Hari demi hari berlalu, Krist menjadi sosok anti sosial setelah kematian Frederico. Ia juga sering mewaspadai hal-hal yang berada di sekitarnya. Ia takut, jika ia tiba-tiba kecelakaan, dan mati...
Malam berikutnya Krist mencoba memberanikan diri untuk bertanya pada Lionl.
"Hei Lionl, kenapa kau belum mengambil jiwaku?" Krist mendudukkan dirinya di bawah di salah satu lampu tiang jalan yang berkarat, di bangku yang sama dengan pemuda berjas hitam.
"Kita teman."
"Itu satu-satunya alasanmu membiarkanku hidup?"
"Ya, aku sudah lama tidak berteman. Banyak sekali anak yang kudatangi, tapi hanya kau yang menjadi temanku."
"Kau membiarkan mereka berkenalan denganmu dan menanyakan namamu. Lalu, mereka mati.. benar?"
"Ya. Dan kau tidak ingin tahu siapa namaku. Kita teman pada akhirnya."
Hening...
Untuk sesaat mereka membiarkan hembusan angin menerpa wajah mereka.
"Lionl, kenapa kau ingin hidup kembali?"
"Hanya ingin saja."
"Apa ada seseorang yang ingin kau temui?"
"Tidak."
"Balas dendam?"
"Tidak."
"Ingin menemui orangtuamu?"
"Tidak juga, mereka sudah lama meninggal."
"Lalu?" Krist menatap pemuda disampingnya ingin tahu.
"Aku tidak benar-benar tahu kenapa aku ingin hidup kembali." Krist membelalak. Wajah bulat itu mulai menunjukkan raut emosi yang kentara.
"APA YANG BARU SAJA KAU KATAKAN, HEOH? KAU SADAR TELAH MEMBUNUH BEGITU BANYAK ANAK!!!" Krist kesal, marah, kecewa. Ia tak mengerti apa yang dipikirkan Lionl selama ini, apa nyawa hanya mainan baginya?
"Karena aku bosan." Raut wajah Lionl tidak terbaca. Krist semakin kesal.
"Tidak ada yang bisa dilakukan di dunia kematian. Tidak di surga, tidak juga di neraka. Semua tempat membosankan, jadi aku hanya bisa menyanyikan lagu pembangkit kehidupan. Tapi, aku rasa sekarang tidak terlalu bosan lagi, semenjak ada kau..." Krist terdiam. Ia tidak pernah tahu bagaimana rasanya mati, jadi ia tidak mengerti.
"Hari ini aku telah mengumpulkan dua puluh jiwa. Kurang delapan puluh jiwa untuk mencapai seribu." Suaranya parau dan serak, terdengar menakutkan bagi Krist. "Apa aku salah satu dari delapan puluh jiwa itu?"
"Mungkin."
"Ehm, kalau begitu katakan padaku jika kau ingin mengambil jiwaku. Sehingga aku bisa mengucapkan selamat tinggal pada orangtuaku."
"Baiklah, sekitar 4 hari kedepan untuk mencapai delapan puluh."
"Oh." Krist menghela nafasnya ringan, untuk sekarang pembahasan tentang kematian tidak terlalu menakutkan lagi baginya.
"Kau tidak takut?"
"Untuk apa? Aku pikir tidak ada yang bisa menghentikan kematian, cepat atau lambat, pasti akan terjadi. Dan kau hanya mempercepat prosesnya." Krist tiba-tiba teringat pada Frederico. Gurat sedih mulai memberi bekas pada wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Night Crime [Selesai]
Spiritual"Hahh...hahh." Krist terbangun dari mimpi buruknya lagi, keringat membanjiri tubuh bocah imut itu, Krist terus saja bermimpi buruk setiap malam. Bukan hanya Krist yang selalu mendapat mimpi buruk, tetapi semua anak yang tinggal di kota yang sama den...