(1) Lalisa

1.7K 205 2
                                    

Rumah sederhana itu hanya diisi tiga orang pagi ini. Si anak sulung, anak bungsu, juga seorang satpam rumah. Itulah rumah keluarga Dirgara, selalu sepi.

Lisa duduk bersama Samuel di meja makan, keduanya memakan sarapan yang dibuat sendiri oleh si anak sulung pagi ini.

Lisa menghela nafas, hatinya sangat berat sejak pagi. Samuel baru saja pindah dari luar negeri satu bulan yang lalu, tepat dua hari sebelum pernikahan kedua orang tuanya digelar. Tapi pagi ini, Samuel harus berangkat sekolah dengan tahun ajaran baru. Lingkungan baru, sekolah baru, tahun ajaran baru, pasti semuanya begitu sulit untuk adik tirinya ini.

Iya, Lisa dan Samuel tak sedarah. Orang tua mereka memutuskan menikah sebulan yang lalu. Meskipun tak sedarah, keduanya dekat. Karena keduanya sama-sama kesepian saat masih menjadi anak tunggal dulu. Apalagi orang tua mereka yang hanya satu. Tapi sekarang sudah lengkap, dan Lisa juga Samuel bersyukur karena itu.

"Muel," panggil Lisa, "beneran gak pa-pa?"

"Kakak kayak gitu malah aku ikutan bingung," balas Samuel. Pasalnya sejak dua hari yang lalu Lisa selalu bertanya, apa Samuel tidak apa-apa dengan segala perubahan tiba-tiba yang terjadi padanya?

"Tapi rasanya berat, Muel. Aku aja gak bisa mikirin gimana jadi kamu." Lisa menggembungkan pipinya. Samuel yang akan memulai segalanya dari awal, tapi malah Lisa yang paniknya minta ampun.

Samuel tertawa. "Aku cowok, Kak. Lagi, kata temen-temenku dulu, aku ini easy going. Aku bisa jaga diri dan pasti aku bakalan punya banyak temen di sana."

"Semoga," lirih Lisa, "pokoknya kalau kamu gak punya temen atau kamu diperlakuin jelek sama temen kamu, kamu bilang kakak, ya?"

"Kak, ya ampun! Aku ini cowok! Masa' disuruh ngaduh terus? Dipikir aku anak perawan apa, ya?!" seru Samuel membuat Lisa tertawa.

***

Lisa menatap punggung adiknya yang mulai hilang dibalik kerumunan murid tahun ajaran baru. Lisa barusaja menyelesaikan aktivitasnya untuk mengantar Samuel ke sekolah pagi ini.

Gadis itu menghela nafas. Sungguh, demi apapun, Lisa sangat khawatir-cemas dengan lingkungan adiknya di sekolah barunya. Semuel itu orang baru di daerahnya. Dia tak memiliki pengetahuan apapun dengan kota barunya. Pastinya akan sangat sulit bagi Samuel untuk menyesuaikan diri.

Lisa kemudian menjalankan kembali mobilnya menuju SMAnya. Pagi inipun ia harus memulai hari sebagai kelas dua belas. Ah, tidak terasa saja dia akan segera lulus.

Sampai di sekolah, Lisa memarkir mobilnya dan segera masuk meskipun jam masih menunjukkan pukul enam lebih lima belas. Gadis itu melangkah ke taman belakang sekolah, menghampiri seseorang yang tengah duduk di bangku taman untuk menunggunya.

"Menunggu saya, Tuan Daniel?" Lisa bertanya, membuat lelaki itu menoleh.

Namanya Daniel, kekasih Lisa sejak dua tahun yang lalu. Keduanya dicap sebagai pasangan kekasih terfavorit versi siswa dan guru di dua tahun ini. Keduanya benar-benar cocok. Sama-sama berprestasi, sama-sama tampan dan cantik, sama-sama sempurna di mata semua orang. Oleh karena itu banyak murid yang mendukung mereka, meskipun beberapa berharap mereka segera putus.

Daniel tersenyum. "Aku rasa, kau yang mencariku, Nyonya Lalisa?"

Lisa tertawa, entah apa yang lucu. Gadis itu kemudian duduk di sebelah Daniel. "Ada banyak yang mau aku ceritain."

"Maka dari itu aku di sini," balas Daniel, "Samuel, gimana?"

Daniel sudah tahu Samuel sejak sebulan yang lalu, tepat di hari pernikahan orang tua Lisa satu bulan yang lalu. Daniel juga tahu semua cerita Lisa, begitu pula Lisa yang mengetahui semua kisah hidup Daniel. Mereka saling terbuka.

"Aku cemas banget, tahu. Aku takut dia--"

"--takut terus, sih. Pantesan tadi malem kamu gak bisa tidur," kata Daniel, "gak usah dipikirin. Kamu yakin aja dia bisa."

"Ya, dia bisa, dia emang bisa. Tapi gimana kalau temen-temennya gak mau nerima dia soalnya dia--"

"--kebiasaan, ya, over-thinking." Daniel menyentil dahi Lisa pelan.

"Over-thinking sama terlalu peduli itu beda, Daniel."

"Sama, Lisa. Keduanya bikin kita posesif sama seseorang. Intinya percaya aja sama adek kamu. Dia bisa, dia pasti bisa. Lagi, Samuel ganteng, kok. Siapa yang gak mau deket sama dia? Kalau emang gak ada yang mau temenan sama dia, yaudah sini, suruh aja dia temenan sama aku."

Lisa tersenyum. Memang Daniel yang paling tahu cara menenangkannya.















⚫⚫⚫

Ekhem, mau bilang aja, setiap chapter di cerita ini mungkin cuma mengandung 600-1000 words saja.

Ini sebenernya short-story, jadi aku berusaha buat bikin konflik yang gak berat, tapi kalau gak berhasil, maafkan ya:((

Dan, ini chapter hanya permulaan. Belum ketahuan apa-apa:v

Masih SMP❌GuanlinLisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang