Keesokan harinya, seperti biasa Raka bangun pagi-pagi dan bergegas pergi ke masjid dekat rumah untuk melaksanakan tugasnya. Adzan subuh pun berkumandang, Raka menghentikan aktivitasnya dan mengambil air wudhu, kemudian melaksanakan sholat sunah fajar sebelum subuh. Setelah itu, ia duduk menunggu iqomah.
Iqomah pun dikumandangkan, tiba-tiba seseorang menepuk pundak Raka.
"Mas! Jadi imam ya!"
"S..saya, pak?"
"Iya."
Raka pun maju ke posisi imam dan memulai sholat subuh berjamaah.
Rani yang berada di shaf paling belakang, belum memulai takbiratul ihram. Ia tersenyum mendengar bacaan sholat Raka yang begitu indah.***
Sepulang dari masjid, Raka bersiap untuk sekolah. Saat hendak berangkat, Rizky pulang dengan keadaan mabuk berat.
"Woy! Bang! Wleekk..! Minum, Bang?" Rizky mengangkat sebotol minuman keras yang tinggal tersisa separuh, masih dengan keadaan mabuk.
"Lo kagak boleh minum beginian! Jam segini baru pulang? Kemana aja lo, semalem?" Raka mengambil botol minuman keras itu dan menuang isinya ke tanah depan rumah.
"Ehh bang! Jangan dibuang, Bang! Kalo Lo gak mau minum, buat gue aja! Mubazir tau!"
"Mubazir? Mubazir Lo bilang! Lo beli minuman kayak gini, itu baru namanya mubazir!"
"Ada apa sih ini? Kok ribut-ribut?" Suara lembut ibu menghentikan perdebatan mereka.
"Raka berangkat sekolah dulu, Bu. Assalamualaikum." Raka pun berlalu.
"Waalaikumsalam." Ibu menjawab sambil mengelus dada.
***
"Hai, sayang. Sini sarapan dulu."
Rena hanya diam lalu duduk di kursi meja makan.
"Ren, tadi malem—" tangan Rena yang sedang menyuap sepotong roti, terhenti.
Papa Rena memegang tangan istrinya sambil menggelengkan kepala, mengisyaratkannya untuk tidak membahas masalah tadi malam.
Rena hanya diam, kemudian memakan kembali sarapannya, seolah-olah tak menghiraukan kedua orang tuanya.
"Hari ini Rena mau di antar, atau berangkat sendiri?" Pertanyaan yang salah dilontarkan papa Rena.
"Biasanya juga berangkat sendiri." jawab Rena tanpa ekspresi.
Rena telah menghabiskan sarapannya, "Rena berangkat dulu. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Rena mencium tangan kedua orang tuanya, walau tanpa ekspresi.
Keluar dari gerbang rumahnya, "Nama kamu Rena ya?" Adit dengan motor ninjanya menyamai langkah Rena.
Rena tak menghiraukannya.
"Ren, kamu masih marah ya? Maaf ya, Ren. Tanteku gak tau apa-apa tentang kamu. Aku udah ceritain semuanya ke tante, dan tante bilang dia nyesel."
"Ehm.. Ren mau bonceng gak? Udah mau telat lho!" Rena melihat ke jam tangannya, kurang 10 menit lagi jam 07.00.
"Kamu duluan aja!"
"Tapi, Ren. Ini udah mau telat,"
"Kamu duluan aja!"
"Tapi,—"
Rena menghentikan langkahnya, Adit pun menghentikan motornya.
Rena menatap Adit tajam,"Aku bilang kamu duluan aja! Kamu denger gak sih?"
Adit menarik napas perlahan, "Yaudah, aku berangkat duluan. Sampai ketemu di sekolah ya,"
KAMU SEDANG MEMBACA
REALITA
Teen Fiction"Terkadang hidup menggariskan misteri yang takkan pernah bisa aku pahami" Sheila On 7-Film Favorit Kutipan lirik lagu di atas, menggambarkan betapa sulitnya memahami hidup yang di setiap harinya akan dihadapkan dengan misteri. Begitupun cerita ini...