1|Awal Mula

384 10 0
                                    

"Wawassainal-insana biwalidaihi ihsana, hamalathu ummuhu kurhaw wa wada'athu kurha, wa hamluhu wa fisaluhu salasuna syahra," (Q.S Al- Ahqaf : 15)

Air mata yang sempat berhenti kini kembali keluar kala Hilya melanjutkan membaca ayat suci yang pertama kali turun di Gua Hira itu, Ia tahu arti dari ayat yang barusan ia baca, bahkan hafal karna sewaktu masih duduk di bangku aliyah, gurunya sering menasehati dirinya dan teman-teman menggunakan ayat tersebut.

Matanya melirik ke sebelah kiri dimana tertera arti dari ayat yang ia baca secara tidak sadar, "dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan,"

Ya Allah, apa Hilya telah durhaka kepada orangtuanya? Ingatannya kembali memutar saat sore tadi Abi dan Umminya memohon.

"Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikum salam, Hilya? Kamu sudah pulang nak? Sini dulu, Abi mau bicara sama kamu"

Hilya pun berjalan menuju sofa ruang tamu dimana kedua orangtuanya berada, setelah salim ia mengambil tempat duduk di depan Abi dan Umminya, "ada apa Bi?"

"Kamu tahu kan kamu sudah bukan remaja lagi, dalam artian dewasa, Abi takut kamu terlalu fokus sama pekerjaan kamu, dan tidak memikirkan untuk berkeluarga,"

"Iya, terus?" Gadis itu menebak-nebak apa yang akan Abinya bicarakan? Kenapa situasinya jadi serius begini?

"Kami tahu kamu belum mempunyai calon, maka dari itu Abi dan Ummimu ini ingin menjodohkan kamu dengan anak sahabat Abi sewaktu duduk di bangku kuliah, kamu mau kan nak?"

Senyum yang tadi terukir manis kini menjadi datar, "Hi-hilya gak salah denger kan?" Ucapnya dengan penuh keraguan seraya menatap Abi dan Umminya bergantian.

"Kamu tidak salah dengar nak, Kami memang berniat ingin menjodohkanmu dengan anak sahabat Abimu, Kamu mau-

"Umur aku masih 21 tahun Ummi! Banyak kok yang menikah diumur 21 tahun keatas, jadi kenapa kalian terlalu terburu-buru seperti ini?" Katanya dengan sedikit membentak, ia bahkan tidak mengira akan berkata seperti itu, setan benar-benar telah merayu dirinya.

"Bukan itu masalahnya nak, Abi pernah janji kalo anak kami salah satu nya ada yang perempuan dan laki-laki, kami akan menjodohkan nya. Abi tidak ingin mengingkari janji itu, kamu tahu kan kalau janji itu harus ditepati?" ucap Raihan-Abi Hilya dengan tenang. Ia tahu, meluluhkan hati anak bungsunya sama seperti melobangi batu dengan tetes demi tetes air, perlu waktu.

"Halah! Alasan klasik tau gak sih,"

"Hilya jaga ucapan kamu, Kami masih orangtua kamu lho," ujar Aisyah-Ummi Hilya mengingatkan.

"Pokoknya Hilya gak mau Abi, Ummi!" Sentaknya lalu berlari menuju kamar nya, terus mengunci pintu.

"Hilya!"

"Biarkan dia tenang dulu Sayang, jangan sampai dia tertekan karena hal ini, salahku juga, kenapa aku sampai bisa berjanji seperti itu?"

"Sudahlah Abi, jangan disesalkan, yang harus kita lakukan sekarang membujuk anak kamu, walaupun aku tidak tega juga, Hilya pasti sedih." Kata Aisyah sedih seraya menyenderkan kepala ke bahu suaminya.

Raihan tersenyum sambil menepuk kepala istrinya dengan sayang, "anak kamu juga."

====

Sewaktu mengurung diri di kamar, bibir tipis gadis itu tidak pernah sedikitpun berhenti membaca ayat demi ayat Al-Qur'an, hatinya sedang gundah, pikirannya kalut, ia tidak boleh kehilangan kendali seperti tadi, marah itu sifatnya setan, dan sebaik-baik tempat setan adalah neraka. Nauzubillahiminzalik.

Ia pasti sudah menyakiti hati kedua orangtuanya, gadis itu kembali menangis, menaruh kitab suci tersebut di atas nakas, lalu berbaring sambil menutup mata dengan satu lengannya, berusaha agar air yang membendung dimata indahnya tidak keluar, bibir nya mulai mengucap istighfar tanpa henti dengan penuh penyesalan, sampai kesadarannya menghilang berkelana dialam mimpi, satu harapan yang terus ia minta pada sang Khalik, 'semoga hari esok, tidak seburuk hari ini.'

===

Siapa yang tidak mengenal Arham Zahian Admawidjaya? 

Arham Zahian Admawidjaya, anak dari Abdul Ghaffar Admawidjaya dan Kamila Sarah Admawidjaya. Dengan perusahan di bidang industri kayu diberbagai negara, membuat keluaraga Admawidjaya tidak dipandang rendah. Dengan sikap dermawannya, Abdul Ghaffar dikenal sebagai top five human rich di seluruh dunia. Mereka hidup bahagia setelah menjalani kehidupan yang buruk, dengan semangat dan dukungan dari Kamila dan ridho Sang Pencipta, akhirnya laki-laki itu bisa memutarbalikkan pemikiran orang-orang tentang keluarganya yang dulu hidup serba tidak berkecukupan.

"Arham Zahian Admawidjaya!"

Oh, tidak. Drama apa lagi ini?

Arham menutup matanya sembari mangumpat pelan ketika nama lengkapnya dipanggil sang kepala keluarga,"apa?"

"Kamu yang bikin Bunda nangis?" Geram kepala keluarga sambil menghampiri Kamila yang sedang duduk di kursi malas ketika melihat anak dan istrinya hanya berdua di halaman belakang yang luas itu.

"Enggak!"

"Iya Ayah!"

 Arham kembali memutar kedua bola matanya ketika mendengar suara manja Bundanya, jika sudah begini mau sebenar apapun Arham, sudah pasti Bundanya yang menang.

"Gimana Arham gak marah sih, kalo Bunda nyuruh Arham nikah sama bocah!" Ucapnya meminta pembelaan.

"Dia bukan bocah kok, udah kerja juga, cantik lagi" Bundanya berdiri memeluk suaminya meminta agar kepala keluarga itu mau memaksa anak sulungnya menikah.

"Turutin aja kenapa sih? nikah enak loh, ada yang beresin kamar kamu, nyiapin semua keperluan kamu, bisa ena-ena pula," sewot Abdul Ghaffar sambil memeluk istrinya balik.

God! Apa yang sudah Bunda nya tularkan pada kepala keluarga Admawidjaya?!

"Kalo itu juga bunda bisa," sewot Arham balik, sambil melirik malas kedua oarngtuanya yang mulai menampakkan kemesraan diumur yang sudah tidak muda lagi. Didepan anaknya yang ganteng ini loh.

"Jadi kamu mau ena-enain Bunda?! Hadapi langkah mayat Abdul Ghaffar dulu!" Sentak Ghaffar seraya menepuk dadanya seolah-olah mengajak anaknya untuk tawuran.

"Astaga, ya enggaklah!"

"Pokonya kamu harus nikah sekarang juga! Eh enggak, kalo sekarang nikahan juga belum ada persiapan, pokoknya dalam waktu seminggu ini kamu harus menikah! Dengan pilihan bunda tentunya," paksa Kamila yang sepertinya tidak bisa diganggu gugat.

"Iya! Kamu harus menikah!" Dukung sang kepala keluarga dengan semangat, gimana gak semangat, semakin cepat ia menikah maka semakin banyak waktu istrinya untuk memanjakan Ayah! Huft!

"Arham bisa hidup sendiri kok, kalo kalian gak mau terganggu sama kehadiran Arham disini."

Kamila menghela nafas pelan lalu mulai berjalan kearah Arham dengan gaya dramatis, memeluk anaknya yang dulu sering kali merengek meminta mainan, "Bunda gak tahu, sampai kapan Bunda dan Ayahmu hidup, kamu juga sudah dewasa, tidak bisakah kamu menuruti keinginan Bunda ini?"

Skak! Kalau sudah begini, apa yang harus Arham lakukan? 

Tbc

Hilya MafazaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang