Aku baru menyadari satu hal "Tapi, kau... kau kenapa tidak sedang berbicara dengan psikiatermu?"
"Kau benar-benar bodoh? Aku bilang, aku mengantar, aku sedang tidak depresi," jawabnya membuat aku jengkel.
Lagi-lagi dia menyebutku bodoh? Heol, aku tau dia pintar, tapi apa dia harus menyebutku bodoh?
Tidak ingin membuatnya marah, aku pun menanggapi perkataannya dengan tersenyum.
Aku kembali ke posisiku, sekarang aku harus apa? Pergi? Ah oke aku akan pergi.
"Kenapa masih disini?" Tanya-nya, lagi lagi aku mengurungkan diri untuk berdiri dan menoleh kearahnya tidak percaya.
"Apa ini rumah sakit milikmu, hingga bisa mengusirku seenaknya?"
"Kalau aku mau, aku bisa membeli rumah sakit ini," ucapnya angkuh yang membuat aku menggempalkan tanganku. Apa ini pangeran yang di idam-idamkan semua kaum hawa?
Saat ingin menjawab lagi, tiba-tiba ponselku berdering. Dan terlihat nama ibu disana, segera aku angkat telepon itu.
"Assalamualaikum?"
"Waalaikumsalam, heh ai kamu udah dimana? Udah jam 11 malem ini, kata si aa kamu udah pulang dari tadi? Ning belom nyampe-nyampe? Susunya Aksa abis,"
"Khilaf bu, iya iya ini mau pulang. Tapi kalo susu... aku belum beli hehehe,"
"yaudah sok pulang buruan. Hati-hati di jalan,"
"Susu Aksa gimana bu?"
"Udah gapapa, masih ada buat besok siang. Besok pagi kamu langsung beli,"
Aku berdiri lalu berlari menelusuri koridor rumah sakit, "iya iya, ini aku pulang beneran,"
Tanpa aku sadari, aku meninggalkan Mateen yang bingung bagaimana cara memanggilku.
*
( m a t e e n p o v )
Aku bingung saat dia tiba-tiba lari begitu saja, aku sangat ingin mengetahui namanya dulu. Aku ingin memanggilnya, tapi apa yang harus aku panggil jika nama saja aku tidak tahu?
Ah gagal, bagaimana ini? Apakah dia akan kembali ke rumah sakit ini? Tapi kenapa aku sekesal dan sepenasaran itu kepadanya?
*
"Assalamualaikum?" Aku masuk dan langsung menyimpan sepatuku di rak, menyalimi tangan ibu dan langsung menggendong Aksa.
"Ibu mau tidur," katanya dan langsung berjalan ke kamar, memang seperti itu.
Waktu saat Aksa lahir, ibu mengusulkan agar Aksa diberikan saja kepada saudara yang belum mempunyai anak sampai sekarang.
Tapi jelas aku melarangnya, ini adalah keponakan pertamaku. Bagaimana aku bisa serela itu?
Untuk meyakinkan ibu, waktu itu aku berjanji akan merawat Aksa sebisaku tanpa harus mengganggu kegiatan ibu, aku tau ibu tidak setega itu memberi Aksa begitu saja.
"Mari kita bobo," ucapku pada Aksa, bayi itu langsung tertawa dan memelukku.
Sebelum itu aku mengganti bajuku dengan setelan tidur dan membuat susu untuk Aksa.
Aku memberinya susu, disambut girang dengan Aksa, setelah itu ia langsung mengulurkan tangannya, magsudnya memintaku agar aku menidurkannya.
Aih, bayi ini sangat lucu!!
Dan aku tidur disebelahnya seraya menepuk nepuk pantatnya, dan benar saja setelah susu nya habis dia benar-benar tidur.
Aku mengamati setiap inchi muka lucunya, ini sudah 6 bulan tapi dia sama sekali belum merasakan hangatnya bersama orang tua.
Aku menciumnya lalu pergi ke meja rias dan melakukan kegiatan wanita pada umumnya sebelum tidur, ya apalagi jika bukan night skincare.
Saat aku mengoleskan toner, aku berhenti karena tiba-tiba teringat 'dia'. Ya, kalian pasti tau yang aku sebut 'dia' siapa.
Dia sedang apa ya sekarang? Ah lagi-lagi pikiran kelam itu menggangguku.
Aku punya fakta menyenangkan tentang dia, dulu saat aku duduk di kelas 8 SMP aku ikut menyambut kedatangan sultan dari Brunei. Kalian ingat? Saat itu di mobil sultan aku melihat pangeran.
Pangeran sungguhan, siapa yang menolak pesonanya saat itu? Bahkan aku yang baru berusia 14 tahun bisa jatuh dalam pesonanya.
Diluar ekspestasi, aku selalu memikirkannya berhari-hari, memikirkan dia sedang apa sekarang? Apa dia sudah makan? Siapa ya jodoh dia kelak?
Sangat sulit menghilangkan pikiran-pikiran itu, dan bodohnya aku selalu berdo'a agar dia menjadi jodohku. Sangat lucu bukan?
Bahkan butuh berbulan-bulan untuk menghilangkan pikiran-pikiran bodoh itu, dan ya... makin dewasa aku makin mengerti. Aku dan dia berbeda, dari segi manapun itu.
Tapi aku masih bersyukur aku dan dia masih sama dalam hal keyakinan, dan aku merasa sangat bangga pada saat itu.
Eh? Hey... kenapa aku jadi memikirkannya lagi? Lalu kenapa jantung ini memompa lebih cepat dari biasanya?
Ah mungkin biasa saja, lagi pula siapa yang menyangka aku bisa mengobrol dengan seorang pangeran? Mungkin akan hilang sebentar lagi.
Tapi... ini wajar bukan?
*
Tanpa aku sadari, adzan subuh tiba-tiba berkumandang. Apa ini sungguhan?
Aku memikirkannya semenjak tadi malam hingga sekarang, kalau sudah begini apa yang harus aku lakukan?
Aku melihat kesamping dan Aksa masih tertidur pulas dengan guling yang dipeluknya, aku memutuskan untuk mengambil air wudhu dahulu.
Sesudah itu, karena merasa Aksa masih tidur dengan pulas. Aku pun melaksanakan kewajibanku sebagai umat muslim.
Sampai selesai sholat pun Aksa masih tertidur pulas, hanya saja kali ini posisi nya berubah. Yah, mungkin Aksa adalah bayi yang terlalu aktif hingga tidurnya saja tidak bisa diam.
Aku mengambil ponselku, membuka aplikasi tasbih dan mulai berzikir berniat menghilangkan pikiranku tentang 'dia'.
Tiba-tiba Aksa bangun dan menangis, aku segera menunda dzikirku dan langsung menggendong Aksa.
Saat digendonganku, Aksa langsung diam dan tersenyum. Aku pun ikut tersenyum, bagaimana bisa selucu ini?
"Bubububu" katanya, aku membuka mulutku tak percaya itu adalah kata pertamanya. Aku segera mengambil ponselku dan membuka kamera instagram.
Yah... aku emang senarsis itu jika tentang Aksa. Aku mulai merekamnya dan memancingnya agar berkata lagi, dan benar saja.
"Bubububu" katanya, aku langsung menguploadnya di instastory-ku.
Setelah itu aku menaruh ponselku, dan menciumi pipinya.
**
Hehe, jangan lupa ya kalau ada yang typo atau salah coment aja.
Itu tombol bintangnya jangan lupa dipencet ya, trimakasih 😻
KAMU SEDANG MEMBACA
ordinary me
Fanfictionaku yang biasa, bisa apa mencintaimu yang luar biasa? -Raina Shakira katanya, jika dua orang yang saling tidak mengenal bertemu secara tidak sengaja selama tiga kali, jodoh ya? -Abdul Mateen