iv. the invitation♕

426 77 25
                                    

Perrie menguap lebar tanpa sadar ketika Zayn secara tak sengaja melihatnya. Cowok itu tertawa lalu mendekat ke tembok rendah pembatas antara rumahnya dan rumah Perrie. Cowok itu melipat tangan di atas tembok dan tertawa lagi untuk memanggil Perrie secara halus.

"Perrie."

Perrie yang sebenarnya sedang melakukan peregangan dan olahraga di beranda rumahnya kemudian menoleh ke kanan dan memicingkan mata, melihat dengan jelas siapa yang tengah tertawa dan memperhatikannya (karena itu masih sangat pagi dan matahari pun belum terlihat).

Zayn tertawa lagi dan hal itu membuat Perrie menyadari siapakah yang sedang tertawa. "Apakah itu kau, Cowok Brewokan?" Perrie mendengus gusar. 

Zayn berhenti tertawa. "Hei, aku tidak brewokan!" serunya memprotes. "Aku sudah mencukurnya."

Kini Perrie lah yang tertawa. Gadis dengan bandana merah di atas kepalanya itu kemudian berjalan mendekat pada Zayn dan bersandar di tembok pembatas. "Apa yang kau tertawakan tadi?" tanya Perrie penasaran. 

Zayn menggelengkan kepalanya dan tertawa kecil. Dia tidak ingin Perrie tahu bahwa ia melihat Perrie menguap—Perrie akan merasa kurang sopan dan Zayn tidak ingin Perrie merasa seperti itu. "Aku hanya... aku hanya tertawa melihat rambutmu itu. Cara kau mengikatnya ke atas itu... sungguh lucu." 

Perrie memicingkan kedua matanya dan menatap Zayn curiga. "Aku masih tidak percaya." 

"Ya, terserahmu," Zayn tertawa lagi. Rasanya hari ini aku tidak akan berhenti tertawa, pikirnya tentang dirinya sendiri. Zayn tak menyadari bahwa ketika ia tertawa, Perrie memperhatikannya. Perrie memperhatikan pipi Zayn yang terangkat ke atas bersamaan dengan matanya ketika tertawa... dan Perrie tersenyum, merasa terhibur dengan tawa yang diperlihatkan oleh Zayn. Cowok itu kemudian berujar lagi dan menawarkan suatu hal kepada Perrie. "Apakah kau tidak bosan di rumah terus selama berpuasa? Aku bosan setengah mati. Bagaimana kalau kita pergi ke festival Ramadhan di dekat perbatasan kota?" 

Perrie tersenyum lebar, merasa tertarik dengan tawaran Zayn. "Serius?" tanyanya senang. 

"Ya, aku serius," balas Zayn tanpa melupakan senyumannya yang nyaris setiap waktu selalu menghiasi wajah tampannya. "Mau tidak?" 

"Tentu saja aku mau! Ya ampun, kapan kita akan ke sana? Aku sungguh tidak sabar!" Perrie berteriak pelan, takut akan membangunkan banyak orang di sekitar rumah yang tertidur lagi setelah sahur dan menunaikan Shalat Subuh. 

"Hari ini kita akan ke sana. Nanti setelah Ashar aku akan memanggilmu. Kalau perlu, kita akan berbuka puasa di sana karena perbatasan kota sangat jauh," usul Zayn yang langsung ditanggapi dengan anggukan pasti oleh Perrie. "Ya ampun, kau terlalu bersemangat, ya."

Kalau boleh, aku sudah mengacak rambutmu seperti apa yang kulakukan pada adikku biasanya, Perrie

Perrie tertawa. "Siapa yang tidak bersemangat pergi bersama—oh," Gadis itu menutup mulutnya dan membuang wajahnya dari Zayn. 

"Oke, itu cukup menjelaskan bahwa aku ini tampan." 

Perrie memutar kedua bola matanya. "Ya, aku akui kau memang tampan. Tapi, jangan anggap serius ucapanku tadi. Maksudku, siapa yang tidak bersemangat pergi denganmu karena kau adalah cowok yang asyik dan mudah diajak berteman." 

Zayn memberikan Perrie tatapan menggoda. "Akui saja kalau kau menyukaiku, Edwards." 

"Tidak!" Perrie menahan senyumannya. Ia mengutuk Zayn yang membuat pipinya menjadi panas saat itu juga. Gadis itu mensyukuri bahwa pagi itu masih terlalu gelap sehingga Zayn tidak akan menyadari bahwa pipinya merona merah. Tapi, meskipun begitu Zayn yakin Perrie malu dengan apa yang dikatakan olehnya. 

"Baiklah, kalau kau tidak mau mengakuinya." Zayn mengangkat salah satu alisnya dan tersenyum miring, berpura-pura cuek dan tidak peduli. 

"Aku tidak mengakuinya karena aku memang tidak menyukaimu," Perrie menggerutu pada Zayn. "Lihat saja, Malik. Aku akan membuatmu malu lain kali." 

"Oh, berarti kau sedang malu sekarang?" 

"Zayn, sejak kapan kau menjadi menjengkelkan?" Perrie mendengus lagi. Gadis itu kemudian merengek pelan dan masuk ke dalam rumahnya setelah ia berkata, "Kau harus menjemputku nanti sore." 

Zayn tertawa. Ia tidak pernah menemukan gadis seperti Perrie. Tidak, mungkin sudah pernah. Bahkan sudah banyak. Tapi, baginya Perrie cukup berbeda dengan gadis lain. Perrie memiliki daya tarik yang berbeda dari gadis-gadis lain. Dan mungkin, hanya Zayn lah yang menyadari hal itu.

Safe Place to FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang