Penggemar Rahasia

9 0 0
                                    

Meilani sedang merapikan buku-bukunya saat secarik kertas jatuh dari buku catatannya. Eh !?! Kertas apaan itu..? Tertegun-tegun Meilani hendak memungutnya ketika ada tangan yang secepat kilat menyambar kertas yang jatuh itu. Handoko dengan tubuhnya yang tinggi menjulang sudah memungut kertas yang tercecer dari buku catatan Meilani dan membaca isinya.

"Apaan sih? Sini kasih ke aku..!" Meilani yang tiba-tiba seperti mendapat firasat buruk berusaha untuk merebut kertas ditangan Handoko.

Handoko terkekeh sambil meninggikan tangannya yang menggenggam kertas yang ternyata bertuliskan sederet puisi sambil membacanya keras-keras...

Senyummu adalah cahaya matahari
Mengusir mendung yang menggantung di langit kelabu 
Menuliskan cerita tentang cemerlangnya dunia 

Bunyi langkah kakimu membuat rindu 
Bila kau kan datang menghampiri Sekedar menyapa atau bertukar pandang
Andai mungkin keindahan itu hanya untukku

Selesai membacanya, Handoko membolak balik kertas itu mencari siapa nama pengirimnya.

"Ih, siapa sih yg menulis puisi jelek begini? Saking jelek dia nggak mau nulis namanya!" katanya sambil merengut antara setengah sebal dan kesal.

Sejak kapan ada yang suka mengirim-ngirim puisi ke Meilani? Kok dia bisa sampai nggak tahu??? Meilani juga nggak pernah bilang apa-apa kalau ada anak cowok yang naksir padanya sampai kirim-kirim puisi segala. Huh!

Suit, suiiittt!!!

Setengah isi kelas yang tersisa di dalam ruangan riuh rendah dan bertepuk tangan sambil bersuit-suit jahil. Merah padam muka Meilani. Dengan pandangan mata berapi-api, Meilani merampas kertas yang ada ditangan Handoko. Meilani berdiri dengan muka merah. Matanya berkaca-kaca karena saking malu dan kesalnya karena Handoko sudah membaca puisi yang entah siapa pengirimnya itu keras-keras di jam istirahat kelas. Apa dia tidak tahu kalau setengah dari isi kelas mendengarkannya?

"Han! Itu 'kan untukku. Kenapa kau ambil tanpa seizinku dan membacanya!?!" rungut Meilani dengan ekspresi penuh kekesalan.

Anak-anak rambut ikal di kepalanya berdiri membentuk bayangan halo. Suaranya berapi-api.

"Eh? Lha itu tadi 'kan jatuh sendiri. Aku malah membantu memungutkannya untukmu dan membacakannya."

"Tapi kenapa harus dibaca isinya? Kamu nggak ngerti ada yang namanya privasi, ya?"

"Mana aku tahu ...Wong aku nemu kertas itu dilantai. Lagipula kenapa kalau dibaca? Begitu doang isinya..." Handoko tetap tak mau mengalah.

"Ehhh....kalian berdua, kalau berantem dengan pacar jangan di dalam kelas dong. Kita ini bukan obat nyamuk," Iskak menyahut menengahi disambut tawa geng anak-anak cowok yang bergerombol di pojokan kelas sambil memperhatikan pertengkaran antara Meilina dan Handoko.

Meilani membalikkan badannya dengan cepat lalu berlari keluar kelas dengan muka memerah karena malu dan marah. Air matanya tak tertahankan lagi jatuh. Kepangan rambutnya yang panjang menjuntai sepinggang bergoyang di punggung Meilani.

"Mei...! Mei...! Tunggu!" seru Handoko sambil hendak mengejar, tapi kemudian urung.

Dia 'kan juga sedang kesal! Tapi melihat Meilani berlari keluar kelas sambil menangis seperti itu sebetulnya Handoko merasa menyesal. Dia tidak ingin membuat Mei menangis. Dia cuma sedang kesal saja kenapa ada yang mengirimi Mei puisi seperti itu.

Sementara itu di depan kelas, Juned berdiri membelakangi pintu. Diam-diam menghela nafas panjang. Kok bisa kertas yang dia selipkan di buku catatan Meilani bisa jatuh dan ditemukan oleh Handoko....Sekarang, Meilani menangis pula...

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 24, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

PuberWhere stories live. Discover now