Aku menggosok gigi sambil memperhatikan wajahku di cermin. Mana mungkin tampang begini anak raja. Raja mesum kali, ya? Aku tertawa kecil dalam hati mengingat semua dongeng yang diucapkan Dirga tadi malam. Dongeng tentang planet, kerajaan, dan ancaman. Sinting! Mungkin posisi otaknya tergeser lima centimeter.
Setelah berkumur dan tersenyum narsis di cermin, aku segera turun ke dapur. Aku mendapati budeku tengah sibuk menyiapkan sarapan. Kali ini tumis apa ya?
"Bude masak apa?"
"Sup bakso," jawab bude singkat. Tangannya dengan cekatan mengiris wortel tipis-tipis.
"Oh, kirain lagi masak tumis wortel dan bakso pake kuah." Aku tersenyum kecil. Jelas sekali aku menyindir kejayusan Bude kemarin tentang tumis nasi.
"Hahaha, receh! Ikut-ikutan aja deh, ah!" tawa bude.
"Kok masaknya banyak Bude? Mau di bawa ke Florist?"
"Nggak lah yau! Kalo Florist, ya masaknya di sana."
"Trus kenapa masaknya banyak, Bude?"
"Hahaha, penasaran kan? Ada deh, ini urusan para wanita," Bude tersenyum nakal. Sadis! Bikin orang penasaran! Terlalu sadis caramu...
Oke fine! Bude nih kayaknya mulai terkena virus Dirga. Senang bikin orang penasaran. Dan setelah korbannya terlihat penasaran maka si pengidap virus akan tersenyum buaya nakal penuh kemenangan.
Setelah sarapan, berseragam dan menyempatkan untuk menyiram tanaman, aku segera berpamitan untuk berangkat sekolah.
"Bude, Tatra berangkat dulu."
"Ati-ati, ya! Jangan lupa, sebelum maghrib harus sudah sampai rumah ya!"
"Tumben, ada apa lagi nih Bude, kok harus pakai batas waktu segala?" tanyaku heran.
"Pokoknya kalau sampai telat, kamu rugi deh!" Tangan Bude melambai penuh misteri. Misterinya menumpuk sekarang. Misteri sup bakso dan misteri pulang sebelum maghrib. Keren tuh, dijadikan judul film atau buku.
'Misteri Sup Bakso dan Pulang Sebelum Maghrib'
saksikan di bioskop-bioskop kesayangan anda.
Sebenarnya sup bakso dan pulang sebelum maghrib bukanlah sebuah misteri seandainya Bude tidak menambahkan kata-kata "Hahaha, penasaran kan? Ada deh, ini urusan para wanita." Jelas sekali kalimat itu mengandung kata 'penasaran' dan itu pancingan yang jitu. Kenapa sih, tidak menjawab dengan jawaban yang santai! Misalnya 'Iya nih, ada pesanan!' atau 'Ah, masa segini di bilang banyak. Kamu nggak lagi diet kan, Tra?' Seandainya salah satu tadi adalah jawaban yang keluar, mungkin aku tidak akan sepenasaran ini. Grr...! Bahkan jalanan dan parkir motor yang ramai di pagi hari, belum mampu menghapus sup bakso yang melimpah ruah serta titah baginda Bude yang isinya aku harus pulang ke rumah sebelum maghrib. Aku terlalu tidak bisa dibuat penasaran.
Hari kedua di sekolah terasa tidak biasa. Biasanya hari-hariku seperti semboyan-semboyan hidup di desa. Aman tentram damai sejahtera. Hanya satu kekurangannya. Terlalu biasa tanpa ada variasi. Tapi hari ini berbeda dengan tingkah laku Dirga yang semakin menunjukkan jati diri keimbisilannya. Dia terus mencoba untuk memperingatkanku tentang hidupku yang tengah terancam. Dan aku jadi semakin ngotot bahwa keimbisilannyalah yang mengancam kewarasan otakku. Bahkan mungkin secara jangka panjang bisa mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lebay!
Sementara itu dari kubu wanita semakin gencar mengatur strategi untuk berkenalan dengan Dirga. Para wanita yang malang. Mereka masih bertingkah setengah menggilai Dirga. Seandainya, mereka tahu bahwa Dirga mengalami degradasi mental, pastinya mereka pada ngibrit. Tapi, aku beruntung dengan kondisi ini. Aku memanfaatkan moment seperti ini untuk melarikan diri dari Dirga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meyra, Chapter One, The Lost Prince
FantasyMEYRA adalah Air. MEYRA adalah Kehidupan. MEYRA adalah Kita. Tatra, seorang remaja biasa saja yang konyol dan serba tidak serius, tiba-tiba harus berhadapan dengan takdir yang tidak main-main. Tatra harus memahami dan menerima masa lalunya yang sela...