2|Pertemuan

142 8 2
                                    

Jika di waktu pagi sekitar jam enam pagi ayam sudah berkokok, menyuruh siapapun untuk bangun agar melanjutkan aktivitas yang tertunda kemarin. Berbeda dengan gadis yang sedang berbaring di petiduran empuk itu. Setelah sholat subuh tadi, ia memang langsung kembali tidur tanpa membuka mukena dan mulai beristighfar, matanya benar-benar ngantuk sebab ia tidur tepat pukul 5 dini hari.

Tok Tok Tok

"Nak? Sarapan dulu yuk,"

Gadis itu perlahan membuka matanya, lalu kembali menutup mata seraya mengernyitkan dahi saat pening menghantam kepalanya. Dengan perlahan mengambil posisi duduk sambil memijat kecil dahinya yang terasa sakit.

"Hilya? Bangun nak,"

Sahutan dari wanita yang begitu ia kenal kembali tertengar, reflek Hilya berkata, "iya, Hilya mau mandi dulu Mi."

Setelah tidak mendengar sahutan Aisyah, ia pun berdiri mengambil handuk yang tergantung di samping pintu lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

====

"Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumsalam"

Melihat anaknya yang sudah kembali membaik, lantas Raihan bertanya dengan raut serius.

"Gimana? Kamu mau kan?"

"Abi, biarkan Hilya sarapan dulu," sahut Aisyah mengingatkan.

Hilya menghela nafas berat, lalu menatap kedua orangtuanya.

Semalam, sebenarnya Hilya sudah mendapat petunjuk, setelah selesai mendirikan qiyamullail, ia sholat istikharah meminta petunjuk kepada Yang Maha Kuasa, dan langsung di jawab melalui mimpi subuh tadi. Entah kenapa ia merasa, kalau Allah pun mendukungnya untuk segera menikah.

'bismillahirrahmannirrahim'

"Iya, Hilya mau."

"Ummi gak salah denger kan Bi?" Ucap Aisyah menatap Abinya meminta jawaban, setelah mendapat anggukan dari Raihan, ia lalu berdiri menghampiri Hilya, anaknya.

"Alhamdulillah, Ummi seneng Kamu mau menikah." Lanjutnya lalu memeluk anak bungsunya sayang.

"Abi gak mau meluk kami?" Sahut Hilya membuat Raihan tertawa, terus berdiri menuju dimana istri dan anak bungsunya lalu memeluk mereka berdua.

"Iya, iya. Abi juga senang kalo gitu."

Melihat senyum bahagia keduanya, membuat Hilya bersyukur, berarti ia tidak salah memilih keputusan, terima kasih Ya Allah.

====

"Arham, jangan sampai lupa ya, makan siang nanti kamu harus pulang ikut Bunda," ujar Kamila mengingatkan,

"Tapi aku harus kerja Mi, nanti kena pecat kalo bolos," jawab Arham santai sambil terus menyuapkan nasi goreng buatan Bundanya.

Brak!

"Uhuk!"

"Kamu ya, mau bohongin Bunda?! Masa iya Direktur yang punya perusahaan di pecat?! Bunda bukan anak SD kali!" Bentak Kamila mengabaikan Arham yang terdesak mencari segelas air.

Setelah minum segelas air putih, Arham menatap Bundanya yang begitu antusias, sebegitu senangnya kah Bunda?

"Awas ya kalo sampe kamu gak dateng," ancam Bundanya seraya meragakan menggorok lehernya sendiri, membuat Arham bergidik ngeri.

"Iya iya, Arham berangkat ya Bun," ucapnya mengalah lalu segera menuju pintu utama, ia benar-benar terlambat, padahal pagi ini ada meeting dengan salah satu perusahan kain meminta bekerja sama untuk membuat kursi ruang tamu.

Hilya MafazaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang