Chapter 23

16.5K 875 16
                                    

Aku keluar dari ruang rias wanita menemui Heru yang juga menjadi penerima tamu di acara pernikahan Adya. Dia terlihat sangat gagah khas pria Jawa dengan beskap yang membalut tubuhnya, tidak ada aura kelelahan sama sekali padahal ia baru saja landing dari Dubai dua jam lalu. Dia tersenyum melihatku yang berbalut kebaya kutubaru warna hijau muda, nampak menahan tawanya karena melihatku kesulitan berjalan dengan kain.

"Hai, Mas..." Ya, aku mulai membiasakan memanggilnya Mas supaya tidak terkesan kaku sekali jika hanya memanggil nama.

"Saya suka dengar kamu panggil saya 'Mas', kedengarannya kok beda ya kalau kamu yang panggil, seperti ada rasa cintanya gitu" goda Heru.

"Ihh.. Kamu tuh, saya lagi usaha nih biar ada manis-manisnya.. malah diledek.."

"Memang kamu kurang manis apa lagi? Kue spesial buatan kamu buat Ibu saja kalah manis kok dibanding wajahmu"

"Kue buat Ibu kan less sugar!!"

"Tapi manisnya kamu gak less kok buatku."

"Ini apa-apaan sih, pulang dari Dubai langsung gombal gini hahaha!"

"Sepertinya bukan karena Dubai, saya terpesona lihat kamu pakai kebaya begitu. Cantik. Saya gak sanggup ngebayangin secantik apa nanti kamu saat pakai kebaya pernikahan kalau sekarang saja sudah mempesona begini."

"Satu bulan lagi.. Ah...bukan.. Satu setengah bulan lagi, bayangan saya memakai kebaya pernikahan akan terpampang nyata dihadapan mata.. bukan fatamorgana.."

"Hahaha...Kamu bicaranya seperti.. siapa itu?. Rini..Rini..."

"Syahrini"

"Ah iya!! Saya gak nyangka kamu bisa punya selera humor selucu ini.. Hahaha..Rasanya, saya akan sangat menyesal kalau saya tidak pernah bertemu lagi denganmu beberapa bulan lalu.. Saya senang sekali Tuhan memberi saya kesempatan dekat dengan kamu.. Merencanakan masa depan kamu yang semoga ada saya di dalamnya nanti.."

"Lho.. masa depan saya ya masa depan kita lah! Kita kan akan menikah, jangan-jangan kamu mulai ragu ya dengan rencana pernikahan kita?"tanyaku curiga.

"Nooo... Bukan begitu Ran, sungguh! Menikah dengan kamu adalah kebahagiaan terbesar saya, baru merencanakan saja saya sudah bahagia. Kamu adalah wanita yang dengannya ingin saya habiskan hari-hari saya. Kamu adalah orang yang ingin saya lihat terakhir kali sebelum nanti Tuhan memanggil saya. Kamu.."

"Tunggu.. Kalau begitu, kamu berencana pergi lebih dulu dibanding aku?"

"Tentang umur itu rahasia Tuhan, Ran.. Saya inginnya selama mungkin bersamamu.."

"Kalau begitu, berjanjilah untuk tidak berencana pergi lebih dulu dari saya. Lindungi saya seperti seorang pria melindungi wanitanya."

"Saya tidak bisa berjanji tentang umur, Ran. Itu sudah hak mutlak Tuhan. Tapi saya berjanji akan menjaga kamu, membahagiakan kamu sampai terakhir nafas saya dihembuskan."

"Saya mau KAMU menjaga SAYA sampai akhir hidup SAYA. Saya tidak tahu apakah saya sanggup kehilangan lagi.. Jadi berjanjilah.."

"Ran.. Tanpa saya, kamu akan tetap kuat! Tapi saya tanpa kamu, mungkin saya kuat, tapi tidak akan sama.. Harapan saya, impian saya, cinta saya hilang.."

"Kalau begitu, berjanjilah untuk tidak meninggalkan saya dan tidak membiarkan saya meninggalkan kamu".

"Jika meninggalkanmu bukan karena kematian, saya berjanji tidak akan meninggalkan kamu. Tapi jika kelak kamu akan lebih berbahagia tanpa saya, saya tidak akan menahanmu."

"Jangan terdengar begitu pesimis, Mas!"

"Tidak. Saya tidak pesimis. Saya hanya ingin kamu paham secinta apa saya padamu, melepasmu adalah hal paling buruk buat saya. Tapi jika hal buruk itu membahagiakanmu, saya rela."

ForgivenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang