Tak ada yang spesial dengan hari ini. Pagi yang muram menyelimutiku saat aku sedang berada di sebuah angkutan umum. Ini yang membuatku malas. Berangkat ke sekolah saja sudah membuatku enggan, apalagi ditambah cuaca yang tidak bersahabat ini.
"Ah sial! Buku tugas Matematika aku ketinggalan!" seruku dalam hati. Ini gawat! Guru Matematikaku adalah guru yang cukup disegani di sekolahku. Mendengar suara langkah kakinya punーsuara sepatunya yang nyaring ketika melangkahーpara siswa sudah bergidik ngeri.
"Telepon orang di rumah agar buku aku diantar ke sekolah? Eh, di rumah gak ada siapa-siapa. Balik ke rumah aja? Ah, nanti telat," batinku.
Mau bagaimana lagi? Ya sudah, kusiapkan mental saja. Siap-siap dimarahi dan dihukum. Hukuman apabila tidak mematuhi peraturan di pelajaran Matematika adalah tidak boleh mengikuti pelajaran. Dengan kata lain, orang itu harus berada di luar kelas ketika pelajaran Matematika sedang berlangsung.
Angkutan umum yang kunaiki sudah tiba di depan sekolah. Aku turun dari angkutan umum dan berjalan menuju kelasku.
Seseorang menepuk pundakku ketika aku sedang berjalan di lorong kelas XI.
"Hai! Buru-buru amat!"
"Aku kira siapa, ternyata kamu," kataku saat menyadari bahwa si penepuk pundak itu Via.
"PR udah?"
"Udah."
"Bagus, deh."
"Tapi ketinggalan."
"Jangan bercanda, deh!"
"Mood aku sedang tidak bagus buat bercanda."
"Serius? Gak bakal ikut pelajaran, dong?"
"Ya iyalah!"
Akhirnya aku dan Via tiba di kelas XI IPA 6, kelas kami. Saat masuk ke kelas, terlihat hampir semua siswa sibuk dengan PR-nya masing-masing.
"Usaha keras tak akan mengkhianati hasil? Aku ingin ketawa. Aku yang mengerjakan tugas semalaman, pada akhirnya akan kalah dengan mereka yang mengerjakan tugas di sekolah. Hampir semua guru hanya melihat hasil, bukan usahanya," ujarku.
"Benar juga. Ah, tapi mereka gak ceroboh kaya kamu!"
"Awas kamu ya!"
Kring
"Siap-siap deh dikeluarkan dari kelas," aku menghela napas.
"Saran aku, sih, saat kamu di luar, jangan banyak melamun, apalagi sekarang lagi hujan, nih. Lain kali jangan ceroboh."
"Iya, teman."
"Hih teman!"
Dari kejauhan, terdengar suara langkah kaki. Tidak salah lagi, ini pasti suara langkah kaki Bu Rahayu.
"Selamat pagi!" seru Bu Rahayu dengan tegas, singkat, dan cepat.
"Selamat pagi, Bu!"
"Seperti biasa, yang tidak mengerjakan tugas, tidak memakai seragam yang sesuai, tidak membawa buku Matematika, dan lain sebagainya yang melenceng dari peraturan, silakan keluar!" ujarnya.
Merasa masuk dalam kategori siswa yang melenceng dari peraturan, aku beranjak dari kursiku. Berharap aku tak sendirian, tapi nyatanya hanya aku yang berdiri. Siswa lainnya, tetap duduk tegak.
"Cepat keluar! 1! .."***
"Ngapain, ya? Gabut," kataku dalam hati ketika duduk di koridor. "Oh iya, belajar aja, deh, daripada melamun."
Aku meraih ponsel dari saku dan membuka internet untuk mencari materi Matematika yang minggu lalu sudah dipelajari.
Perhatianku teralihkan ketika ada siswa yang melintas di hadapanku. Aku seketika membeku saat aku mendongak. Dia tampan! Tapi dia siapa? Murid baru? Aku belum pernah melihatnya. Wajahnya yang kalem membuatku penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAUT
Teen FictionLaut. Bayangan tentang hamparan air itu menyusup ke dalam pikiranku--kelam dan menakutkan. Tak adakah yang lebih menakutkan dari laut? Dulu memang aku takut pada lautan, tetapi sekarang aku lebih takut pada situasi ini. Wahai pelaut, datanglah lagi...