Part 4

5 0 0
                                    

Kenapa nih anak tiba tiba jadi bad mood gini, pikir Alex. Tara terus berjalan kedepan meninggalkan Alex yang kebingungam dibelakang. Gimana Tara tidak kesal? Louis jalan tanpa ngomong atau tanpa basa basi. Setidaknya dia bicara sedikit sama Tara. Tara melihat mobil orang tuanya sudah ada di garasi mobil.

"hai bun, yah" sapa Tara dengan senyum dipaksaan. Ayahnya yang menyadari bahwa anak perempuannya ada perubahan mood langsung menanyakan "hai sayang, kenapa kok murung sih? gara gara Alex ya? ucap ayah sambil menangkup wajah Tara.

Alex yang sedang menutup pintu, menoleh. "ayah jangan nuduh sembarangan. Aku ga ngapa-ngapain Tara. Dia sendiri yang pulang seenaknya ninggalin aku. Kayaknya gara gara cowok tadi deh." ucap Alex panjang lebar.

Oh Tara harus mengambil lakban hitam di laci. Mulut Alex tidak terkontrol. Sumpah Alex bisa ga sih lo ga ember elah, gerutunTara dalam hati. Tara pun langsung meninggalkan mereka bertiga dan berjalan kasar ke kamarnya. Dan ga lupa mengunci pintu, supaya gaada orang yang masuk. Biasanya Alex suka masuk tanpa mengetuk pintu dulu.

Tok...Tok...Tok...

"siapa? Gua ga available untuk di interogasi" ucap Tara didalam kamar.

"Gue. Tara ayolah buka pintunya. Gue pengen ngomong sesuatu sama lo. Ini dari ayah sama bunda. Cepet buka pintunya!!" pinta Alex. Biasanya ada yang penting kalo Alex udah nyebut-nyebut ayah sama bunda. Akhirnya Tara membuka pintunya dan mendapati Alex sedang berdecak lidah. Dia masuk melewati Tara.

"Bulan februari nanti kita pindah ke Amerika. Ayah ada pekerjaan disana. Dan..." ucap menggantung. Tara membulatkan matanya. Ayah mempunyai perusahaan dan cabangnya dimana mana. Tara sudah tau kalau ayahnya mempunyai cabang di Amerika. Dan udah di handle sama adiknya ayah. Tapi kenapa harus pindah?

"dan apa?" tanya Tara was-was. Dia takut apa yang terjadi selanjutnya. "ga akan kembali ke Indonesia. Ayah sama bunda tadi mengurus paspor kita berdua. Gue aja baru tau tadi pas lo masuk ke kamar. Berarti kita pindah sekolah. Dan ayah minta kita ke guru atau bagian tata usaha untuk apa aja yang harus diurus buat kepindahan nanti" jelas Alex.

Air mata Tara rasanya sudah mau jatuh. Tidak akan kembali lagi? Kata kata itu masih terngiang ngiang di otak Tara. Berarti ia tidak akan bertemu Louis lagi? Tetes air mata jatuh ke pipinya yang mulus. Nafas tersenggal senggal. Dia tidak bisa menangia terlalu keras. Takut orang tuanya naik keatas dan menanyakan apa yang terjadi. Dan Tara gamau itu.

Alex yang melihat Tara nangis, langsung menutup pintu dan menarik Tara kepelukannya. Adiknya itu pasti sedih karena gabisa melihat orang yang dia suka secara langsung. "gue tau lo sedih, tapi kita harus melakukannya. Gue tau lo sedih karna gabisa liat gebetan lo lagi. Udah dong jangan nangis. Kan masih ada 7 bulan lagi disini. Lo puas puasin deh liat gebetan lo hahaha" ucap Alex menenangkan.

"lo kira gue pengen mati apa liat sampe di puas puasin?! Lo tau ga cowok yang ketemu kita tadi di taman?" tanya Tara. Alex emang gatau karena Tara masih belom mau cerita siapa orang yang ia sukai.

"siapa dia?" tanya Alex. "dia Louis gebetan gue selama ini. Dia emang jutek. Tapi dia baik. Gua beruntung waktu daftar SMA satu sekolah sama gue. Gue kira diantara gue sama dia bakal pisah, ternyata engga. Ya walaupun pas SMP cuma kelas 8 doang yang bareng. Dan lebih beruntungnya lagi di kelas 11 ini gua juga sekelas sama dia." ucap Tara sambil menyeka air matanya.

Alex menatap Tara sejenak dan berkata, "dia beruntung bisa dicintai sama lo. Cantik, pinter dan kuat cinta sama orang sampe bertahun tahun." puji Alex. Tara tersenyum mendengar pujian dari kakaknya itu. Sekali lagi, Alex dan Tara seperti kakak-adik kandung. Sama-sama mengerti. Alex bangkit dari tempat tidur Tara. Meninggalkan Tara sendirian dikamar.

Tara merenung sebentar. Apa yang harus gue katakan sama temen temen? gue gamau pisah sama mereka. Terutama Louis. Selain keluarganya, Louis berarti juga dalam hidup gue. Gue harus apa?, batin Tara. Sebulir air matar jatuh lagi di pipinya, langsung diseka Tara. Ia harus menerima kenyataan. Harus.

----****------*****-----

Bunyi alarm membangunkan Tara dari tidurnya. Ia harus bertanya ke ayahnya kenapa harus pindah. Tara bangun menuju kamar mandi. 30 menit kemudia, ia siapa turun ke bawah untuk sarapan bersama keluarga. Bisa dilihat di meja makan sudah ada ayah, bunda, Alex.

"good morning, sweetheart" sapa ayah sambil menyium pipi Tara.

"morning yah" balasnya.

Tara duduk di sebelah Alex dan mengambil roti yang sudah disediakan diatas meja.Tara ga mau berbasa basi. Ia harus bertanya sekarang juga.

"Ayah, emang kita beneran pindah?" tanya Tara. Ia tahu kalo jawabannya pasti iya. Tapi entah kenapa ia belum yakin.

Ayah menghembuskan nafas berat. "Unfortunately ya. Karena perusahaan ayah disana sedang ada masalah jangka panjang. Dan sepertinya tidak kembali lagi ke indonesia"

Tara cuma menatap piringnya. 7 bulan lagi ia harus meninggalkan Louis. 7 bulan lagi ia harus memaksimalkan melihat Louis.

"aku berangkat dulu ya yah, bun" pamit Tara. Ia sedang tidak mood berbicara kepada siapapun.

Di sekolah

Tara memasuki pintu kelasnya. Disana sudah ada Jo dan Louis. Mereka menyapa Tara, tapi Tara hiraukan. Ia sedang malas berbicara ke siapapun, apapun itu. Tiba tiba Jo dan Louis datang ke meja Tara.

"lo kenapa Tar? Murung banget hari ini. Dan mata lo... sembab" tanya Jo. Ini orang bener bener kepo deh.

"gapapa. kepo aja lo" jawab Tara singkat.

Sepertinya dia gamau di ganggu, pikir Jo.

Tara masih sibuk dengan pikirannya. Berkutat dengan kepindahannya ke Amerika 7 bulan lagi. Ia tidak ingin temam temannya tahu. Biar nanti saja.

Maaf ya kalo ngebosenin hehehe. comment dan vote dong

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 10, 2014 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

MineWhere stories live. Discover now