1

16.1K 441 59
                                    

    Jahat Seperti Iblis, Tapi Berwajah Malaikat.
____

    Pagi yang hangat dengan sinar matahari yang masih malu-malu menyapa. Kicauan burung pagi dan angin yang berhembus pelan mengibaskan rambut seorang siswa yang berdiri tak jauh dari gerbang. Suara motor yang masuk dan terparkir rapi juga beberapa murid yang masuk melewati gerbang menjadi awal yang baru untuk Luna.
  
    Luna Diandra, gadis yang akrab disapa Luna itu menghela nafas panjang saat berada didepan gerbang sekolah barunya. Ia menekankan dalam dirinya, tak ada lagi si cupu, tak ada lagi gadis pintar berpura-pura polos yang ada hanya Luna yang baru.

     Luna dengan rambut sepinggang, headset dikedua telinganya dan tas yang tersampir dibahu kanannya. Tak ada lagi kaca mata bulat dan kepangan kalajengking dirambutnya.

    Ada banyak alasan Luna memilih sekolah ini, sekolah favorit, sekolah dengan integritas tinggi, sekolah dengan anak hits dan berprestasi, satu lagi, sekolah asri dengan pepohonan yang teduh. Tidak mudah bagi Luna untuk masuk ke sekolah Pelita Bangsa, ia saja harus melewati beberapa tes online, wawancara dan tentunya mengumpulkan dokumen penting.

    Langkahnya masuk kedalam lingkungan sekolah, menuntunnya kesebuah ruangan dengan tulisan Ruang Kepsek diatas pintunya. Ketukan kecil menjadi awal yang baik untuk memulai semuanya.

    "Permisi pak, saya Luna pindahan dari Lampung."

    "Silahkan duduk Luna,"

    Luna duduk, memperhatikan setiap hal diruangan ini, mulai dari foto-foto yang terpajang didinding, piala besar dipojokan ruang, meja dengan ukiran dan pahatan super detail, benar-benar menunjukkan sekolah yang ia impikan.

     Cukup beberapa menit saja berbincang seputar aturan dan poin sekolah, termasuk biaya seragam sekolah yang harus ia bayar. Kertas yang di sodorkan diatas meja sebagai bukti yang harus ia bawa menuju koperasi sekolah segera ia masukkan kedalam tas.

     "Mari, biar saya antar ke ruang kelas kamu,"

     Luna tersenyum sambil mengangguk, ia mengikuti kepala sekolah dari belakang. Sebenarnya ia gugup, karena ini pertama kalinya ia pindah sekolah. Gadis itu hanya menunduk jika ada murid yang lewat, sesekali ia mendongak melihat  sekeliling.

      "Ayo masuk Luna!"

      "Iya pak."

       Luna masuk kedalam sebuah ruang kelas dengan cat tembok berwarna abu-abu, dinding dengan foto-foto pahlawan, meja dan kursi yang berwarna serupa ditambah AC yang berhembus pelan membuatnya sedikit minder jika membayangkan perbedaan sekolahnya yang dulu.

      "Anak-anak kalian kedatangan murid baru, silahkan perkenalkan diri kamu."

      "Nama saya Luna, Luna Diandra. Pindahan dari Lampung."

       Luna sedikit bersyukur, tak ada sorak-sorakan seperti yang ia baca di novel-novel, tak ada jug godaan meminta nomor hp, yang ada hanya diam dan hening, kecuali seseorang yang duduk di bangku paling depan, gadis itu seolah merasa Luna adalah keajaiban untuknya, datang membawa ceria diwajahnya. Luna tak kenal siapa dia, mungkin gadis itu orang pertama yang akan datang kebangkunya dan berkenalan dengannya.

     "Luna kamu bisa duduk di bangku belakang nomor dua, dekat jendela,"

     "Iya pak."

     "Bapak tinggal dulu, semoga bisa beradaptasi dengan baik."

      Luna mengangguk kemudian melangkah ke tempat duduk barunya. Sepertinya disini tak ada bangku yang di isi oleh dua orang, karena yang Luna lihat bangkunya hanya di isi oleh satu orang.

      Tak ada guru dipelajaran pertama. Luna pikir jam kosong akan membuat satu kelas ribut, atau setidaknya tidak diam seperti sekarang. Mereka sibuk membaca, menulis dan beberapa yang lain mengerjakan tugas, tidak peduli dengan kehadirannya.

     "Awww." Luna meringis ketika seseorang menarik rambutnya dari belakang, ia sedikit menoleh dengan tatapan kesakitan.

    "Bersihin toilet sekarang!"

    "What? Ngigo kali," ucap Luna dalam hati.

     Luna melongo mendengar penuturan laki-laki dengan rambut sedikit cokelat yang duduk dibelakangnya. Tak ada tanda bahwa ia bercanda, tatapan menakutkan yang terarah pada Luna membuatnya sedikit takut.

     "Maaf, kayaknya anda salah orang,"

     "Gue gak salah orang, itu perintah buat murid baru kayak Lo."

     Luna menatapnya bingung, laki-laki dibelakangnya itu semakin menarik rambutnya, sakit, tentu saja. Ini bukan bully-an kan? Atau kekerasan lainnya yang sering terjadi di sekolah.

     "Sekarang!"

     "Tapi Lo siapa? Kenapa nyuruh-nyuruh gue?"

     "Gue bos Lo mulai sekarang."

___

     Thanks udah baca, aku gak tahu kalian bakal ninggalin atau stay di cerita ini. Tapi yang jelas aku akan sangat suka jika kalian menyimpan ceritaku di library kalian.

Minggu, 1 Juli 2018

Salam hangat dari author.

Vina Qurrota Akyuningrum

BACA CERITA AUTHOR YANG LAIN JUGA YA...

ALRAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang