Hari Sabtu sekolah memang libur, namun di kelas Mrs. Lizzy, setiap hari Sabtu pagi diadakan kerja kelompok. Tempatnya berpindah pindah, biasanya di rumah murid muridnya. Di kelas Veny persaudaraan memang sangat terasa.
Mereka tiap Sabtu selalu saling jemput – menjemput. Berhubung Veny baru sehari disana,ia diantar kakaknya.
Hari ini jadwalnya di rumah Karl. Ya, si pendiam itu. Jarak rumah Karl dan apartmen Veny cukup jauh, jadi Ken memutuskan untuk menunggui adik satu satunya itu.
#Veny Point Of View
Saat aku tiba di depan rumah Karl, suasana terlihat masih sepi. Mungkin belum ada yang datang,well, ini masih jam setengah 9. Yah, setengah jam lebih awal. Namun aku lebih suka begini daripada harus telat.
“Kau yakin ini rumahnya?” tanya Kak Ken
“Kau pikir aku pernah kesini?” jawabku agak kesal.
“Ayo masuk Kak.” sambungku.
“Iya.”
Aku memencet bel disamping gerbang rumahnya. Dan sesaat kemudian seorang nenek muncul dari balik pintu utama.
“Ah, permisi. Apakah ini rumahnya Karl?” tanyaku.
“Iya betul. Anda siapa ya?”
“Saya murid baru di sekolahnya Karl. Mm, apa benar hari ini diadakan kerja kelompok disini?” tanyaku lagi.
“Oh iya iya benar. Silahkan masuk.” sambut nenek itu. Ia mengambil kunci yang tergantung di tembok dalam rumahnya dan membukakakan gerbang depan untukku.
“Terimakasih..” kataku
“Ayo, masuk dulu. Oh, ini siapa?” tanyanya sambil melirik Kak Ken.
“Saya Ken, Ken Daniel, kakaknya.”
“Oh..” sahutnya singkat.
“Siapa nek?” suara itu, pasti suara Karl.
“Ini, ada temanmu.”
“Siapa?” Karl muncul diambang pintu.
“Oh, Lavenie.” dia seolah olah menjawab pertanyaannya sendiri.
“Iya aku. Dan ini kakakku, Kak Ken. Kak Ken, ini salah satu temanku, Karl.”
“Karl.” Karl mengulurkan tangannya.
“Ken.” dan Kak Ken menjabat tangan Karl.
Baguslah. Kak Ken mengenal salah satu temanku. Aku harap Kak Ken bisa mengendurkan tali kekangnya padaku, sehingga aku bisa berbaur dengan teman teman baruku yang sangat kusukai ini. Yeah, Kak Ken memang agak protektif padaku.
Sebenarnya aku agak risih, tapi aku berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga perasaan Kak Ken. Terkadang aku juga sebal sih, aku kan sudah dewasa..
“Masuk Ven.”
Perkataan Karl membuyarkan lamunanku.
“Iya. Ayo kak.” kataku setengah berbisik.
Aku mengikuti Karl, dan Kak Ken membuntutiku.
Rumah Karl tak sesederhana kelihatannya. Banyak perabot antik nan elegan di dalamnya. Aku diajak naik ke lantai 2, karena ruang diatas cukup luas katanya. Kak Ken memutuskan untuk menunggu di bawah sambil berbincang dengan neneknya Karl.
Kami naik tangga spiral menuju lantai dua, dan di lantai dua rumah itu terdapat sebuah pintu kaca yang merupakan penghubung dengan sebuah ruangan yang amat luas dengan kaca disekelilingnya. Ia memasuki ruangan itu dan menyuruhku duduk.