.dua

8 7 13
                                    

   Lelaki berambut acak-acakkan itu kembali menghembuskan napas kesalnya. Entah mengapa hari ini adalah hari yang paling sial menurutnya.

  Pemilik nama lengkap Muhammad aidan fabriandra itu berjalan keluar toilet menuju kelas barunya berada. Pikirannya kini melayang kepada siapa teman sebangku barunya. Mana mungkin ada yang mau sebangku dengan anak berandalan macam dia? Pasti tidak ada. Apalagi anak kelas depan, levelnya tinggi. Kemauannya banyak. Mau ini lah, mau itu lah. Ribet pokoknya. Demikianlah persepsi tentang anak murid yang akan sekelas dengannya.

Namun sebelum dirinya masuk kedalam kelas barunya, aidan mengaca di depan jendela. Kaca jendela tersebut menyuguhkan wajah tampan milik aidan. Aidan yang melihat bergidik geli sendiri. Pikirannya tiba-tiba mengingat perkataan bundanya saat dirinya baru memasuki jenjang sekolah menengah atas.

"Kata papa, rambutnya diacak-acakkin aja, biar lebih ganteng. Kalo kamu ganteng, nanti mirip shawn mendes loh."

Saat dirinya tengah merapikan seragamnya di depan kaca jendela, pintu kelas dua belas ipa dua terbuka, menampakkan wajah milik bu siska. Aidan tersenyum sopan lalu mencium tangan bu siska bak seorang murid teladan.

"Gak osah sok baik kamu! Pak zuki mindahin kamu ke sini biar jadi anak teladan, sopan, bukan sok-sokan teladan. Jangan bawa pengaruh buruk sama kelas saya, awas aja kamu kalo sampe bawa temen baru dari kelas ini." omel bu siska pedas sambil memperlihatkan wajah garangnya.

Aidan hanya mengangguk-angguk saja. Lalu, kepalanya mendongak ke dalam kelas melewati celah pintu yang terbuka, "saya sebangku sama siapa, Bu?"

"Hanna." balas bu siska. "Awas, jangan ajak-ajak dia jadi anak gak bener!" ancam bu siska.

Aidan sontak mengerutkan alisnya bingung, "hanna? Emang ada bu yang mau duduk sama saya?"

"Jangan ke-geer-an kamu. Hanna mau duduk sama kamu karna terpaksa, itu pun saya yang nyuruh." balas bu siska lalu berlalu pergi.

Aidan berjalan menuju belakang kelas. Lalu, diintipnya siapa yang bernama hanna itu dari jendela yang terbuka sedikit tirainya. Matanya meneliti satu per satu murid yang ada di dalam kelas itu. Lalu, matanya berhenti pada seorang murid cantik yang tengah duduk sendirian di pojokkan kelas.

Pasti itu yang namanya hanna. Cantik juga. Batin aidan.

Lelaki berwajah tampan itu kini kembali mengaca lewat kaca jendela. Ia merapihkan rambutnya yang acak-acakkan menggunakan sisir yang ia bawa setiap harinya.

Dan, aidan berjalan menuju pintu kelas. Dibukanya perlahan pintu kelas itu. Dan, semua mata di dalam kelas memperhatikannya dari atas sampai bawah, sampai-sampai membuat dirinya bingung sendiri.

Ada yang salah kah?

"Heh, jangan liatin gua kayak abis ketemu shawn mendes dong. Minder gua jadinya." ucap aidan penuh percaya diri sambil merapihkan rambutnya menggunakan jari jemarinya.

"Najong, siapa juga yang liatin elu. Geer amat sih!" ketus ira, gadis cantik namun memiliki bibir pedas. Tak mengherankan dari tahun ke tahun ia selalu menjadi bendahara kelas.

"Gue sebangku ama siapa, Ra?" tanya aidan, basa-basi.

"Gak osah basa-basi dah lu, pantat penggorengan. Lu udah nanya, 'kan sama bu siska di depan kelas tadi?" tebak ira.

Aidan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Yaudah, mana yang namanya hanna?"

Ira menunjuk ke pojokkan kelas dengan telunjuk kanannya, "noh yang duduk sendirian. Kalo gak liat juga, berarti buta." ketus ira lagi lalu ia kembali melanjutkan aktivitasnya tadi, membagikan buku paket.

BLESSURESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang