Aku masih asyik mengotak-atik laptop, saat Bu Maria mendekatiku. "Ngit, besuk aku cabut, nitip raport untuk kelas 7A ya!" Kata Maria sambil tersenyum, tangannya sibuk meletakkan setumpuk kertas di depanku.
"Emang anda mau kemana Bu?" Tanyaku, sambil menatapnya penuh tanda tanya.
"Aku besuk mau pulang ke Jawa," kata Maria sambil menyisir rambutnya yang dirasa kurang rapi.
"Aku beli tiketnya empat bulan yang lalu, lumayan masih satu juta," lanjutnya. Maria pun akhirnya duduk sambil memainkan gawainya.
Kantor guru masih dengan formasi komplit, mereka masih asyik dengan laptop masing-masing. Aku sendiri masih mengolah rangking siswa-siswaku.
Tiba-tiba Maria berkata padaku, "Aku itu suka cara kerjamu, kamu kerjakan punyaku dulu baru punyamu belakangan," katanya.
"Iya, itukan pelayanan," kataku sambil tersenyum dihadapannya.
"Emang kamu mudiknya kapan?" Tanya Maria yang buat hatiku seakan teriris.
"Ntar aja, kalau ada pangeran mau bawaku pulang dari sini," jawabku ngawur.
"Ah kamu itu ngaco, jangan mimpi siang hari dong," kata Maria sambil tertawa lebar.
"Habisnya kamu kan tahu, gajiku berapa buat makan disini aja kurang terus," kataku sambil tersenyum sinis.
***
Sehabis dhuhur aku menitikkan air mata lagi, "Ya Rob, kenapa aku terdampar disini jauh dari ayah bundaku?" Protesku pada Tuhanku.
"Akankah dua lebaran aku lewatkan tanpa ayah bunda, Rob?" Tanyaku lagi sambil terisak.
Kusapu air mataku dengan punggung tanganku, lalu ku raih gawaiku. Ku lihat tidak ada sinyal disana.
Kulangkahkan kaki menuju puncak bukit, siang itu sangat terik matahari seakan membakar kulit. Kucari sinyal telepon, aku rindu bunda.
"Hallo, bunda gimana kabarnya?" Tanyaku sambil menitikkan air mata.
"Hallo, Ngit! Kabarku baik, ayahmu juga baik, adik-adikmu juga baik, kamu sendiri gimana kabarnya, Nak?" Kata bunda sambil tergetar kerinduan.
"Anggita juga baik Bun, bunda Anggita minta maaf belum bisa membahagiakan ayah dan bunda," jawabku sambil tersedu.
"Nak, kamu kenapa nggak pulang? Nanti kalau uangmu kurang biar bunda yang kirim uang buat perjalanan kamu berangkat dan balik kesitu," kata bunda ikut menangis.
"Bundamu kangen Ngit," suara ayah terdengar di gawaiku.
"Anggita juga kangen Yah," sahutku sambil tidak dapat menahan air mataku yang sudah bercucuran.
***
Pagi yang cerah, upacara penutupan tahun ajaran dimulai. Aku mengikutinya dengan khidmat, ku lihat tinggal sedikit teman-temanku kebanyakan yang bukan pendatang.
"Liburan kali ini bertepatan dengan hari raya Idul Fitri jadi kalian bisa manfaatkan untuk silaturahmi ke orang tua atau sanak saudara," salah satu isi sambutan dari bapak kepala sekolah.
"Deg," jantungku tiba-tiba berdetak cepat. "Benar kata bapak kepala sekolah, tapi aku nggak ingin nyusahin mereka terus, aku ingin mereka bangga padaku," kata hatiku yang bimbang.
"Ya dah lah, aku cobalah nanti ke kota cari info kapal maupun pesawat, aku rindu lebaran dengan ayah bunda" lanjut kata hatiku, lalu aku membagikan raport di kelasku dan di kelas Bu Maria.
***
Selepas pulang sekolah aku naik bus menuju kota, tiga jam perjalanan baru sampai. Lemas sudah tubuh ini, lunglai ku cari info kesana kemari.
"Tiket semua sudah habis Bu, adanya habis lebaran," kata seorang gadis.
Aku sudah putus asa, tapi tiba-tiba tanganku ditarik seseorang.
"Anggita, benarkah kamu Anggita?" Tanya orang itu.
"Iya, siapa ya?" Tanyaku, ku coba mengingat-ingat tapi aku lupa.
"Aku Maulana, teman SMA mu dulu, kamu ingat nggak? Anak IPS yang selalu tarik rambutmu, itu aku Ngit," katanya menggebu-gebu sambil tersenyum, aku mencoba mengingat-ingat.
"Oh kamu cowok usil yang selalu aku pukul pakai buku itu ya?" Kataku, dia pun mengangguk.
Kami berbincang tentang kerjaan kami disana dan kenapa dia datang ke loket pembelian tiket?
"Aku mau mengembalikan tiket ini, sebenarnya sudah lama aku tau tiket yang satu tidak akan digunakan karena orang yang aku belikan tiket meninggalkanku untuk selamanya," katanya menerawang dan bulir air mata membasahi pipinya.
"Siapa dia?" Tanyaku.
"Dia rencananya habis lebaran akan aku nikahi tapi malang dia kecelakaan tiga bulan yang lalu," katanya tapi sepertinya dia sudah tenang sekarang.
"Bolehkah tiketnya aku beli?" Tanyaku agak ragu.
"Oh kamu ambil aja kita pulang sama-sama dan nanti kan sampai solo jam dua kita bisa sama-sama ikut acara bukber alumni SMA kita," katanya bersemangat.
"Makasih ya, aku pulang dulu kalau gitu," pamitku tapi dia menolak aku ditahan untuk di ajak dia jalan-jalan di kota. Aku pun mengikutinya, kami sama-sama membeli oleh-oleh.
Malamnya dia mengantarku pulang ke pondokku.
***
Pesawatku telah tiba di Solo aku bahagia sekali, "Bunda, aku pulang!" Pekikku saat melewati gerbang keluar bandara.Aku dan Maulana mampir ke acara bukber teman-teman kami SMA. Tiba-tiba aku dibuat terkejut ketika ada sebuah hadiah kecil katanya dorprice untukku. Aku pun membukanya, dan saat itu bunda dan ayahku masuk ruangan bukber.
"Ayah bunda, ini ada apa?" Tanyaku pada Maulana dengan bingung, sementara teman-temanku masih riuh menyaksikan kejutan ini.
"Surprise, Nggit maukah kamu menikah denganku?" Tanyanya yang buat ku senang tapi juga bimbang aku harus jawab apa. Tiba-tiba kepalaku mengangguk, dan tepuk tangan meriah dari semua temanku yang ada di ruangan itu.
"Kita jalani pacaran setelah nikah aja ya, kita habis lebaran nikah, semua teman-teman kita undang," katanya sesaat setelah memasangkan cincin berlian itu.
Kebahagiaanku bertumpuk-tumpuk hingga aku menangis terharu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Double Surprise Dari Allah
Contorindu ku pada ayah ibu ku yang tak bisa aku tahan memaksaku hanya memandangnya lewat telepon.