Aku terbangun di pagi buta karena deringan handphone, kupikir ini pasti mimpi, mana mungkin seseorang menelfonku. "Hai Nanda!, akhirnya kau bangun...". Sejenak kuterdiam, ternyata Dika, teman baruku yang duduk disampingku saat menimpa ilmu. "Ini Dika ya ?... kenapa kau menelfonku?...". "Kita kan teman bukan ?". Aku sedikit tertawa, kupikir dia hanya bercanda padaku. "Kenapa kau sangat pede berkata bahwa aku temanmu ? Apa kau tidak berfikir anak sepertiku ini yang penyendiri akan menjadi temanmu, aku bahkan tidak pernah berteman sebelumnya"
Dengan sedikit tertawa Dika berkata
"Oleh sebab itu aku mau berteman denganmu ...". Setelah percakapan itu aku segera bersiap pergi sekolah.Seperti biasanya aku jarang sekali mendapat uang saku dari orang tuaku. Bukannya tak punya, bukannya tak bisa. Tapi memang orang tuaku tak mau memberikannya. Kejadian tak kusangka terjadi, Dika langsung memberikan uang sakunya ketika melihatku tetap dikelas dengan wajah murung. Seketika itu aku merasa bahwa tuhan itu adil dan aku mencoba bangkit dan mencari jalan keluar dari kegelapan ini.
Pertemananku dengan Dika berlanjut sampai kelas 11. Banyak hal sudah terjadi, pertentangan tapi tak sampai perkelahian sudah sangat biasa dan kami menjadi sahabat. Dikelas 11 aku tidak sekelas dengan Dika, dikelas aku duduk dengan anak yang bisa dibilang cerdas dengan kebiasaannya yang selalu memakai peci putih di kepalanya. Kusapa dia "Hai! Namaku Nanda senang bertemu denganmu, siapa namamu ?". Dengan lembut dia menjawab "namaku Sali, apakah kamu nonmuslim ?". Akupun teringat perkataan ustad dahulu saat aku mengaji, kita diwajibkan mengucapkan salam jika bertemu saudara islam kita. "Oh iya ... maaf aku lupa , Assalamualaikum...". Salam akhirnya yang kuucapkan setelah lama tidak belajar agama. Salipun mejawab dengan lembut "waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh... senang bertemu denganmu juga ". Saat ku bersama Sali aku mempelajari banyak hal terutama soal keagamaan. Dan akupun melupakan sahabat pertamaku Dika, dan semenjak saat itu kita tak pernah berhubungan lagi, aku mengacuhkan Dika karena kupikir aku sudah punya banyak teman disini aku tak butuh dia.
Kuhabiskan hari hariku bersama Sali dia telah memberitahuku banyak hal. Dia juga mengenalkanlu dengan semua sahabatnya, mereka menganggapku sebagai teman.
Hari demi hari berlalu tak terasa aku sudah menginjak kelas 12. Disitu aku bertemu seorang gadis yang manis.
Anak pondok dekat sekolah yang bernama Eli, Duduk di depan tepat di depan meja guru. Disitulah aku mulai merasakan suka kepadanya.
Dan yang duduk disebelahku adalah Farel, anak yang konyol dan pakar dari percintaan yang membantuku mendapatkan hati Elli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cermin Hitam
Não FicçãoKisah seorang yang merasa dirinya adalah orang yang paling tidak berguna, selalu ditimpa kesialan tidak mempunyai kelebihan dan tidak pernah dianggap oleh siapapun.Tapi pada akhirnya sedikit demi sedikit mulai menemukan cahaya kedamaian agama, dan m...