Take the Diamond!

35 1 0
                                    

            Langit gelap diselimuti awan dengan tanpa bintang. Angin malam meniup dingin di atas permukaan air kelam. Ku duduk di perahu kecil yang mengarungi sungai sedangkan Arthur mendayung perlahan. Semakin perahuku mendekati geladak kecil semakin terdengar pula keramaian kota.

            Sebuah rumah kecil bertingkat dua di tepian sungai memancarkan cahaya redup dari dalam. Sebuah lilin kecil menyala di tengah ruangan lantai satu. Bayangan sesekali melesat di ruangan. Disana aku di dermaga kecil diselimuti kegelapan bersama Arthur—menanti saat yang tepat. Terdengar beberapa kali suara erangan dari arah rumah kecil tersebut. “Bagus.” bisikku—terjadi sesuatu yang buruk dari dalam sana.

            Seorang pria jangkung berdiri di sudut ruangan. Dengan penerangan minim dapat kulihat dia mempunyai beberapa luka memar—mungkin tadi itu suara erangannya. Dia dipukuli. Hanya itulah yang dapat ku ketahui. Tiba-tiba lilin kecil dalam ruangan mati—meninggalkan kegelapan di dalam rumah itu. Kudengar suara gagang pintu diputar. “Merunduk!” bisikku sambil merundukkan kepalaku dan Arthur. “Apa?” bisik Arthur. “Sst!” jawabku.

            Beberapa pria besar keluar dari rumah itu—dengan kepala botak dan pakaian gelap. Mereka menaiki kereta kuda sewaan dan melesat pergi menuju tempat keramaian.

            Kudengar detak jantung Arthur—berdetak sangat kencang—sepertinya dia siap untuk tugas hari ini. Beberapa belas menunggu di geladak kapal di temani kegelapan malam. Kuberanjak dari kapal kecilku. Tepat sebelum aku menginjakkan kaki ke geladak kecil. Sebuah perahu kecil mendekat menuju arah kami. Aku berbalik dan menemukan Louis menempatkan kapal kecilnya di samping kapal kecilku.

            “Maafkan aku telat 2 menit, sir.” kata Louis seraya mengangkat topi nya.

            “Kau telat 4 menit, Louis.” koreksiku.

            “Ah, maaf. Apakah sesuai rencana?”

            “Sesuai yang kuduga, Louis. Masih sama. Mari”

Kuajak Arthur dan Louis menuju trotoar. Keramaian masih jauh diujung jalan—sungguh situasi yang sangat tepat. Sementara aku dan Louis menuju rumah kecil itu, Arthur menunggu di luar.

            Aku memiliki penglihatan bagus dalam gelap dan pendengaran seperti kelelawar—sangat tajam, sama dengan Louis hanya saja pendengaran Louis tidak begitu tajam sepertiku.

            Kubuka perlahan pintu kayu tua rumah kecil. Pria jangkung tadi tergeletak lemas di lantai tak sadarkan diri—memar dan darah di sekujur tubuhnya—tidak sadarkan diri. “Pria malang. Louis, jangan lupakan sarung tanganmu!” suruhku. Kupakai sarung tanganku lalu kubuka lemari sang pria jangkung.

            “Sebuah bros? Ah cantik sekali, Louis,” kataku mengagumi bros cantik perak dengan berhiaskan berlian “tidak ada yang berharga, ayo bergegas keatas. Jangan lupa kantongnya, Louis.”. Louis hanya mengangguk.

            Lantai atas sangat penuh dengan perhiasan berkilau, beberapa dari mereka sepertinya hilang—pria-pria kekar tadi mungkin mengambilnya. “Payah sekali selera pria-pria tadi, hahaha. Mungkin mereka tidak mempunyai kantong yang cukup untuk ini semua.” kataku. Banyak sekali perhiasan yang dia simpan di lantai atas; jam saku emas dengan berlian, bingkai perak, penampang kaca dan berlian, hingga beberapa perangkat teh mewah.

            Tapi dari semua itu, aku tertarik kepada sebuah boneka di pojok ruangan. Kudekati boneka itu. Boneka yang sangat cantik, juga dapat bernilai tinggi. “Louis, lihat kemari.” kulambaikan tanganku padanya. Louis mendekatiku dengan segera. “Sir, ini bisa bernilai 30.000 shilling. Indah sekali.” dia terpukau. “Tidak, Louis. Bukan 30.000 shilling—lebih—mungkin 50.000 sampai 60.000 shilling. Boneka ini sangat indah.” komentarku.

            Kujelajahi lebih lantai atas rumah kecil itu. Di sebuah teko kaca dengan sedikit hiasan emas kutemukan berlian De Beers Centenary Diamond, termasuk dalam berlian yang sangat langka. Sungguh kebetulan yang ajaib aku bisa menemukan berlian ini. Aku terdiam dalam kekaguman.

            “Sir?” tepuk Louis membuyarkan lamunanku. “Ah, Louis. Ada apa?” tanyaku. “Kita memang masih punya banyak waktu, tapi sebaiknya kita bergegas sebelum Sir Henry mengetahui ini.” katanya. “Kau benar. Jangan lupakan boneka di sudut itu!” perintahku, “Aku punya sesuatu yang ingin kusampaikan kepadamu dan Arthur. Tapi setelah kita mencapai daerah aman.”. Kumasukkan berlian tadi ke kantung mantelku yang hangat.

            Ternyata memasukkan barang barang antik tadi cukup lama. Dan tanpa kusadari waktu kami kurang 15 menit—betapa singkatnya sisa waktu kami. Kami menurunkan barang barang kami ke lantai bawah dengan beberapa masalah. Sesampainya di depan rumah—keadaan masih aman—Arthur dan dua kereta kuda sewaan kami sudah sampai. Aku dan Arthur dalam salah satu kereta kuda melaju terlebih dahulu sedangkan Louis dan barang bawaan kami melaju lumayan jauh jaraknya dari kami—kami berdua menutup tirai kereta kuda kami.

            Kami berpapasan dengan kereta kuda sewaan Walter—asisten Sir Henry. Wajah tegasnya sekilas kulihat dari balik tirai kami saat kereta kuda sewaan kami berpapasan. Kemungkinan si pria jangkung melaporkan kami setelah kami meninggalkan rumah kecil tadi. Hahaha. Dia melaporkannya? Tak apa, sudah sewajarnya 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 05, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Take the Diamond!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang