Terbangun dari tidurnya, Alvin teringat dengan apa yang dikatakan oleh Papa.
"Hey, Alvin, lihat papa, kita tak boleh dekat dengan orang hitam, mereka adalah sumber kesialan, mereka adalah lambang kejahatan. Lihat, kita hidup tanpa orang hitam dan hidup kita bahagia."
Hidup kita bahagia? Alvin tersenyum sinis.
Dalam perjalanan, Alvin hanya memandangi pemandangan, sedangkan Jack sistemnya dimatikan sementara.
Diperjalanan Alvin melihat ladang jagung, gunung, dan langit. Ia berpikir, ketika mereka disatukan menjadi pemandangan, mereka akan terlihat sangat indah, berbeda jika mereka dipisahkan.
Begitulah kehidupan. Mengapa kita harus membeda-bedakan jika bersatu itu jauh lebih indah?
Alvin pernah mencoba mengedit fotonya dengan Gerald yang Ia simpan secara sembunyi. Alvin menambahkan efek negatif pada foto itu, dan Ia terkejut, di efek itu dirinya menjadi hitam dan Gerald menjadi putih. Jadi, apa yang berbeda?
Tak lama, terlihat sebuah rumah besar yang sangat jauh dari kota. Tidak ada lagi rumah selain rumah itu.
"Kita akan tinggal disitu." Ucap Reynand sembari menunjuk rumah yang dimaksud.
Mata Alvin terbuka lebar, Ia tidak bisa membayangkan akan tinggal ditengah-tengah ladang jagung yang seakan tak berujung ini.
Dipusat kota saja Ia merasa kesepian, bagaimana ditempat ini? Ayolah.
"Dekat sini bukannya ada kamp?" Tanya Fera. Dan dijawab oleh Reynand dengan anggukan.
Kamp? Hey tunggu. Kalau begitu Alvin ada kemungkinan bertemu dengan Gerald. Ia akan mencoba mencarinya.
Saat sampai dirumah barunya, Alvin langsung mengecek setiap kamar, dan memilih ruangan yang cocok sebagai kamar tidurnya.
Setelah lelah mengecek semua ruangan, Alvin memilih kamar yang berada di loteng, Ia rasa ruangan ini sangat terisolasi dari keluarganya. Jadi Ia dapat membuat perencanaan untuk mencari Gerald di kamp.
"Pa, kamar aku yang diloteng ya." Kata Alvin saat bertemu Reynand diruang tengah.
"Kenapa milih di loteng? Kan ada yang lebih dekat."
"Biar bisa lihat pemandangan lebih luas dari atas, hehe." Alibi Alvin, dilanjuti dengan kekehan.
"Oke. Oh iya, nanti kamu kalau mau keluar bilang sama om Gheo, nanti kamu ditemenin."
Alvin cengo mendengar itu, ayolah, Alvin sudah besar, Ia sudah bisa menjaga dirinya sendiri, bagaimana bisa Ia harus didampingi oleh bodyguard itu.
"Tapi pa, aku udah besar."
"Kamu belum kenal tempat ini, jadi kamu harus didampingi. Gak ada bantahan." Final, Reynand pergi meninggalkan anaknya yang masih mematung.
Setinggal Reynand, Alvin langsung lari menuju kamarnya. Langkah besarnya membuat suara dentakan yang lumayan kencang di tangga yang terbuat dari kayu.
Sesampainya dikamar, Alvin melihat keluar dari jendela besar yang ada di kamarnya. Terlihat dari kejauhan kepulan asap putih yang lumayan banyak, ia bisa menebak, pasti disitulah tempat kamp berada.
Sumber asapnya terlihat dari balik bukit yang jauh, tidak ada jalan raya yang menuju kearah bukit, yang ada hanya jalan setapak yang membelah ladang jagung yang sangat tinggi.
"Sepeda!"
"Papa! Papa! Ada sepeda gak?"
Alvin kembali berlari menuju lantai bawah, sembari teriak-teriak memanggil papanya. Sesekali Ia melihat orang yang tak dikenalinya didalam rumah ini, namun dirinya tak peduli dengan orang itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Find a Peace
AbenteuerRasis dan penyerangan kepada minoritas terjadi dimana-mana. Membuat banyak orang tua melarang anaknya untuk bersosialisasi. Begitu pun dengan Alvin, anak dari seorang tentara dan politikus. Sehari-harinya Alvin hanya ditemani oleh Jack, robot yang m...