Jingga dan Wiwi adalah dua orang gadis yang kini menginjak usia 16 tahun. Keduanya bersahabat baik sejak kecil, bahkan bisa di katakan sepaket karena selalu bersama, kemanapun.
Keduanya pun memiliki sifat dan latar belakang keluarga yang sangat berbeda. Cantika Dwi Puspita, adalah gadis pintar penyuka hal yang berbau horror di kenal sebagai pribadi yang mandiri, penyabar, feminim. Dia juga anak yang hidup dalam lingkungan keluarga yang bisa di bilang layak. Ayahnya seorang kepala sekolah, sedangkan ibunya seorang manager di salah satu perusahaan terkenal sekitaran Bandung.
Berbeda dengan Jingga. Gadis bernama lengkap Jingga Aulia Febriyani atau nama bekennya Ica, ada juga yang memanggilnya Jingga. Dia gadis tomboy namun penakut, kekanak-kanakan, manja, bawel, jahil, galak dan gak sabaran. Jingga juga di kenal sebagai penggila langit senja, karena menurutnya disitulah titik ketenangan yang sesungguhnya. Sejak kecil, Jingga sudah hiduo tanpa seorang ayah. Ayahnya meninggal karena sakit. Kini gadis ceria tersebut tinggal bersama ibunya, mama Sita.
Hari itu, sinar mentari pagi terangi langkahnya menuju rumah Wiwi yang hanya terhalang satu gang dari rumahnya. Hari itu juga, adalah hari pertama mereka sekolah di SMA yang sama. Yaitu, SMA Nusa Bangsa. SMA yang di kepalai oleh pak Herman, ayahnya Wiwi.
'Ting Tong' suara nyaring khas bel rumah merespon cepat saat telunjuk Jingga menekan tombol bulat di pinggir gerbang.
Tak lama kemudian, pagar besi tinggi bercat hitam rumah tersebut bergerak pelan. Terlihat satpam yang bername-tag 'Subroto' menyeretnya sekuat tenaga.
"Pagi non Jingga" sapa pak Subroto ramah
Jingga membalas senyum ramah satpam tersebut.
"Nyari non Wiwi ya?" tebakan pak Subroto tepat sasaran, karena dia begitu mengenal sahabat majikannya itu.
"Iya, pak'' Jingga menganggukan kepala
" ya sudah, monggo tunggu di dalam" pak Subroto membungkukan badannya.
Jingga pun menganggukan kepala sesaat sebelum ia memasuki area rumah yang sudah seperti istana kerajaan.
Si mbok, panggilan beken untuk perempuan paruh baya bertubuh gempal yang bekerja di rumah Wiwi sebagai assisten rumah tangga menyambut kedatangannya di pintu rumah.
Setelah di persilahkan masuk, Jingga meminta izin untuk langsung meluncur ke rumah Wiwi yang terletak di lantai dua.
***
Sampai di depan pintu kamar Wiwi,
'Tok...tok...tok' tangan kanan Jingga mengetuk pintuLama.
''Si yang punya kamar, kemana coba?'' Jingga menggerutu kesal
'Tok...tok...tok'
Jingga kembali mengetuk pintu bercat putih di hadapannya.
Masih sama, Jingga mulai sedikit kesal. Ia merogoh sesuatu di perut tas kecil berwarna hijau volkadot yang menpel di punggungnya. Di ambilnya benda pipih persegi panjang, lalu dengan cekatan ia mengirimkan ratusan pesan singkat ke kontak wattsap Wiwi, temannya.
"Rasain!" ucapnya girang
Kembali ia mengetuk pintu. Ah, sialan! Tak ada tanda-tanda pintu tersebut akan di buka sahabatnya. Kaki Jingga rasanya mulai pegal.
"Kemana sih?" ketusnya kesal
Sudah hampir, setengah jam ia berdiri di posisinya saat ini.
Ah, rasanya ingin sekali ia mendobrak pintu kayu tebal itu dengan tubu kurusnya. Walau, Jingga bergidik saat membayangkan tubuhnya yang tipis remuk akibat mendobrak pintu. Terlebih lagi, itu rumah orang. Tidak sopan namanya.
Jingga kembali mengetuk pintu tersebut dengan tenaga yang di tambah ekstra hingga menimbulkan suara yang sedikit keras.
Daun pintu bergerak, ah, lega rasanya. Tampak Wiwi masih mengenakan seragam yang acak-acakan dan rambut basah habis keramas.
"Ya ampun, kirain siapa" ucap Wiwi, Jingga nyengir kuda.
"Sialan luh, udah bikin orang mandi setengah lari maraton'' ketusnya, membuat wajah Jingga berubah segarang singa.
" abiss elu nyebelin, masa iya setengah jam gue ketuk pintu kamar elu gak nongol" Jingga membela diri
"Elahh, suruh siapa coba nyamper nya jam lima subuh. Kan kepagian. Kayak mau kepasar aja!" cerocos Wiwi, Jingga nyengir lagi, bingung harus mengeluarkan pasal keberapa untuk membela dirinya yang ternyata salah.
"Ya udah, elu tunggu di sini 5 menit ya" ujar Wiwi sesaat sebelum pamit tanpa persetujuan sahabatnya.
Akhirnya, mau tidak mau, Jingga harus menunggu lagi.
***
Lima menit berlalu, keduanya sudah siap membuka lembaran baru sebagai anak SMA.***
Angkot yang mereka tumpangi tiba di depan gerbang SMA Nusa Bangsa. Sekolah yang akan membimbing keduanya menjadi generasi Negara Indonesia yang berkualitas.Rasa lelah di acuhkan Jingga, ia fokus menyebar seluruh pandangannya ke seantero sekolahan.
Dengan teliti, satu persatu dari ruangan kelas, lapangan, hingga kantin, bahkan siswa-siswi yang mulai memasuki sekolahan di libatkan Jingga dalam tugas pencariannya.
"Mana sih?'' ucap Jingga tanpa mengalihkan pandangan.
Wiwi menggelengkan kepalanya. Jika sahabatnya sudah bertingkah begitu, pasti ada hubungannya dengan Cakra.
Yup, Cakra. Siswa laki-laki bertubuh macho, berkulit putih, serta jago bermain gitar lah yang telah mencuri hati Jingga sejak duduk di bangku kelas satu SMP.
Benih-benih cinta bermunculan, saat Cakra selalu memberikan perhatian dan lagu-lagu romantis khusus kepada Jingga. Wiwi tahu itu, karena dialah orang yang selalu dilibatkan keduanya jika ingin menyampaikan sesuatu.
" Nah,..." Jingga kegirangan saat sang pujaan hati tertangkap oleh mata bulatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ku Tunggu Cintamu Di Langit Senja
RandomKisah ini bercerita tentang gadis penyuka langit senja yang bernama Jingga. Cakra adalah cinta pertamanya, keduanya jadian. Namun hubungan keduanya tidak semulus yang di bayangkan. Apalagi Cakra adalah seorang artis.