5

795 88 16
                                    

Title: Teokkpokki

Cast: Park Jihoon, Park Woojin



Jihoon sedang berjalan pulang menuju rumahnya sepulang sekolah. Ia menunduk sepanjang jalan karena kaki kecilnya sedang sibuk menendang kerikil di hadapannya. Baru saja beberapa langkah, handphonenya berbunyi menandakan ada telepon masuk.

Mendadak jantungnya berdegup kencang mendapati nama Woojin terpampang di layar handphonenya. Ia membenarkan penampilannya sebelum mengangkat telepon itu, padahal yang di seberang sana pun tidak akan melihat seperti apa penampilannya saat ini.

"H-halo," suara Jihoon terdengar gugup saat menyapa Woojin.

"Ehm iya h-halo," rupanya suara Woojin di seberang sana juga terdengar amat kaku.

Maklum, setelah mereka sering bermain semenjak kecil, mereka baru menyadari perasaan masing-masing ketika mulai beranjak remaja seperti saat ini. Itu pun mereka baru saling menyadari akhir-akhir ini karena teman-teman lain sering meledek mereka.

"Makan teokkpokki mau?" suara Woojin terdengar lagi setelah secara tidak sengaja diabaikan oleh Jihoon. Bukan diabaikan sebenarnya, hanya saja Jihoon terlalu gugup untuk menjawab sapaan Woojin lagi.

Jihoon menjerit dalam hati. Bukan karena senang diajak makan teokkpokki, tapi senang karena Woojin yang mengajaknya. Padahal mereka memang sering makan teokkpokki bersama, tapi kali ini rasanya ada yang berbeda.

"Hmm, tapi traktir ya?"

"Iya, nanti yang kalah suit yang bayar," Woojin menambah kekehan pelan di akhir kalimatnya.

Kecanggungan diantara mereka semakin menipis seiring bertambahnya detik pada sambungan telepon. Mereka sama-sama tidak tau, bahwa di balik suara yang dibuat seakan biasa-biasa saja, mereka sedang sama-sama menahan senyum karena mendengar suara satu sama lain. Menikmati momen yang dulu terasa biasa saja, namun kali ini memiliki rasa yang luar biasa.

"Ih! Itu namanya bukan traktir dong, Jin."

"Traktir, Hoon. Kamu traktir aku, atau aku traktir kamu."

"Nyebelin! Kalo gitu aku harus menang suit."

"Nanti pas suit aku kasih tau aku bakal keluarin apa."

"Pasti bohong!"

"Iya dong. Hehehe. Aku udah deket nih."

Mata Jihoon sedikit membulat mendengar Woojin yang mengatakan bahwa ia sudah hampir sampai di tempat tujuan mereka.

"A-aku juga udah deket."

"Kalau gitu sampai ketemu ya."

"Iya."

Setelah sambungan telepon terputus, Jihoon menjadi agak panik. Pasalnya sebenarnya ia masih jauh ke tempat tujuan. Tapi ia tidak ingin Woojin menunggunya lama, jadi ia bilang bahwa dirinya sudah dekat.

"Duh harus lari dong," eluh Jihoon pada dirinya sendiri sebelum ia akhirnya benar-benar berlari.

Tujuh menit kemudian Jihoon hampir sampai ke tempat tujuan. Ia merapikan dulu tampilannya sebelum ia berbelok ke warung teokkpokki. Rambutnya ia sisir rapi dengan jemarinya karena barusan terbawa angin saat berlari. Woojin tidak boleh tau kalau ia berlari kesini.

Dugaan Jihoon benar, Woojin sudah sampai lebih dulu. Tapi ada yang aneh dengan Woojin. Wajahnya sedikit pucat, lalu ada keringat di dahinya. Padahal cuaca hari ini tidak terlalu panas.

Jihoon juga saat ini sedang berusaha menetralkan napasnya yang masih terengah sebelum langkahnya sampai ke tempat Woojin sedang duduk. Tapi ia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Woojin.

Mereka berdua menatap satu sama lain, kemudian tersenyum.

"Kok ngos-ngosan, Hoon?"

Otak Jihoon langsung dipaksa untuk berpikir dengan keras mencari alasan yang logis, pokoknya bagaimana caranya supaya Woojin tidak tau kalau ia habis mati-matian mempersingkat waktu dengan berlari dari sekolah kesini.

"Hmm itu, iya barusan, hmm abis bantuin nenek-nenek bawain belanjaannya dulu sebelum kesini," Jihoon tersenyum mendapati kebohongannya cukup masuk akal.

"Kamu sendiri kenapa keringetan?" tidak mau kalah, Jihoon memberanikan diri bertanya pada Woojin.

"Tadi kesininya sambil salto sepanjang jalan," ucapan asal Woojin itu sukses membuat Jihoon tertawa.

"Kamu tadi lari-lari ya kesininya?" tembakan Woojin yang tepat sasaran itu membuat rona di wajah Jihoon jadi terlihat dengan jelas.

"Ngapain juga lari-lari, kamu kali yang lari-lari kesini."

"Iya. Aku lari kesini, biar cepet ketemu kamu, Hoon."

Pipi Jihoon semakin memerah mendengar pernyataan tiba-tiba Woojin yang sebenarnya sudah tidak terlalu mengejutkan lagi, "ih! Tiap hari juga ketemu. Udah cepetan pesen. Laper nih abis lari."

Jihoon buru-buru menutup mulutnya yang tidak sengaja mengungkapkan kebenaran yang tadi disembunyikannya. Sementara Woojin terlihat senang dan bersiap untuk meledek Jihoon.

"Ciaaa lari-lari pengen cepet ketemu."

Jihoon tampak malu, tapi sudah terlanjur tertangkap basah oleh Woojin, "kaya kamu engga aja!"

Woojin kemudian tersenyum pada Jihoon, memajukan duduknya sedikit, lalu mengacak rambut Jihoon asal, "makasih udah lari kesini buat ketemu aku, Hoon."

***



Cerita ini khusus dibuat untuk seseorang wkwk ciaaaaa. Tidak akan di tag, sadar sendiri aja yg udah minta dibikinin:)

-- 9 Mei 2018

Proveitkirann.

JihoonismWhere stories live. Discover now