Aku masih mengingat suaranya yang begitu nyaring dan tinggi, dengan amarah menyelimuti setiap bait kata-kata yang ia hempaskan lah yang membuatku terus teringat. Garis wajahnya yang tajam serta matanya yang bulat masih tersimpan jelas dalam ingatan semuku. Pria itu, ia tiba-tiba muncul dan menghantamku dengan kendaraan mewahnya yang ia fikir lebih mahal dari harga nyawaku.
Ia terus berteriak, meneriakiku. Menyalahkanku dan terus membentakku dalam keadaanku yang sekarat. Jika aku mempunyai tenaga untuk meraihnya, mungkin pada saat itu juga akan kuhempaskan seluruh tenagaku untuk mencekiknya sampai ia berhenti berkata.
***
"Lantas, mengapa kau tak melaporkan pria itu pada pihak yang berwenang?"
Suara Jungkook yang lembut membawa Eunha larut dalam ingatan masa lalunya. Ada banyak pertanyaan yang telah Jungkook sampaikan pada Eunha, salah satunya alasan mengapa Eunha harus kehilangan indra penglihatannya.
Mendengar pertanyaan itu, tentu saja Eunha menjawabnya cukup dengan senyuman dan menggeleng.Pandangan matanya yang kosong yang tidak terarah pada Jungkook membuat ia semakin iba pada gadis satu ini.
Pribadi pria ini begitu kuat, ia mampu menahan kesedihannya hingga batas yang bisa ia tentukan. Tetapi saat melihat Eunha, cukup sampai disini saja kemampuannya untuk menahan segala emosi didalam hatinya. Eunha sudah cukup membuatnya bersedih, keadaannya yang sekarang semakin membuat Jungkook merasa tidak berada dalam level yang sama dengan Eunha.
Ya, level Eunha begitu tinggi. Ia begitu sabar dan ikhlas.
Tidak sepertinya, yang begitu arogan dan tidak mau mengalah.
"Mengapa?" lagi Jungkook bertanya.
"Haha, mengapa? Tentu saja karena sekarang aku buta. Aku tidak bisa mencari pria itu. Mencari bantuan pun mustahil, saat itu tidak ada satupun orang yang menjadi saksi bahkan tak ada cctv yang merekam. Lagipula, ini semua sudah terjadi dan aku bukan Tuhan yang mampu mengembalikan keadaan."
Menyedihkan. Harus seperti inikah akhir kisah hidupnya?
Dalam diam, Jungkook menangis. Tubuhnya bergetar hebat saat telapk tangannya harus berusaha keras menutup mulutnya agar tidak ada suara yang timbul dan terus berusaha memastikan bahwa tangisnya tetap dalam sunyi.
"Jungkook? Kau masih disini?" Tanya Eunha.
Tangan mungil gadis itu terangkat, meraih angin dan berharap ia dapat menyentuh sosok Jungkook.
"Jungkook?!" Penggilnya lebih keras saat ia menyadari bahwa tak ada Jungkook lagi disekitarnya.
Eunha merasa sedikit kecewa. Ia kecewa pada dirinya sendiri, ia takut jika Jungkook pergi karena Jungkook mulai tidak menyukainya yang akhir-akhir ini selalu memperlihatkan kesedihannya dan penderitaannya.
"Baiklah." Gadis berambut pendek ini pun menunduk.
"Kau adalah satu-satunya temanku, Jungkook. Jika kau pergi, mungkin sudah tidak ada lagi teman dalam hidupku. Aku sudah bertahun-tahun hidup sendirian, di rumah ini, keluargaku sudah lama tidak ada. Mereka semua meninggal dalam kecelakaan pesawat saat ingin mengunjungiku yang sedang berkuliah di Jepang."
Sejenak Eunha menghentikan kalimatnya, mencari celah untuk mengambil nafas.
"Jungkook, kau begitu baik. Hidupku terasa begitu berharga saat kau selalu ada untuk menemaniku. Entah bagaimana kau dapat menemukanku ditempat terpencil seperti ini. Tetapi ketahuilah, suaramu saat kau bernyanyi adalah favoriteku."
Ada senyum yang tercipta saat Eunha kembali mengingat bagaimana indahnya suara Jungkook kala pria itu menghiburnya.
Kata-katanya begitu tulus. Ia tidak peduli jika Jungkook mendengarnya ataupun tidak. Ia hanya ingin mengatakannya. Saat pertama kali mendengar suara Jungkook, ia menjadi lupa dengan suara kasar dan tinggi milik pria yang telah menabraknya itu. Suara milik Jungkook benar-benar telah mentup segala ingatan gelap milik Eunha.