Suatu pagi, Avi merasakan tubuhnya tidak bisa diajak kompromi untuk datang ke kampus. Meskipun begitu, Avi harus memaksakan tubuhnya karena tugas-tugas yang sudah menumpuk itu meminta diselesaikan. Layaknya remaja-remaja tanggung seusianya, ia mengunggah sebuah foto buku dengan keterangan.
"Huh, tiga pekan tak berjumpa ibu, tiga pekan pula kesehatan tak menentu."
Tak lama dari unggahan fotonya di Instagram, Avi mendapatkan pesan masuk dari seseorang yang sepertinya ia kenal.
"Vi, sudah sehat? Sudah ada di kampus aja nih, tidak istirahat saja?" Pesan dari pengguna Instagram dengan nama Fajar Araisy.
"Ah siapa ya? Sepertinya kenal. Coba deh lihat foto-fotonya, siapa tau aku mengingatnya." Batin Avi.
Setelah melihat unggahan foto dari Fajar Araisy, Avi baru mengingatnya. Fajar Araisy adalah ketua tim aksi fakultasnya, dan yang jelas Fajar adalah kakak tingkat Avi.
"Alhamdulillah, sudah lumayan sehat, Kak. Maaf ya, tiga hari ini saya merepotkan kakak semua." Balas Avi.
Tak sampai satu menit, Avi sudah mendapatkan balasan pesannya.
"Ah, tak apa, Vi. Saya senang kamu bisa ikut kegiatannya sampai selesai, ya meskipun harus tumbang beberapa kali ya. Kamu tak kuat dingin ya?""Ah sepertinya Kak Fajar ini seru juga! Ah sadar, Vi! Ingat janjimu lagi! Kuliah! Tidak ada cinta-cintaan! Sakit lagi tau rasa!" Langsung Avi menepis pikirannya, agar tak tergoda.
"Duh, saya makin tak enak hati nih. Ah, iya, itu, memang kesehatan saya sedang tak stabil, mungkin karena tiga pekan saya ikut kegiatan orientasi organisasi dan orientasi kampus, Kak. Jadinya tumbang deh, hehe." Balas Avi.
"Duh, jangan dipaksa atuh, Vi. Yasudah, alhamdulillah kalau sekarang sudah mulai membaik. Tetap jaga kesehatan ya, Vi." Lagi-lagi Fajar membalasnya dengan cepat.
"Hehe, iya, Kak, terimakasih." Balas Avi seadanya.
"Ini orang sok kenal banget sih, sebel, gercep banget lagi balesnya, kating kok gabut." Batin Avi berbicara lagi.
"Oh, iya, Vi! Puisimu bagus deh, keren, aku suka gaya penulisanmu." Kembali, Fajar membuka perbincangan.
"Waduh, alhamdulillah kalau dinilai bagus. Padahal mah biasa saja. Bukannya kakak juga suka nulis ya?" Balas Avi.
"Ah, aku mah cuma pede nulis, Vi. Harus banyak belajar dari kamu ini mah."
"Sabar, Vi! Jangan tergoda!" Batin Avi.
"Waduh, saya mah apa atuh, cuma maba yang sok nulis. Btw, Kak Fajar, ketua tim aksi bukan sih?" Avi memastikan.
"Iya, Vi. Tak ingat, ya? Padahal aku yang membantumu turun gunung, lho, sama Rousy."
"Ah, iya, Kak Fajar yang bareng Bang Rousy ya. Hehe, maaf, Kak, saya lupa. Makasih, ya, Kak, udah dibantu saat turun gunung, kalau ga dibantu mungkin aku gelinding." Balas Avi.
"Duh, parah, ingetnya Rousy terus sih. Sepertinya ga gelinding juga deh, Vi. Oh, ya, kamu adik kelasnya Revi, ya?"
"Dih, ngapain inget Bang Rousy, dianya aja lebay aku kepeleset doang, sandalku langsung digantikan pakai sandal gunungnya dia. Revi? Revi Ramdhana, ya? Iya, kakak kelasku saat SMP. Kok kakak kenal?" Balas Avi.
Perbincangan antara Avi dan Fajar pun semakin melebar, dari membahas kegiatan kemarin hingga membahas SMA mereka yang ternyata berdekatan. Dan ketika dirasa tak ada lagi pembahasan yang asik, Fajar mengirim sebuah pesan.
"Vi, tak enak nih jika berkirim pesan lewat Instagram, kita lanjutkan di private chat saja ya. Kamu ada Line atau Whatsapp?" Tanya Fajar.
"Hm, ada, Kak. Line saja kali ya? Whatsapp-ku isinya grup semua. ID Line-ku sama seperti username Instagram, kak." Balas Avi.
Mereka pun saling menukar ID Line. Avi memikirkan sesuatu.
"Tak apa, kan, ya? Tak salah, kan? Hanya bertukar ID, kok." Tanya Avi pada dirinya.
ㅡ Bersambung ㅡ
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Senja
Teen FictionCinta memiliki banyak jalan menuju kebahagiaan. Tersakiti, dikhianati, tarik ulur, dan hal lainnya. Begitupun kisah cinta Senja dan Fajar.