1

19 0 0
                                    

"lo kok gitu sih pa, aku nga mau ya main privat-privat segala, pa aku aja udah mau selesai sekolah, masa iya baru sekarang papa mau ngursusin aku, " Airel menatap ayahnya 'ini tak masuk aka pa'

"Oh ayolah papa, kita sekarang main nya yang bener-bener aja ya, atau nga papa cariin aku jodoh gitu biar aku cepet nikah, i'm fine kok pa, " tukas Airel tersenyum sumringah. Tapi tidak dengan Aiden yang menghembuskan napasnya bosan. Ia sungguh bosan dengan putri bungsungnya ini, ia hanya berpikir, bagaimana jika ia mati nanti, siapa yang akan kuat menghadapi putrinya.

Keras kepala, manja, tidak mau berkerja, hidup hanya untuk hura-hura tidak jelas. Aiden sedih melihat putrinya yang selalu mengabaikan pendidikannya. Malah ingin minta nikah, apakah dia pikir menikah itu hanya tentang dua hati yang menyatu dan membina keluarga. Tidak, putrinya mungkin salah tanggap atau memang belum mengerti. Menikah itu tidaklah mudah, kita memiliki tanggung jawab antara suami dan istri.

"Huff...gini aja Airel, kamu pergi aja dulu kerumah nenek mu di padang, nanti kamu papa pesenin tiket penerbangan malam, papa nga mau liat kamu dalam waktu dekat ini." Aiden berdiri bersiap meninggalkan meja makan. Ia lelah, mungkin faktor umur.

"Kenapa pa, " Airel duduk dan melihat papanya yang sudah beranjak dari kursi makan.

"Papa capek ya punya anak kek aku, pemalas, hidup hura-hura gini, "ujarnya dengan nada bergetar.

"Atau...hiks..." Aiden. Mengusap wajahnya sedikit kasar. Apakah putrinya akan mulai drama lagi, terkadang Aiden menyesal, kenapa tidak dari dulu saja putrinya ikut ajang pencarian bakat, mungkin ia akan menang dengan drama-drama kehidupannya.

"Huff...udahh, nga kok, papa nga capek nak, papa cuma mau ngajarin kamu Rel, udah jangan nangis gini dong, kan udah gede, " tukas Aiden yang sudah berada dihadapan putri bungsunya. Ia memeluk Airel dengan perlahan.

Beginilah hidup menjadi duda beranak empat. Semua keperluan anaknya ia yang mengurus. Aiden bisa saja menyerahkan semua tugas semacam ini kepada asisten rumah tangga tapi ia ingin menjalankan wasiat mendiang istrinya.

'kau harus mengenal mereka melebihi diri mereka sendiri, '

Dan sejak saat itu Aiden mulai belajar ini dan itu dan mulai memahami masing-masing karakter anaknya. Dari mulai Arsen hingga Airel. Lelah, tentunya. Tapi semua itu terasa terbalaskan ketika Aiden melihat tawa dan senyum anak-anaknya, seperti Arsen yang lulus menjadi Captain tahun lalu disalah satu maskapai terbaik di Indonesia ini, dan Aurel menjadi lulusan terbaik di universitasnya, tak terlupakan Arsella yang kini menjadi arsitek disalah satu perusahaan terkenal di Newyork. Bangga, tentunya. Semua itu Aiden rasakan keluh-kesah bersama anak-anaknya.

Dan Airel.

Aiden yakin, Airel lebih dari saudara-saudaranya hanya ia terlalu malas karna sering dimanja oleh Aiden dan saudara-saudaranya.

"Papa kalo mau ngasih aku ke panti asuhan nga papa kok, adek kuat...huaa."

Aiden tertawa kecil. Kebiasaan putrinya ini tidak pernah berubah. Jika sedang merajuk, ia selalu berbicara seperti itu.

"Mana mungkin putri bungsu papa, papa tinggalin disana, "

"Beneran, " tanya Airel konyol.

"Papa kasih ke panti jompo, " canda Aiden lalu mengacak surai hitam nan lembut milik Airel. Anaknya ini masih kenak-kanakan dengan pola pikirnya.

Dan Aiden harus merubah itu. Tapi ia sudah habis akal untuk melakukan cara seperti apa lagi.

"Hiks. " Airel menghapus airmatanya. Airmata palsunya. Ia berdiri dari kursinya dan memeluk papa tercintanya. Papanya ini masih terlihat gagah dan tampan walau sudah berumur.

'papa kalo Airel dibuang oleh suami Airel nanti, papa harus siap selalu nampung Airel ya ,' ujar Airel dalam dekapan hangat milik papanya. Menurutnya, pria satu-satunya di dunia yang ia cintai adalah papanya tidak ada yang lain.

"Udah dong. " Aiden melepas pelukan manja anaknya. Ia jadi ingin menangis jika seperti ini, benar-benar Airel ini pikirnya. Dan apa tadi, dibuang, sebelum suaminya membuang anaknya sudah Aiden dulun menghabiskan pria itu.

"Kamu nga sekolahkan satu minggu ini, kamu pergi kerumah kakak mu Arsen, katanya Dean rindu sama kamu."

"Iya pa, aku memang mau kesana tapii.." Airel mengeluarkan wajahnya yang sedikit imut lalu menyatuhkan kedua jari telunjuknya dan menatap papanya penuh makna.

"Nga Airel, papa kemaren aja udah kasih kamu satu juta, itu jatah sebulan Airel, belajarlah berhemat, kamu tahu kan papa udah mau pensiun kerja disana, kamu berhemat dong nak, "

Airel memberengut kesal seperti anak-anak.

"Oh ini yanh kata papa sayang sama aku, ya udah Airel mau pergi ke luar negri dan jual ginjal, hiks.."

Mulai lagi.

'Drama queen sekal' batin Aiden seraya menghembuskan napasnya lelah bercampur bosan.

This Is MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang