Dari pilu yang terdalam; menghardik logika agar diam. Sesak desak melupakanmu sering dipinta otak tanpa tau hati telah terisak. Tanpa menyadari usaha berbalut doa telah dijalani. Jiwaku masih belum bisa menerima rutinitas yang berbeda; hari-hari tak ada kamu terasa mimpi buruk belaka.
Kupeluk puing-puing ambisi yang gugur dibunuh kenyataan. Kudamaikan permohonan hati yang tak kesampaian. Bersusah payah membopong diri agar mampu berjalan pelan-pelan. Sedang dalam pelbagai kesusahan; tentangmu singgah membunuh. Menungkai ratusan usaha. Membuatku lelah mencoba.
Keterikatan waktu itu tak usai bergejolak. Dalam relung terdalam, perasaan terhadapmu hidup memberontak. Semua karena kenangan itu singgah menghidupkan lampu-lampu indah dalam dada. Kepulangan memori membuat jiwaku terbang melangit tinggi.
Aku baru memahami, tujuh miliar pasang mata tak mampu membuatku jatuh hati. Tapi sebuah ingatan akan tarikan senyummu, pupil matamu, suara khas milikmu, serta berbagai hal-hal khusus mengenaimu; menghidupkan lagi hamparan bunga layu di dalam hati. Membuat segala rasa kembali hidup bersemi. Aku masih tergila-gila atas hari manis yang pernah kita lalui, dibawah senja yang bersaksi bahwa kita pernah berjanji untuk abadi.
Bodohnya, aku tinggal menepati. Sedangkan kau pergi mencari lain hati.

KAMU SEDANG MEMBACA
Narasi Patah Hati (SUDAH TERBIT)
PoesiaBagiku, semua ini layak untuk dikenang. Entah seperti apa menurutmu. Jika kau bersedia untuk menjadikannya sebagai sejarah, maka kenanglah aku sebagai seseorang yang paling-paling mendambakan kebahagiaanmu. -Jum'at, 1 September 2017.