DUA

22 1 0
                                    

"Udah dong Rin, udah dua jam nih lu nangis liat baju gue, basah semua sama air mata lu," Kata Raka sambil terus mengusap punggung Arina.
"Harusnya gue tetep stay di kantor Ka, kalau gitu mungkin ini semua nggak akan terjadi huaaaaaa," tangis Arina pecah lagi.
"Iya gue tau tapi gimana, nasi udah jadi bubur Rin tinggal dijual,"
Arina mengangkat kepalanya dari Bahu Raka dan memukul dada Raka.
"Gue lagi nggak mau denger bercandaan jayus lu!" Katanya sambil menyeka air matanya dengan tangan.
Raka mengusap-usap puncak kepala Arina.
"Tuh, gue bawain KFC takut-takut lu laper baik kan gue,"
Arina menggeleng "I lose my appetite Ka,"
Raka berdecak, "Wah bahaya nih anak, lu kalau gue tinggalin sendiri nggak akan bunuh diri kan Rin?"
"Bahaya nih kalau tiba-tiba lu ngopi sianida terus besoknya masuk headline koran. Seorang wanita cantik ngopi sianida karena putus cinta," Raka bergidik sendiri membayangkannya. Arina tertawa kecil.
"JAYUS LOOO!!" Katanya. Raka tersenyum kecil dalam hati, hatinya menghangat setiap melihat Arina tersenyum karena ulahnya.
"Makan ya Rin? Gue suapin deh. Sedikit aja seenggaknya ada yang masuk ke perut lu," bujuk Raka.
Arina tersenyum dan mengangguk.

"Rin, lu tega banget sih gue yang nyuapin masa gue juga yang nyuci piring." Keluh Raka sambil terus mencuci piring bekas makan mereka berdua.
"Emang lu tega nyuruh orang sedih nyuci piring?" Balas Arina sambil memakan potato chipsnya.
"Kalau lu jadi pacar gue Rin, nggak bakal gue biarin lu sedih. Bisa repot gue nyuciin semua barang-barang lu," kata Raka.
"Uhukkkk...uhukk..." Arina tersedak chipsnya mendengar perkataan Raka, dengan segera ia menyambar gelas yang berisi air putih di depannya.
"Kenapa lu? Salting?" Ledek Raka sambil meletakan Apronnya. Rupanya dia sudah selesai mencuci bersih semua piring kotor.
"NO WAYYY!!! Najis ya gue salting sama manusia macem lu. Lagian lu kan udah punya cem-ceman siapa tuh namanya...."
"Shakilla," potong Raka.
"NAH IYA ITU! Sana sama dia aja nggak usah so-soan ngebaperin gue!" Kata Arina dengan lagak mengusir.
"Oh jadi gitu lu sekarang, yaudah gue pulang," Raka pura-pura merajuk. Ia melangkahkan kakinya keluar dari dapur yang membuat Arina panik sendiri.
"Yahh Ka, jangan ngambek dong. Gue bercanda kok swear.Apa lu tega ninggalin gue patah hati sendirian?" Ujar Arina dengan tatapan memohon.
Raka berdecih "Ada maunya aja kan,"
Arina tersenyum menatap Raka yang duduk mengambil chipsnya.
"By the way Ka, kalau gue nggak bisa move on dari Aldi gimana ya? Secara gue sama dia udah enam tahun bareng." Tanya Arina sambil menatap Raka serius.
"Bisa, lu pas masih pacaran aja hati lu nyantol sana-sini!"
Arina menoyor Raka "KUPRET LU AH!" Arina mengerucutkan bibirnya.
"Gue serius tauuu," lanjutnya.
"Bisa Rin, makanya jangan lu pikirin terus tuh bajingan satu!"
"He's not Ka, kan gue yang salah!" Bela Arina.
"Tuh, bahkan lu masih belain dia,"Raka tersenyum kecut.
"Janji sama gue, ini pembahasan Aldi terakhir di antara kita. Nggak boleh ada yang bahas-bahas Aldi diantara lu atau gue. Deal?" Raka mengacungkan kelingkingnya yang membuat Arina berpikir sebentar, sebelum akhirnya "Deal,"
Raka tersenyum melihat gayung bersambut. Arina mulai melepaskan kelingkingnya dari kelingking Raka.
"Tidur Rin, udah jam sepuluh malem gue temenin. Sofa lu masih empuk kan?" Tanya Raka memastikan.
Arina tertawa kecil "Kali ini lu boleh tidur di kamar tamu," Ujar Arina yang disambut sorak Raka.

**
"Kan udah gue bilang Rin lu jangan selebor sana selebor sini sama cowok. Lu tau sendiri Aldi gimana orangnya," Bila berkata sambil memakan bacang isi ayamnya. Saat ini mereka sedang di kantin Pegawai kantor. Bila tentu saja yang paling heboh saat mendengar cerita Aldi memutuskan Arina.
"Lagian lu kemarin pake acara nggak mau nemenin gue, coba kalau lu yang nemenin gue nggak akan putus deh gue," kesal Arina.
"Oh lu nyalahin gue nih,"
Arina menggeleng lesu, "Nggak sih Bil, cuman tetep aja gue sedih gimana gitu putus dari dia," Arina menunduk lesu.
Bila menepuk-nepuk pundak sahabatnya itu.
"Kan ada mas Raka mba Arina, jangan sedih gitu dong."goda Bila.
Arina tersenyum kecut "Mas Raka udah ada cem-cemannya mba Salsabila aku sama kaya flatshoesku sekarang nih nggak ada hak,"Ucapan Arina memancing gelak tawa Bila.
"Hahaha ada-ada aja lu ah,"
"Eh Rin, Arif kayaknya bonyok banget ya? Dia sampe nggak kerja gitu,"
Arina menepuk dahinya, ia bahkan lupa dengan kondisi Arif.
"Aduh Bil, gue lupa banget kemarin gue ninggalin dia di starbuck sendiri aduh stupid Arina! Gimana dong Bil??" Arina panik sendiri mengingatnya.
Bila hanya geleng-geleng kepala.
"Yaudah nanti sore kita kerumahnya ya? Parah banget lu ah anak orang bonyok ditinggalin gitu aja!"
Arina mendengus, "Ya gue kan ga pengalaman diputusin!"
"Yaudah! Pake mobil lu ya? Gue tadi pagi dianter Raka lagi soalnya," Arina nyengir hingga lesung pipi nya terlihat sangat jelas.
Bila memutar bola matanya.
"Iya mba Arina ashilla, udah cepet habisin makanan lu! Bentar lagi jam satu nih!" Perintah Bila dengan segera Arina meraih sendoknya.
"Baik bos!"

**

Arina dan Bila saling menatap sebentar, lalu Arina akhirnya menekan bel rumah tersebut.
Setelah tiga kali memencet keluarlah Arif dengan wajah yang masih memar keunguan.
Arina bengong menatap Arif, lalu tatapannya berubah menjadi tatapan bersalah.
"Aduh Rif, sorry ya gara-gara gue lu jadi babak belur gitu," kata Arina tidak enak.
Arif tertawa "Hahaha santai Rin, untung gue masih ganteng, kalau nggak mungkin udah nggak ada maaf gue untuk lu," guraunya. "Eh masuk yuk," Arif mempersilahkan Arina dan Bila.
Serempak Arina dan Bila mengangguk lalu mengikuti Arif yang sudah lebih dulu masuk kerumahnya.
Arina dan Bila duduk di sofa ruang tamu milik Arif.
"Mau minum apa?" Tanya Arif.
"Terserah Rif, kalau bisa yang dingin ya haus banget nih gue,"ujar Bila.
Arif mengangguk dan bergegas mengambilkan minuman di dapur.
Arif kembali dari dapur dengan tiga gelas minuman di nampan, diletakannya gelas-gelas tersebut dihadapan Arina,Bila dan dirinya lalu duduk dikursinya.
"Oh ya Rif ini ada permohonan maaf dari gue diterima ya,"Arina menyerahkan parsel berisi buah-buahan.
"Wahh makasih Rin, tapi gue kira lu bakal ngasih sebundel starbuck gitu buat gue," Arif bergurau.
"Yeee maunya lu itu mah!" Balas Bila diiringi anggukan setuju oleh Arina.
"Masih sakit nggak Rif, gue minta maaf ya kalau aja gue nggak ngajak lu pasti lu.."
"Santai mba Arina i'm one hundred percent okay! Cuma emang masih keliatan memar aja," Arif melirik Arina sebentar.
"Gue nggak ke kantor sih keki aja masa cowok seganteng gue kalah berantem ya nggak Bil?" Arif menaikan sebelah alisnya dan menatap Bila.
Bila yang ditatap melempar bantal sofa yang di pegangnya dan telak mengenai wajah Arif.
"Makan tuh ganteng," katanya.
"Aduh Bil tega banget sih lu gue lagi begini juga," Arif mengusap pipinya yang masih memar.
"Lagian Rif, lu lagi begini aja masih aja kepedean!" Bila menjulurkan lidahnya.
"Rin, kok lu diem-diem bae sih?" Tanya Arif heran.
"Ya lu tau lah orang putus cinta kaya gimana," jawab Arina sekenanya.
"Yahh padahal gue mau-mau aja loh Rin kalau dijadiin pacar sama lu," Arif nyengir lebar yang disambut tatapan tak percaya dari Arina dan Bila.
"JAYUS LU!" Kata Arina setelahnya.

Setelah berbincang-bincang cukup lama Arina dan Bila memutuskan untuk pulang. Setelah berpamitan dengan Arif, Arina dan Bila langsung masuk ke mobil milik Bila.
"Bil, gimana kabar Arya? udah lama nggak ketemu sama my baby boss itu,"Tanya Arina saat mobil sudah melaju.
"Baik Rin, udah bisa tengkurep gitu lucu banget deh." Bila tertawa sebentar.
"Sayang, nggak bisa nemenin Arya terus pas lagi golden age gini," lanjutnya sedih.
Arina tersenyum kikuk merasa tidak enak kepada Bila.
"Aduh Bil, jadi nggak enak gue nanya kaya gitu." Kata Arina akhirnya.
"Santai Rin, nanti lu cari suami yang tajir ya biar lu nggak repot kerja jadi ada disetiap tahun anak lu,"Kata Bila sambil tertawa kecil.
"Masih jauh Bil gue baru dua puluh dua ya tiga tahun lagi baru deh gue mikirin kaya gitu,"
"Gue juga kepikiran mau resign sih rin, apalagi Billy mau nikah juga. Kasian kalau lagi pada hectic takut nggak kepegang."jelas Bila.
"Semangat Bil! Gue nggak tau sih rasanya jadi ibu tapi pasti berat deh apalagi wanita karir," Arina menepuk-nepuk lengan Bila.
Bila tersenyum "Ya gitu, jadi nyesel gue dulu selalu nyusahin nyokap."
Arina tertawa kecil "Emang pantes sih lu nyesel,"
Bila hanya geleng-geleng kepala dan memacu mobilnya lebih cepat membelah ibukota.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 23, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ARINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang