Bab 3 : Ke rumah Madeline

122 6 0
                                    

"Wah....sudah lama menunggu ya?", kata wanita berambut pirang yang memakai hoodie hitam, celana jeans dan sepatu cat. Wanita itu ternyata berganti pakaian.Aku pikir dia adalah wanita kebanyakan, yang biasanya menggunakan gaun berwarna merah, memakai sepatu high heels dan mengibaskan rambutnya. Aku benci wanita yang suka mengebaskan rambutnya, memakai high heels dan berusaha untuk menarik perhatian laki laki, sungguh sangat menjijikkan.

Aku rasa, wanita ini tidak terlalu menjijikkan. Walaupun sebenarnya aku sangat benci dengan wanita. Aku minta maaf kepada kalian para pembaca wanita, tetapi inilah diriku, sangat buruk......tapi aku tidak malu atas keburukanku.

"Oi, ayo cepet masuk", katanya sambil menatapku, padahal tadi di kereta dia sama sekali tidak menatapku. Cih, ternyata perempuan ini benar benar sombong. Baru permulaan saja sudah bikin kesal. "Emangnya kamu nggak bikin kesal? Dasar penjahat!", kata wanita itu sambil tersenyum kecut.

Aku tersontak kaget. Baru kali ini aku menemukan orang seperti ini, orang yang bisa membaca pikiranku. Aku tidak dapat berkata kata, aku hanya terdiam dan merenung. "Eh?", pertanyaan yang sangat singkat itu terlontar begitu saja dari mulutku. Entah kenapa, baru kali ini aku merasakan takut. Sebelumnya, aku tidak pernah takut terhadap pembunuh, penjahat, atau horror sekalipun. Tapi wanita ini membuatku merinding. Aku takut mengunngkapkan perasaanku dalam hati, takut wanita ini dapat membacaku dengan sangat mudah.

"Udah cepat masuk! Oh ya, namaku Gloretha, salam kenal", dia mengulurkan tangannya. Untuk tetap berskikap keren dan dingin, aku tidak membalas uluran tangannya, tetapi langsung saja menyelinap masuk ke rumahnya seperti di rumah sendiri. Aku bingung, apakah dia benar benar mengenal siapakah aku? Tapi kenapa dia tidak takut padaku....padahal aku ini sangat kejam! Mustahil jika ada orang yang mengulurkan tangannya padaku. Di koran, majalah, dan televisi selalu ada foto dan beritaku setiap bulannya. "Hitoshi, pembunuh paling sadis di dunia".

Aku duduk di salah satu kursi di rumahnya. Gloretha menghampiriku dan ikut duduk. Di depan kami terdapat beberapa jus jeruk dan teh manis. "Minum aja tuh kalo mau", Gloretha mengambil satu jus jeruk dan meminumnya. "Ga perlu", jawabku singkat dengan sangat galak. Aku tidak suka dengan kedua jenis minuman itu, menurutku itu terlalu manis. Aku lebih suka disediakan minuman seperti kopi atau teh tawar hangat. "Maaf bro, disini ga ada kopi, kalau teh tawar sih ada, tapi males bikin. Kalo mau bikin aja sana di dapur!", kata Gloretha, menatap tajam mataku.

"Kau bisa membaca pikiran?", tanyaku sambil mengalihkan pandangan dari matanya, karena sangat seram. "Bisa sih, tapi cuman kalau lihat mata orangnya doang. Ini kemampuanku sejak lahir. Gak banyak orang yang tahu, lebih tepatnya kebanyakan dari mereka nggak peka kalau aku bisa baca pikrian

", katanya tersenyum. Kali ini, senyumnya tidak sinis ataupun kecut, tapi dia seperti mengejek kepadaku. Sebenarnya aku kesal, tapi tak apalah, toh aku bakal tidak kehilangan pekerjaanku sebagai pembunuh. Aku merasa senang, dia tidak membaca pikiranku di kereta tadi dn pada saat dia baru turun dari mobil. Aku berharap diriku bisa sejarang mungkin menatap matanya, bahkan kalau bisa....aku harus berjalan dan mengobrol dengan menunduk.

"Kau mau membunuh siapa?", tanyaku, masih dengan nada yang galak layaknya seorang penjahat kelas atas. "Temanku...teman baikku", dia menjawabku dengan sangat tegas. Seperti dia sudah sangat ingin untuk membunuh temannya itu. Jujur, aku penasaran apa yang terjadi antara dia dan teman baiknya, jadi aku mengajukan pertanyaan "Ada apa dengan temanmu?", aku masih menunduk, berharap dia tidak membaca pikiranku walaupun aku tidak berpikir hal buruk tentangnya.

"Namanya Madeline. Aku merasa jijik ketika menyebut namanya itu. Dia menyimpan rahasia besar milik saudaraku. Karena saudaraku tidak terima, saudaraku juga membeberkan rahasia besar Madeline. Madeline merasa sangat dipermalukan dan dia ingin balas dendam. Lalu Madeline menyelinap di kamar saudaraku pada malam hari dan langsung membunuhnya. Kejadiannya terekam di CCTV, dan aku juga sempat bertemu Madeline dan membaca pikirannya."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 06, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta Seorang PsikopatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang