3

6 0 0
                                    

Seperti rencananya, Airel pergi bersama Sarah. Sarah adalah salah satu teman kelasnya, jujur. Airel tidak mempunyai sahabat, karna menurutnya semua orang itu teman tidaklah lebih.

"Lo makan disini emang bawa duit Rel?."

"Shut! Lo nga usah banyak cencong nanyain keadaan dompet gue, ini dompet, " ujar Airel tersenyum picik dengan penuh arti.

" ,Udah banyak isinya. Gimana ni, lo jadi kan ngajak gue kerumah temen abang lo, mungkin ada lah satu bakal nyangkut dihati dedek ini bangg." Canda Airel dengan nada terkesan genit.

"Iya kayaknya jadi kerumah kak Andi, lo jangan macem-macem ya nanti, ini temen abang gue Rel, semua udah gede-gede, lo awas aja aneh-aneh." Ancam Sarah dengan nada penuh peringatan lalu menyomot kentang goreng dan memakannya. Dan Airel hanya tersenyum jenaka menanggapi ucapan temannya itu.

Malam pun tiba.

"Papa Airel pergi dulu ya bareng Sarah! " Teriak Airel dari lantai bawah. Pasti papanya sedang sholat. Ini kesempatan untuk pergi.

Ckleekk...brakk.

Suara pintu terbuka dan tertutup tergesa-gesa itu benar-benar menggema dirumah luas ini.

"Airel kamu mau kemana, papa nga ngijinin kamu, " ujar Aiden seraya turun dengan tergesa-gesa menuruni anak tangga.

"Yaa pa, aku mau pergi udah cantik nih," tentunya. Ini acara paling berharga bagi Airel untuk mendapatkan pacar untuknya. Airel tentunya sudah siap dengan dress mini merah maroon dan surai hitamnya yang bergelombang itu membuatnya benar-benar elegan dan cantik.

"Kamu ini, masuk ganti baju. Kita sholat tarawih malam ini, ayoo Airel. Sekalian ajak Sarah sholat di masjid depan." Tukas Aiden.

Sarah terdiam.

"Mm...Sarah dirumah aja om, sarah pergi ya om, rel byeee " Aiden hanya menatap bosan teman Airel. Semua teman anaknya ini tidak ada yang lurus.

Setelah kepergian Sarah beberapa menit yang lalu, kini sesuatu berubah pada tubuh Airel Yaitu gamis. Hey seorang Airel menggunakan gamis untuk kali pertamannya. Dan tentunya membuat Airel terus menggerutu.

"Papa udah nga sayang sama Airel. Hiks..." Rutuk Airel dengan mendekap mukena putih berenda pink miliknya. Yang putih sekali, karna yaa

Ia jarang sholat tentunya.

Dan Aiden melihat anaknya dengan tatapan bosan. Ia berjanji pada dirinya, apapun yang anak bungsunya lakukan, ia tak boleh goyah hanya karna airmata buaya anaknya. Karna jujur meskipun Aiden tahu fakta itu, hati kecilnya terus memberontak untuk melakukan sesuatu agar putrinya itu tidak menangis lagi atau apapun itu.

'Paapaaa....'

Teriakan Airel dari dalam rumah dapat terdengar. Aiden sudah di depan pintu utamanya sejak beberapa detik, ia bosan terus mendegar gerutuan putri bungsunya itu.

"Papa ngajak tapi malah ninggalin akuh.." rutuk Airel.

"Kamu sih lamban." Ujar Aiden seraya memangacak pelan surai hitam Airel.

"Ayo pergi, "lanjut Aiden menuruni anak tangga kecil dihalaman rumahnya.

Wajah Airel berkerut. Ada yang tidak beres disini.

"Pa, "

Aiden pun kembali membalikkan badannya.

"Ya, ada apa lagi Airel."

"Kita mau pergi kan,"

"Iya, terus "

"Terus mana mobilnya?." Tanya Airel binggung.

"Kamu ini, orang masjidnya di depan sini deket kok nak, ayok kita jalan aja, langkah kaki kita itu jadi pahala lo.."

"Papaaaa." Airel meringis kesal dengan lontaran papanya. Ia benci berjalan kaki.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 16, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

This Is MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang