Prolog

5 2 0
                                    

Semua dari kita pasti pernah atau bahkan sering mengalami yang namanya mimpi. Bagi sebagian orang, mimpi menurut mereka adalah pengantar atau bunga tidur yang akan berlalu begitu saja ketika mata terbuka. Namun ada beberapa orang yang menganggap bahwa mimpi bukanlah sesuatu yang bisa dipandang sebelah mata. Bahkan, mungkin saja mimpi adalah suatu pertanda bagi kita atau orang-orang di sekitar kita.

Pikirkanlah sejenak. Ketika kau terbangun dari mimpi panjangmu, apa kau mampu mengingat detail dari mimpimu, detail alur yang kau jalani dalam mimpimu? Atau mungkin mimpi itu lenyap begitu saja dari ingatanmu? Apa kau pernah mengalami suatu proses di mana ketika kau sedang bermimpi, kau mampu menyadari bahwa kau sedang bermimpi?

Jantungku selalu berdegup kencang, setiap kali pikiranku membawaku untuk mengingat kejadian sepuluh tahun silam yang sempat membuatku trauma untuk bermimpi. Sejujurnya itu sama sekali bukan kesalahan mimpi.

Saat ini di daerah tempat tinggalku, waktu menunjukkan pukul tiga sore. Namun awan hitam telah menggantung di atas langit sejak pukul duabelas siang. Walau tertutup oleh awan hitam dan langit kelabu, matahari tetap berusaha untuk memancarkan cahayanya. Hanya saja pemandangan langit terkesan aneh dan tidak biasanya. Seakan kau melihat cahaya sore dalam versi mendung.

Aku sedang berada di ruang keluarga bersama Darren, pria yang telah menikahiku selama lima tahun, namun mengetahui segala hal tentangku lebih dari usia pernikahan kami. Kami sedang berbincang-bincang melepas penat setelah beberapa jam mengatur ulang barang-barang kami yang sebelumnya tersimpan rapi dalam beberapa karton berukuran besar. Kami baru saja pindah ke sebuah rumah yang dibeli oleh Darren yang letaknya di daerah perbukitan. Aku suka dengan lokasi tempat tinggal yang dipilihnya untuk kami. Kawasan rumah terletak di pinggiran kota, sehingga masih sangat asri dan dari rumah kami, kau bisa melihat pemandangan laut yang indah.

"Berhentilah menatapku seperti itu. Kau membuatku salah tingkah." Darren terkekeh seraya meneguk secangkir cappuccino yang kubuatkan untuknya.

"Terima kasih." Kedua kata itu terlontarkan begitu saja dari bibirku. Ada rasa syukur teramat mendalam juga perasaan sedih tak terkira saat aku menatap wajahnya. Bayangan kisah masa lalu seakan melewatiku begitu saja dan memberi pesan bagiku untuk tetap bersamanya walau apapun yang terjadi. Aku tak sanggup untuk membalas seluruh kebaikan dan pengorbanannya. Namun dengan menjadi isterinya membuatku yakin untuk selalu memperjuangkannya apapun yang terjadi.

"Ibu!!!" Terdengar suara teriakan dari lantai atas. Itu adalah suara dari Rebecca. Putri bungsu kami yang baru berusia lima tahun. Sontak saja aku dan Darren segera berlari menuju kamarnya yang terletak di lantai dua.

"Rebecca?!" Ucapku dengan panik saat membuka pintu kamarnya. Nampak seorang wanita bergaun putih lusuh, khas gaun pengantin wanita. Ia tersenyum sembari memegang tangan kecil milik Rebecca.

"Selamat berjumpa kembali, Hana." Ucapnya disertai seringai sebelum akhirnya ia dan Rebecca meloncat melalui jendela kamar dan sungguh membuat degupan jantungku memacu dengan cepat.

"Rebecca!!!" 

***

Terbit : 6 Juni 2018

Dark SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang