukannya.

"Pesawat omelet siap masuk perut Bisma!" Setelah menaruhnya di piring, April menaruh omeletnya di samping piring nasiku.

Makan malamku luxurious sekali. Sup jamur duet dengan omelet. Yang masak bidadari.

"Ayo, dicobain," pintanya sembari duduk di kursi seberangku. "Maaf ya kalo kurang enak. Aku juga masih belajar masak soalnya."

Tanpa ba-bi-bu, aku mengambil sendok dan mulai memotong omelet. Terlihat uap mengepul begitu benda kuning itu terpotong. Setelah ditiup, aku memasukkan potongan itu ke dalam mulut dan merasakan sesuatu yang beda dari omelet biasanya.

Memang sih, tampilannya tidak ada yang beda dari omelet buatan Ibu. Tapi ajaibnya seorang April membuat omelet ini terasa istimewa.

"Enak..."

April tersenyum lebar begitu mendengarnya.

**

Seusai makan malam, aku mengajak April kembali ke ruang tamu dan mungkin saja dia ingin pulang karena sekarang sudah nyaris setengah sepuluh. Tidak baik bukan, seorang gadis berada satu rumah dengan laki-laki yang bukan muhrimnya sampai malam begini?

"Bisma," panggil April, menghentikan langkahnya.

Aku menoleh dan mengikuti arah pandang April yang jatuh pada rak kaca kecil di pojok ruang tamu. Disana ada tumpukan mainan lamaku yang memang sudah berdebu dan tak pernah kumainkan lagi. Mulai dari yoyo sampai monopoli.

"Itu papan apa?"

"Yang itu?" aku menunjuk papan yang mata April tuju. "Itu papan monopoli."

"Bukan, yang bawahnya."

Waduh, aku juga lupa.

Maka dari itu, aku melangkah maju mendekati rak dan menarik papan yang April maksud. Ternyata, itu papan ular tanggaku. Gambarnya Power Rangers. Maklum, mainan ini 'kan mainan masa kecilku. Dan sebagai infomarsi tambahan, aku penggemar berat ranger merah yang gagah itu.

"Mau main?" tawarku sambil mengangkat sedikit papannya agar April jelas melihatnya.

April mengangguk semangat. "Mau!"

Next Door to April | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang