Chapter 1

700 51 13
                                    



"Hahh...hahh." Krist terbangun dari mimpi buruknya lagi, keringat membanjiri tubuh bocah imut itu, Krist terus saja bermimpi buruk setiap malam. Bukan hanya Krist yang selalu mendapat mimpi buruk, tetapi semua anak yang tinggal di kota yang sama dengannya juga ikut mengalami mimpi seperti Krist.


Adakah yang mulai penasaran ?



Flashback

Krist tinggal di sebuah kota yang berjulukan The City Of Death. Ya, kota itu adalah kota kematian. Sebelumnya nama kota tersebut adalah Sesena. Para penduduk disana mengubah nama kota mereka, karena sebelumnya suatu peristiwa pembunuhan telah terjadi terhadap seorang penyihir di kota itu. Keberadaan penyihir itu membawa teror pada masyarakat disana, korban dari ilmu sihir mereka adalah manusia dari segala usia, baik orang dewasa, balita berumur 5 tahun bahkan janin yang baru tumbuh sekalipun. Polisi-polisi daerah di kota itu telah banyak membuat surat laporan pengajuan terhadap kasus orang hilang, pembunuhan dan peristiwa kecelakaan yang terjadi secara aneh setiap minggu. Meski dugaan yang didukung juga oleh keluhan masyarakat terhadap praktek "penumbalan manusia" yang dilakukan penyihir itu telah menunjukan jalan yang jelas bahwa semua orang yang mati itu adalah korban si penyihir. Namun bagaimanapun juga tanpa bukti berupa sidik jari atau saksi mata langsung tidak akan bisa menghasilkan apapun, polisi-polisi itu akan melanggar hukum jika mengambil jalan tengah dengan menangkap penyihir itu.

Keadaan kota itu semakin gawat, angka kematian terus meningkat dan semakin lama jumlah orang-orang yang masih hidup di kota itu semakin berkurang, karena sebagian dari mereka ada yang memilih untuk pindah dan hidup aman dengan berada jauh dari kota tersebut daripada bertahan dan akhirnya mati sia-sia. 3 bulan setelah itu adalah masa-masa tersulit yang pernah dialami masyarakat kota Sesena. Dalam sehari jumlah korban bisa mencapai 10 orang. Jumlah korban yang berjatuhan awalnya hanya berkisar 6 orang setiap hari. Namun semakin lama, nyawa masyarakat disana hampir tidak berharga sama sekali, seperti mainan. Akhirnya perdana mentri dengan berani mengambil sebuah langkah besar. Tak ingin lagi kehilangan masyarakatnya, Perdana Menteri pun memberi titah kepada para algojo untuk memenggal kepala si penyihir yang ada di kota mereka. Hingga untuk beberapa saat, kota itu pun kembali merangkul masa tenangnya.

Beberapa tahun setelah peristiwa pembunuhan tersebut, si penyihir yang telah dipenggal kepalanya kembali membuat teror. Dan kali ini korbannya ialah bayi-bayi hingga remaja tanggung yang baru memasuki masa pubertasnya. Penyihir itu membunuh semua anak-anak yang tinggal di kota itu dengan cara mengambil nyawa mereka ketika mereka memasuki alam mimpinya masing-masing.

Flashback End

Krist segera bangun dan membersihkan dirinya, kemudian ia segera turun ke lantai bawah untuk sarapan bersama kedua orangtuanya. Masih berdiri, ia mengambil sepotong roti dengan selai Blueberry dan segelas susu kemudian meminumnya terburu-buru. Ibu yang melihat kelakuan anak semata wayangnya hanya bisa menghela nafas panjang. Entah sudah berapa kali dalam sehari ia terus memarahi Krist untuk duduk ketika sarapan. Entahlah, wanita itu selalu dibuat pusing oleh kelakuan putranya yang manis itu.

"Kit, jangan sampai ibu marah padamu lagi nak.." Krist hanya bergumam, tapi tidak sedikitpun ia terlihat seperti akan menuruti nasihat ayahnya. Bahkan bocah itu malah meminum susunya masih sambil berdiri.

"Kit!!!" tegur ibunya. Namun Krist hanya tersenyum manis dan memberi salam padanya untuk segera berangkat ke sekolah. Krist pikir ia akan terlambat, maka dari itu ia harus segera sampai di sekolah sebelum pagar besar itu ditutup. Melihat gelagat buru-buru Krist, ayahnya pun menawarkan diri untuk mengantarnya hingga ke sekolah. Tanpa menimbang, Krist segera menganggukkan kepalanya. Ia bersyukur, setidaknya ayahnya tahu ia sedang terburu-buru saat ini.

"Bu, aku pergi dulu ya.. doakan aku, bu."Krist mencium pipi ibunya sebelum benar-benar meninggalkan pekarangan rumahnya. Ibu hanya tersenyum sembari mengangguk, adakalanya sikap Krist itu sangat menggemaskan dan adakalanya dimana sikap bocah itu akan sangat menyebalkan. Walau bagaimanapun, bagi ibu dan ayahnya Krist tetaplah sesosok malaikat yang selalu dapat membuat mereka tersenyum bahagia setiap waktu.

Krist telah sampai di sekolahnya, dengan terburu-buru ia membuka pintu mobil dan berpamitan pada ayahnya. Bocah itu berlari secepat yang ia bisa begitu matanya melihat pintu gerbang sekolah akan segera menutup.

'Kumohon, kumohon. Tunggulah hingga aku masuk baru setelah itu bisa kau menutupnya.'

Krist tersenyum lega ketika dirinya hampir melewati pagar, namun saat ini ia bukanlah satu-satunya siswa yang terlambat. Ada sekitar 20 puluhan siswa masih berada di area luar sekolah. Mungkin karena hari ini hari selasa, yah.. selasa yang dingin. Sehingga semua orang selalu tidak ingin jauh dari rumah dan selimut tebal. Membuat orang-orang melupakan aktivitas wajib mereka di pagi hari. Setelah ia lolos dari desakan para siswa yang hendak masuk juga, bocah berusia 14 tahun itu bergegas menuju ke arah kelasnya yang berada di lantai atas. Ia terus berlari takut jika ia akan terlambat, apalagi saat ini koridor depan kelasnya telah sunyi-senyap tanpa kegaduhan dari para siswa.

Krist hampir saja menabrak seseorang jika saja tangan terentang milik orang itu tidak menahan tubuhnya, memberi jarak. Anak laki-laki itu terlihat kaget dengan penampilan Krist yang tidak biasa, kali ini Krist terlihat sedikit berantakan dan nafasnya terengah-engah. Rambut serta dasinya pun sudah tidak tertata rapi seperti yang seharusnya. Anak laki-laki itu melipat tangannya di dada, ia mengamati Krist dari atas sampai bawah memberinya tatapan intimidasi seolah menuntut penjelasan lebih atas keadaannya saat ini. Krist mendengus, ia menyesali sikap teman tingginya ini yang selalu ingin tahu. 'Wajah datarnya ternyata hanya topeng saja.'

"Yeah, seperti yang kau tahu kalau hari ini Ny. Diomira akan memberi tugas essay untuk kelas kita. Dan dia tidak akan suka dengan siswa yang terlambat di kelasnya. Jadi karena aku datang terlambat, aku langsung saja berlari kesini dari pagar sekolah. Hah, aku takut sekali, kupikir aku sudah terlambat." Krist menjelaskan. Sedangkan anak laki-laki yang berdiri di depannya hanya diam, masih tetap dengan wajah datar dan sebelah alis yang terangkat. Sama sekali tidak menanggapinya. Dan Krist kembali dibuat emosi.

"Minggirlah! Biarkan aku masuk, Frederico! Kalau Ny. Diomira melihat kita yang masih berada di luar kelas, aku yakin dia tidak akan segan merebus tulang kita untuk menjadi menu utama makan malamnya." Krist mendorong tubuh tinggi di hadapannya, namun siswa yang dipanggil Frederico itu hanya diam tak peduli. Percuma saja Krist mendorongnya karena bagaimanapun tenaga Krist tidak lebih besar darinya.

"Kau selamat Tn. Krist Manuel Jimenez Vazcez! Ny. Diomira tidak bisa mengajar hari ini. Jadi secara tidak langsung kita mendapat waktu santai untuk 3 jam ke depan." Frederico menarik sudut bibirnya membentuk lengkungan senyum yang menawan.

"Jadi kau tidak perlu khawatir, tidak akan ada yang bisa menghukum mu hari ini." Krist menghembuskan nafasnya lega, 'Hah.. benar-benar suatu kebetulan yang indah.' Pikirnya. Namun tak lama kemudian kedua alis itu bertaut ia seolah merasa ada hal ganjil yang terjadi. "Tapi, kenapa?"

"15 menit yang lalu, anak perempuannya ditemukan mati di tepi sungai, masih lengkap dengan seragam sekolah." Krist tertegun, bocah itu mulai memucat. Wajah leganya perlahan berubah sendu. Krist tidak tahu apa, tapi ia yakin jika hal ini pasti berhubungan dengan mimpi buruk yang selalu menghampiri mereka setiap malam. Sepertinya sesuatu yang buruk akan segera menimpa kota ini. Frederico memperhatikannya, ia tahu sahabatnya itu sedang cemas, takut dan tertekan. Ia khawatir hal ini akan membuat kondisi Krist memburuk.

"Jangan takut, percayalah! Kita semua akan baik-baik saja, tidak akan terjadi hal buruk apapun lagi." Frederico berbisik di depan telinga Krist, ia hanya ingin menyugesti Krist dengan kata-kata yang menjanjikan. Ia tentu saja khawatir dengan kondisi sahabatnya ini, walaupun tidak banyak membantu setidaknya ia bisa mencegah Krist untuk mengasumsikan pikiran-pikiran buruk yang sangat mungkin mengisi kepala bocah itu.

"Ayo masuk ke dalam kelas!"

*****

To Be Continue

Hallo, ini adalah ceritaku selanjutnya... aku mau bawain cerita dengan nuansa misteri gitu.. aku harap readers, kalian bisa dapet feel ya pas bacanya....

jujur, aku masih belum tahu apa cerita aku ini menarik atau nggak, dan... aku butuh banget saran dan masukannya supaya aku bisa menulis lebih baik ke depannya....

jangan lupa sarannya ya.....

Night Crime  [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang