Lima

242 45 3
                                    

Sampai rumah, Barra langsung lari menuju kamar. Padahal biasanya boro-boro pulang sekolah masuk kamar, pasti ke dapur dulu. Entah itu makan lah, minum lah, atau godain Bi Wiwin. Tapi, berhubung hari ini Barra lagi dilanda kepanikan, alhasil cowok itu mengabaikan dapur terlebih dahulu.

Alasan mengapa Barra panik adalah; karena Rana bilang dia playboy.

Iya, Barra masih kepikiran tentang omongannya Rana tadi sampai rumah. Bahkan nyetir tadi agak gak fokus, jadinya dia bawa motornya rada lirih.

INI DIA BENERAN PANIQUE!!

Jalan satu-satunya untuk mengatasi kepanikannya ini hanyalah; minta tolong Jihan.

Dengan buru-buru, Barra mengambil ponselnya yang ia taruh di saku celana seragam. Setelah ketemu, cowok itu bergegas mencari kontak Jihan.

Panggilan pertama tidak diangkat. Barra tak menyerah, dicobanya satu lagi. Kali ini alhamdulillah diangkat.

[Halo], sapa Jihan.

"Woy, Han! Gue mau minta nomer hp nya Rana dong" tanpa basa-basi, Barra main gas.

[Buat apaan?], tanya gadis berwajah jutek itu.

"Ada lah pokoknya. Buruan kirim ya, bye!"

Barra langsung memutuskan sambungan sepihak.

• • •

Belajar. Kegiatan yang sekarang ini Rana lakukan hampir setiap hari. Semenjak dia sudah kelas 3, Rana tidak ingin bermalas-malasan. Dirinya berusaha semaksimal mungkin, agar bisa masuk kedokteran. Soalnya dokter merupakan cita-cita Rana sejak kecil.

Kalau kelas 1 dan 2 dulu Rana sedikit malas belajar, namun kelas 3 ini dirinya bertekad untuk tidak malas. Meskipun hari sabtu alias malam minggu, Rana tetap belajar.

Rana mencoba mengerjakan soal-soal ulangan tahun lalu, yang ia dapatkan dari internet.

Sampai pada akhirnya suara yang berasal dari kasurnya, memecahkan keseriusan Rana dalam mengerjakan soal. Gadis itu menoleh kebelakang untuk sekedar melihat benda apa yang berisik itu?

Ternyata ponselnya. Dengan perasaan terpaksa, Rana beranjak dari kursi meja belajarnya, lalu memungut ponselnya.

081 225 xxx xxx is calling...

Siapa ini?, batin Rana bertanya.

Karena penasaran, cewek itu menekan tombol hijau.

"Halo? Ini siapa?" tanya Rana to the point.

[Salam dulu, Rana], jawab si penelfon, disusul kekehan.

Rana mengerutkan keningnya. Sebentar, sepertinya dia tau siapa penelfon ini. Bukan salah lagi, Barra! Dilihat dari ucapannya yang menggunakan nama.

"Assalamualaikum. Ini Barra, bukan?"

Dari ujung sana terdengar cowok itu tertawa kecil. Merasa ketahuan, [Kok Rana tau?]

"Tau lah. Siapa cobak yang sering ngomong sama aku pake nama, selain kamu. By the way tau nomor ku darimana?"

[Hehehe, iya ya? Tapi Barra terlanjur nyaman ngomong begini. Gak papa, ya? Kalo masalah nomor, Barra minta Jihan]

Rana mengangguk, namun sadar jika Barra pastinya tidak tau kalau dia mengangguk, lantas di jawab, "Iya gak papa. Ada apa nelfon?"

[Oh iya. Barra mau ngomong sesuatu]

Mendadak jantung Rana berdegup kencang.

"A-apa?" tanya Rana gugup. Dalam hati dia merutuki kegugupannya.

[Jangan gugup gitu, belum waktunya Barra ngomong. Tunggu dulu ya. Soalnya ini lain yang mau Barra omongin]

Seketika cewek itu langsung salah tingkah. Beruntung Barra tidak bisa melihatnya, coba kalau bisa? Malu lah bor.

"Iya udah, mau ngomong apa?"

[Jujur ya, Rana tadi bilang playboy kan? Itu maksudnya gimana? Buat Barra? Kalau iya, jangan percaya ya. Barra emang ganteng, tapi Barra bukan tipe cowok suka tebar pesona atau ngalusin cewek kok. Kalo gak percaya, nanti Barra kasih screenshot roomchat nya Barra. Percaya sama Barra please, Rana], jelas Barra berusaha meyakinkan Rana.

Rasa bersalah menjalar di hati Rana. Dirinya terlalu percaya omongan Una soal Barra playboy. Sampai akhirnya Barra sendiri yang menjelaskan semuanya agar Rana percaya.

"Kamu denger? Maaf ya, beneran aku gak ada niatan mau ngejelekin kamu kok! Please jangan marah" suara Rana terdengar bersalah. Sepertinya mirip suara akan menangis.

Mendengar perubahan suara Rana yang terdengar kayak hampir nangis, Barra kelabakan sendiri, [Eh gak papa kok Rana! Barra gak marah. Beneran! Jangan nangis dong! Gak marah sama sekali Barra]

"Aku gak nangis. Cuma bersalah. Maaf, ya?"

[Iya, Barra maafin. Lain kali jangan percaya omongan orang lain ya? Kalo bukan dari orangnya sendiri. Oke?]

"Iya. Aku mau belajar, aku matiin ya telfon nya?"

[Yah, yaudah deh. Save nomor Barra ya. Biar kita bisa chatting-an lewat whatsapp. Bye Rana, selamat belajar]

Sekali lagi, Barra memutuskan sambungan sepihak.

• • •

Selesai belajar, Rana berniat ingin bermain ponsel sekedar melepas penat. Namun, dirinya dibuat terkejut ketika melihat notifikasi whatsapp sebanyak 200 dari oknum bernama Barra.

Saat dilihat, ternyata cowok itu tidak main-main dengan ucapannya perihal memberikan screenshot roomchat-nya. Rana benar-benar kaget. Kaget soalnya roomchat-nya Barra mirip asrama putri. Cowoknya malah dikit, atau kemungkinan chat-nya ketimbun sama chat cewek.

Rana mengunduh semua foto screenshot roomchat yang Barra kasih, kemudian dibacanya satu-persatu chat dari berbeda-beda cewek. Gilss.

Setelah selesai dibaca, Rana dapat menyimpulkan jika memang bukan Barra yang genit atau tebar pesona, melainkan ceweknya sendiri lah yang ganjen di Barra. Bahkan ceweknya lah yang menge-greet Barra duluan.

Nah, mungkin yang membuat banyak orang mengira kalau Barra playboy adalah; dia menanggapi semua chat-nya dengan ramah. Yah, ada juga sih yang sempat dibaperin. Tapi itu cuma dibuat bercandaan.

Whatsapp
21.00

Dirana: Iya percaya kok, daritadi malah. Kamu gak usah kirim juga gak papa, aku udah percaya kok.

Belum ada 5 detik, Barra membalas. Rana geleng-geleng takjub.

Dibarra: Gak papa, biar sekalian Rana percaya ke Barra beneran. Liat sendiri kan yang ganjen siapa?

Dirana: Iya, tau.

Dibarra: Sip. Makasih Rana

Dirana: Buat?

Dibarra: Percaya sama Barra :)

Rana membaca pesan Barra sambil senyum kecil.

Dirana: Sama-sama. Semoga kepercayaan ku gak kamu rusakin ya

Dibarra: SIAP NYAI!

Pesan Barra yang terakhir, hanya Rana baca karena tiba-tiba dia diserang kantuk mendadak.


















Double DiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang