2

10 2 0
                                    

"Ini adalah kamarmu. Di desain khusus menghadap perbukitan di mana kau dapat melihat matahari terbit dengan begitu indah," ucap ayah saat membuka pintu kamar yang menurutnya cocok dijadikan sebagai kamarku. Sebuah kamar berukuran sedang yang didekor serta dihiasi beragai macam barang yang keseluruhannya berwarna ungu. Ayah sungguh tahu warna favorit dari putri sulungnya. Sebagian dari dinding kamar ini dihiasi dengan wallpaper berwarna ungu pula. Jadi dapat kukatakan ada berbagai macam variasi warna ungu yang dapat kau temukan di dalam kamarku. Aku berjalan mendekati tempat tidurku yang berada persis di samping sebuah jendela berukuran besar yang menghadap persis ke arah kaki bukit. Dari tempatku aku dapat melihat sebuah pohon besar yang akan terlihat indah kala matahari terbit. Namun bukan itu yang menjadi masalahku. Masalahnya adalah di bawah pohon itu aku melihat seorang anak kecil berambut cokelat yang tengah menatapku tanpa tersenyum.

"Ayah!" Aku terkejut melihat gadis itu dan sontak melangkah mundur mendekati ayah.

"Ada apa, Hana? Kau tidak suka dengan kamar ini? Kalau begitu kita akan menukar kamarmu dengan kamar Eric."

Aku menggeleng cepat. Bukan itu yang kumaksudkan.

"Tidakkah Ayah melihat itu?" Aku menunjuk ke arah pepohonan besar di mana aku melihat penampakan gadis kecil itu.

Ayah membungkuk, menyelaraskan pandangannya denganku. "Oh, pohon itu akan terlihat indah ketika matahari terbit nanti."

"Ayah tidak melihatnya?" Aku bertanya dengan pandangan yang masih melihat gadis itu.

"Tentu Ayah melihatnya. Kau pikir mata ayah sudah terlalu tua untuk melihat pohon besar itu?"

Aku menoleh menatap ayah. "Ada seorang gadis kecil yang menatap kita dari kejauhan, ayah. Tidakkah kau melihatnya? Dia berdiri tepat di bawah pohon itu!"

"Kau tahu Hana, terlalu banyak menonton film Horor bisa membuatmu overdosis dan akhirnya berhalusinasi seperti ini. Tidak ada siapapun di bawah pohon itu selain rerumputan liar." Ayah kemudian tertawa dan menyuruhku untuk beristirahat. Aku masih ingin menunjukkan pada ayah bahwa apa yang kulihat itu benar-benar nyata. Namun saat kutolehkan kepalaku lagi pada pohon tersebut, gadis kecil itu sudah tidak ada.

Apa benar semua ini hanya halusinasiku?

***

Suara keramaian membangunkanku dari tidurku. Kulirik ponselku, ternyata waktu telah menunjukkan pukul tujuh malam. Astaga, aku tertidur cukup lama. Beruntung terdapat cahaya dari lampu tidur yang kuyakini pasti ibu yang menyalakannya. Karena aku tidak pernah suka kegelapan. Lebih tepatnya napasku akan terasa sesak ketika bangun dan mendapati diriku dalam kegelapan.

Aku segera bangkit dari tempat tidur. Berjalan menuju pintu dan membukanya. Nampak di bawah sana ayah dan ibu sedang berbincang dengan seorang wanita paruh baya. Aku berjalan menuruni anak tangga. Nampak wanita itu tersenyum ketika melihatku.

"Jadi ini putri kalian?" Ujarnya

Ayah dan ibu menoleh sebentar kemudian mengangguk.

Wanita itu pun bangkit berdiri seraya berjalan mendekatiku yang sedang berdiri mematung saat melihat wajahnya.

"Aku Anette. Bibi Anette. Tetangga barumu yang sengaja datang untuk menyapa kalian yang baru saja pindah ke mari." Ia menyodorkan tangannya.

Aku membalas uluran tangannya dengan menjabat tangannya.

"Aku Hana." Kupaksakan diriku untuk tersenyum.

"Ah iya, aku kemari membawakan sesuatu untukmu." Ia kemudian menuntunku untuk berjalan mendekati ayah dan ibu. Kulihat di atas meja terdapat sebuah klappertart berukuran cukup besar.

Dark SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang