Triyan tiba di stasiun satu jam lebih awal. Selain karna langit yang mulai menggelap, Triyan juga bukan penyandang predikat tukang ngaret. Apalagi jika kendaraan yang dia tumpangi bukan lah jenis kendaraan yang dapat menunggu. Yah, saat ini Triyan sedang menunggu kereta yang akan membawanya ke kota kembang, kota kelahiran yang telah lama ia tinggalkan.
Dengan berbekal sebuah ransel di pundak, Triyan akan berlibur di rumah neneknya, yang berada di Bandung Barat. Cukup jauh dari keramaian.
Tiga puluh menit kemudian, kereta tersebut tiba di stasiun. Triyan bergegas menaiki gerbong dimana nomor kursinya berada. Lebih baik jika sudah berada di dalam. Sekalian bisa ngadem dan mencharge handphone yang tinggal beberapa puluh persen.
Triyan sedang asyik browsing google, saat seseorang menaruh tas tepat di bagasi atas. Triyan hanya sempat menoleh sekilas. Seorang pemuda, dengan masker dan kacamata hitam.
"Sorry, saya duduk disitu." Triyan buru-buru merogoh tiket dan membaca nomor kursinya dengan benar. O-oh ternyata pemuda ini yang seharusnya duduk dipinggir jendela.
Triyan segera membenahi handphone dan charger, bersiap untuk pindah namun si pemuda itu menahannya.
"Gak papa. Kita tukeran aja." Triyan mengangguk setuju dan kembali menyamankan posisi.
"Terimakasih." balas Triyan. Pemuda itu hanya mengangguk sekali.
Perjalanan terasa amat lambat bagi Triyan. Sambil memandang ke luar jendela, ia merenung. Memandang tetesan air yang mulai turun ke bumi, membasahi kaca jendela hingga agak berembun.
"Jendelanya bocor ya?" pemuda itu bergumam. Triyan menoleh bingung. "Pipi kamu basah." tunjuknya sambil tersenyum. Meskipun ia memakai kacamata hitam, namun Triyan dapat melihat matanya yang agak melengkung ke atas.
Triyan tergesa menghapusnya. Sama sekali tak ingin melakukan pembelaan. Anggap saja jendelanya memang bocor.
"Inget mantan ya?" pemuda itu mencoba mencairkan suasana. "Atau gara-gara lihat kenangan?"
Triyan mengerutkan hidung. Agak jijik dengan jokesnya. "Genangan kali." balasnya.
Sang lawan bicara tertawa kecil. Terlihat dari kedua matanya yang menyipit dibalik kacamata hitamnya.
"Sakit mata, ya?" Triyan tak dapat menyembunyikan rasa penasarannya. Sifatnya yang agak ceplas ceplos memang sedikit menganggu.
"Sedikit." jawab si pemuda bermasker. Agak meringis saat Triyan duduk menjauh menempel jendela.
"Gue masih pengen nikmatin liburan dan sama sekali gak bersedia ketularan elo."
"Becanda." si pemuda bermasker membuka kacamata hitam dan menyelipkan di kaus depannya. Triyan malah menatapnya lekat2 dan menghela napas saat tak menemukan tanda-tanda penyakit tersebut. "Cuma kurang tidur. Banyak kerjaan." lanjut si pemuda.
Triyan mengangguk. Paham jika pemuda disampingnya ini tidak ingin diganggu. Oleh karna itu, Triyan kembali memusatkan perhatian pada handphone yang masih ia charge. Menelusuri sosial media favoritnya.
Si pemuda bermasker bersandar dan memejamkan mata, sepertinya ia tertidur. Triyan hanya sempat meliriknya sekilas.
Bosan dengan handphone, Triyan memilih menyalakan ipod dan memasang earphone ke telinga. Meskipun keputusannya salah besar. Karna lagu demi lagu yang terlantun mengingatkannya pada Bayu, mantan kekasihnya.
"Ternyata emang bocor ya?" tahu-tahu si pemuda bermasker mengusap pipi Triyan yang banjir air mata. "Harus lapor sama awak nih."
"Gausah." Tolak Triyan dengan suara serak. "Ini airmata, bukan bocor."
KAMU SEDANG MEMBACA
Train To Meet You ✓
Teen FictionTriyan tak pernah menyangka bahwa tiga jam paling bermakna pernah singgah di hidupnya. Oneshot. ShounenAi ©Byolatte