Cinta Tidak Harus Di Katakan

31 8 1
                                    


.

.

.

Beberapa hari ini, Aluna lebih memilih menghabiskan waktu istirahatnya di perpustakaan dengan berbagai buku pelajaran ataupun novel. Jika biasanya ia akan berkumpul di kantin bersama teman – temannya, namun akhir – akhir ini Aluna selalu menolak ajakan mereka. Alasannya seperti yang telah di katakan sebelumnnya, yaitu membaca buku. Tapi itu tidak sepenuhnya benar.

Jujur Aluna tidak terlalu suka datang kemari, ia lebih suka berada di tempat yang ramai. Misalnya pergi ke cafe atau ke tempat perbelanjaan yang memperlihatkan beberapa macam pakaian dengan model terkini, bukan sederet buku yang tertata rapi di lemari yang seketika membuat kepalanya pusing.

'Aku hanya ingin melihat pria itu, Pria dengan alis tebalnya. Pria yang memiliki tatapan mata yang tajam, namun dari mata itu aku bisa merasakan sesuatu yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Ia selalu ada di tempat ini dan terkadang duduk sendirian. Ia hanya akan mengambil satu buku dan meletakkan begitu saja di hadapannya. Entah apa yang sedang di pikirkannya, kadang aku berpikir untuk apa ia kemari jika yang di lakukannya hanya duduk diam sambil menatap keluar jendela tanpa menyentuh bahkan membaca bukunya.'

Seperti biasa Aluna akan mengambil beberapa buku secara acak, Saat akan berbalik tiba – tiba ia merasa ada yang mendorong bahunya dan membuat buku yang ia bawa jatuh dengan suara yang cukup membuat orang di sekitarnya mengalihkan perhatian kepadanya. Aluna langsung memungut buku – buku itu, sedangkan orang yang menabraknya tadi memilih pergi tanpa membantunya.

"Ini." sebuah tangan terulur sambil menyerahkan buku di tangannya.

"Maafin temen kakak, dia tadi engga sengaja nabrak kamu."

"Iya, kak. Terimakasih juga atas bantuannya."

"Kamu ternyata rajin juga yah." Ujarnya sambil melirik buku yang di bawa Aluna.

Aluna mengernyitkan dahinya dan tersipu saat mengetahui arah tatapan kakak kelas di depannya.

"Mau kakak bantu bawa bukunya?."

"Engga perlu kak." Aluna menggelengkan kepalanya.

"Sekali lagi terima kasih, kak. Permisi." Setelah Aluna pergi, pria ber – name tage Bayu itu langsung memberi tahu kepada seseorang yang sejak tadi bersembunyi di balik lemari.

"Dia sudah pergi."

"Aku tahu." Sesosok tubuh berjalan keluar dari balik lemari. Satu tangannya ia mesukkan kedalam saku tapi matanya terus tertuju pada gadis yang sengaja ia tabrak.

"Jadi, sekarang bagaimana?."

"Seperti biasa." Mendengar jawaban datar dari temannya, Bayu menghembuskan napas lelahnya.

..........

Aluna sudah mendapatkan posisinya yang nyaman, matanya ia edarkan ke seluruh ruangan namun tidak menemukan apa yang di carinya. Suara decitan kursi mengalihkan perhatiannya, betapa terkejutnya Aluna saat melihat kesamping dan mendapati orang yang sedari tadi ia cari duduk tepat di sebelahnya. Hari ini perpustakaan sedang ramai, kebanyakan dari mereka adalah siswa kelas tiga yang sebentar lagi akan melaksanakan ujian kelulusan. Kalau seperti ini Aluna tidak bisa lagi melakukan rutinitasnya, mungkin masih bisa tapi resikonya juga tinggi.

Ia mengambil buku dan membacanya dengan posisi menutupi setengah wajahnya. Jantungnya berdegup kencang dua kali lipat, tangannya sedingin es. Aluna berdoa semoga ia tidak pinsan karena pasokan udara yang menipis. Kembali ia mencoba melirik kesamping dan tidak mendapati siapun yang ada hanya sebuah buku dengan catatan kecil yang tertempel di sampul.

Love Don't TalkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang