Tiga

212 47 1
                                    

Seperti biasa, jika Rana dkk memilih untuk ke kantin saat jam istirahat, lain halnya dengan Barra dkk. Mereka justru memilih untuk nongkrong di lapangan sekolah, sekedar bermain bola basket atau hanya nongkrong sambil bercakap.

Terlihat boring, tapi tidak bagi mereka. Bagi Barra dkk, nongkrong di lapangan jauh lebih asyik daripada nongkrong dikantin. Selain sepi, pastinya tempatnya juga luas buat ketawa kenceng. Gitu.

"Jep, kasih tau tuh temennya Jihan. Si Una? Cewek yang rambutnya pendek segini" ujar Jeka sambil menaruh kedua telapak tangannya dibawah telinga, mencontoh kan rambut seorang gadis yang Jeka maksud.

"Lo serius deketin dia? Galak loh Jek" Jefri tertawa, "Tapi kalo lo emang serius mau deketin Una ya gak papa. Yang penting jangan disakitin aja"

Jeka diam. Bukan, bukan diam karena sariawan. Tapi diam karena ucapan Jefri. 'Yang penting jangan disakitin aja'. Maksudnya apa? Jefri juga suka sama Una? Bagaimana dengan Jihan?

"Lo juga suka sama Una, Jep?" tanya Jeka dengan tatapan tajam.

Kini tawa Jefri kian kencang, "Gila lo njeng! Ya kali gue suka Una padahal udah punya Jihan. Kagak Jek, gue gak suka Una. Cukup Jihan"

Hembusan nafas lega meluncur dari bibir Jeka, "Alhamdulillah"

"Oiya. Bar, bidadari yang katanya lo tolong tadi anak kelas mana?" tanya Dika seraya membuka bungkus jajan ciki kesukaannya. Ohayo. Katanya siapa tau dapet uang, lumayan lah buat nambah uang jajan.

Yang ditanya malah tersenyum gak jelas, "Temennya Jihan sama Una"

"Anak 12 IPA 3?"

"Hooh. Cakep bos, kalem wajahnya. Gue demen"

Juna yang baru saja bermain bola, lantas merampas botol akua yang tadi Dika beli. Dika udah siap mau mengomel, namun oleh Juna langsung dibekap pakai tangan.

"Dikit aja elah, pelit amat lau" Juna segera meneguknya hingga tandas, "Si Yuna, Bar?"

"LAH GOBLOK! KATANYA DIKIT, INI MALAH DIABISIN! TOLOL!" umpat Dika penuh emosi membara. Masalahnya dia itu suka banget teriak di kelas, takutnya nanti dia haus kan susah.

"Halah, berapa sih harganya? Buset lo lebay banget"

"Gocap dong!"

Juna memberikan sepuluh ribu, "Ambil ae semua"

Yang mulanya bawaan pengen marah, melihat Juna malah memberikan sepuluh ribu, seketika marahnya berubah menjadi senyum gak jelas.

"Nah, ini baru namanya sahabat. Lo abisin juga gak papa dah Jun, tiap hari" kata Dika, menerima uang sepuluh ribu Juna dengan rasa bahagia.

Juna hanya mendesis jengkel.

"Bukan si Yuna. Itu, si ketua OSIS" jawab Barra.

Empat cowok ganteng itu refleks membulatkan matanya, "DIRANA NYET?!"

• • •

"Gimana Ran? Mama kamu bisa jemput?" tanya Yuna yang berada disamping Rana.

Rana menggeleng lemah, "Aku udah telfonin sampe sepuluh kali gak diangkat. Papa aku juga. Gimana dong Yun?"

"Bareng gue aja gimana Ran?" Jihan muncul didepan Rana dengan jari memainkan kunci motor.

Mereka masih setia duduk di kelas, meskipun bel pulang sudah berbunyi nyaring sepuluh menit yang lalu. Hal ini dikarenakan Rana panik sebab orangtuanya ditelfon tidak diangkat.

Double DiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang