Prolog

165 9 0
                                    

Suasana mencekam saat melewati tempat itu tak lagi dirasakannya, bahkan menuju kesana pun sudah membuatnya berlinangan air mata. Ia perhatikan nisan yang berjejer apik dengan gundukan tanah di antaranya. 

Tidak, ayahnya tidak boleh ditempatkan di sana. Itu tempat yang gelap, suram, dan menakutkan. Seharusnya ayahnya bersamanya sekarang, bukan di sana. Di dalam keranda. 

Kulitnya serasa ditusuk ribuan jarum, rasa sakitnya tak sebanding hatinya yang kini mengeras. 

"Ini salahku, kalau aku tidak melakukannya aku tak akan kehilangan ayah," gumamnya lirih. Meskipun ia berteriak pun, tak akan ada yang mau mendengarnya.

Ia masih ingat bagaimana tatapan bundanya yang memancarkan amarah, tak ada lagi tatapan lembut seperti sebelum ayah meninggal. Tidak akan ada lagi. 

Kalau boleh menyesal, ini adalah penyesalan terbesar di hidupnya. Andai saja... andai saja... kedua kata itu berputar-putar di benaknya. Namun tetap saja, tidak adayang bisa diubah.  

 Ayah, jangan bersedih. Ini salah Oci, Yah. Oci akan berusaha menjadi apa yang Ayah mau. Batinnya berteriak, memanggil-manggil jiwa sang ayah, yang derap langkah pun ayahnya masih bisa mendengar. 

Rasa-rasanya, ia ingin bersamanya sekarang, yang mungkin saja sudah bertemu beberapa malaikat. 

***  

Ayat Cinta Sang Qori' (SUDAH DITERBITKAN)Where stories live. Discover now