[3]

28 2 0
                                    

Seo POV

Hari yang lumayan padat. Pagi ini, lagi-lagi aku bertugas dengan Mr.Lee karena Mr.Array masih belum berminat untuk menghadiri schedule rapat perusahaan. Beberapa rapat sensitif sebenarnya memang tidak dapat diwakilkan. Namun, kendala jabatan sepertinya tidak terlalu penting di perusahaan ini, asal penggantinya benar-benar orang kepercayaan owner dan ditunjuk langsung olehnya. Aku sendiri baru mulai berinteraksi dengannya beberapa minggu lalu, ketika Mr.Array memperkenalkan beliau guna mengambil alih jobdesk-nya sementara ia ada keperluan lain. Dan kuakui, ia cukup profesional di bidang bisnis meski ku tahu, background profesinya justru berada di bidang kesehatan.

Fokusku menangkap sosok karyawan yang tak jauh dari tempatku berdiri. Tubuhnya mengatakan bahwa ia tengah mengintai sesuatu di luar, terlihat dari pandangannya yang seolah 'tak ingin beranjak menikmati peristiwa di balik dinding bermaterial kaca dihadapannya.

"Dapat," gumamnya setelah merasa cukup mengarahkan DSLR guna mengambil beberapa foto. Setelah mengutak-atik beberapa pengaturan agar terhubung dengan ponsel, akhirnya... 'ting!' Refleks bunyi nyaring itu terdengar tak lama kemudian, tanda pengiriman telah ter-delivery ke penerima di seberang.

Kudekati ia sebelum kembali ke ruangan mengingat aku hanya mendapat izin keluar sebentar, berharap menemukan hal yang menarik untuk dibagi.

Dari kejauhan, terlihat seorang gadis baru turun dari mobil setelah berdebat dengan seorang pria di jok belakang. Tak lama kemudian, ia tampak menyusuri halaman depan gedung ini. Sepertinya memang akan berkunjung. Tapi, mengapa tidak sekalian diantar hingga lobby depan? Ah, aku tak ingin terlalu memikirkannya. Lagipula, wanita zaman sekarang memang sulit ditebak.

Ia menoleh sekilas sebelum kembali pada fokusnya. Sepertinya, keberadaanku mulai disadari.

"Itu Nona Sheeila. Adik Mr.Array," terangnya singkat.

Oh, jadi itu Sheeila yang digosipkan orang-orang beberapa hari terakhir?

"Akhirnya saya bisa sedikit lega karena dengan begini, emosi Mr.Array beberapa hari terakhir bisa normal kembali karena kehadiran nona," curhatnya dengan ekspresi senang, sebelum akhirnya kawannya menghampiri dan memintanya berpamitan untuk kembali melanjutkan pekerjaan.

"Kau mulai akrab dengan bagian mediasi? Baguslah," seseorang membuatku menoleh. Entah itu kalimat pujian atau sindiran. Tapi yang jelas, kala itu Mr.Lee telah berada disampingku. Sepertinya sesi rapat kali ini telah berakhir.

"Maaf membuat Anda menunggu."

"Terima kasih, kopinya," ujarnya mengambil paperglass berisi cairan hangat di tanganku, menukarnya dengan beberapa berkas yang harus ku cek ulang hari ini sebelum menyusun laporan. Ia memang sempat memesan black coffee cangkir kedua disela-sela rapat tadi.

Mr.Lee baru saja akan menyesap minumannya ketika seseorang melambaikan tangan dari kejauhan, mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara.

"Hi, Dave, long time no see you."

Gadis itu, Sheeila, menyapanya.

*****

Nothing false on my face, batinku di hadapan cermin wastafel. Jadi, ia tadi benar-benar terpaku melihatku?

Well, jangan katakan ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama. I never believe it. Aku masih ingat jika aku tidak pulang dalam keadaan mabuk semalam. Dan ku yakin, sekarang aku tidak tengah berada dalam program settingan reality show yang harus beradu ekspresi hanya untuk mendapat sensasi. Akupun sadar sedang tidak berada di alam mimpi, dimana dunia dapat bermain sesuai imaji. Ah, anggap saja yang barusan hanya ilusi. Aku hanya terlalu lelah karena beberapa hari terakhir memang kurang mendapatkan cukup istirahat.

Ku basuh wajahku. Sengaja ku biarkan tetesan air itu beradu cepat mencapai hilirnya, berharap ikut melunturkan asumsi-asumsi di kepala yang sedari tadi meminta penjelasan. Setelah merasa cukup fresh, kuputuskan untuk kembali ke meja kerja.

Langkahku terhenti di depan ruangan owner. Bukan karena panggilan maupun perbincangan dengan seseorang. Hanya saja, orang itu baru saja mengatakan sesuatu yang menarik menyangkut namaku.

Sheeila. Lagi-lagi dia.

*****

Sheeila POV

"Menurutmu, Sheeila itu cantik?" bisik David agak keras. Seo yang saat itu baru saja menuangkan teh pada gelasku otomatis melirikku. Dapat kulihat jelas postur wajahnya dari jarak sedekat ini. Ia memiliki hidung mancung dengan bentuk rahang yang jelas. Bibir ranumnya membuat ia terlihat manis saat berbicara, apalagi ketika tersenyum seperti sekarang. Chubby. Aku berhutang satu terimakasih kepada Tuhan karena telah menciptakannya.

"Semua wanita pasti cantik, Sir," Seo mencoba menjaga sikap di hadapan atasannya.

Logis.

"Bagiku, dia yang paling cantik," goda David, menekankan di kata paling.

Hey, ayolah... Aku bukan anak kecil yang moodnya dapat dengan cepat kau ubah hanya karena pujian sepele semacam itu, batinku.

"Bully aku sampai kau puas, Dave..." ujarku kesal.

"Kalau dengan ekspresi yang sekarang bagaimana menurutmu?" David tak mengindahkan.

"Nothing's change. Dia masih seorang wanita."

Entah, aku harus tetap menahan senyum atau bersikap biasa saja. Namun yang jelas, respon datar Seo justru membuat Dave berhenti menggodaku. Mungkin, ia menganggap Seo tidak dapat diajak berkompromi untuk lelucon ringan seperti ini.

"Ehm...," Elnathan kembali menyita perhatian semua orang dari singgasana kebesarannya, sedang pandangannya sendiri justru terpusat padaku. "Shee, obrolan kita yang barusan ini kita hold, I'll give you a time to think about it."

Sejak perbincangan hebatku dengannya sekitar setengah jam lalu, akhirnya nada bicaranya terdengar melunak. Ia meminta waktu bersama Dave setelahnya. Itu artinya, aku diusir dari ruangan ini.

Tak apa. Yang pasti, aku sudah berusaha menjelaskan padanya meski jujur, ide tak terduga itu baru muncul justru karena kedatangan Seo.

Sekarang hanya tinggal meyakinkannya: dapatkah kita bekerjasama?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 02, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang